SECARA head to head, perkembangan sejarah Pajajaran dan Pakuan dalam keseluruhan konteks pertumbuhan bangsa, khasnya korelasi hubungan Pajajaran dengan Sriwijaya, Maja pahit, Kutai Kartanegara, dan bahkan Kerajaan Melaka, memiliki makna yang sangat dalam. Banyak hal yang dapat dipelajari. Termasuk outward looking ke kancah global (masa itu).
Bang Sem Haesy
PADA masa-masa berikutnya, Bogor (Kabupa ten dan Kota) juga memainkan peran strategis dalam konÂÂteks ibukota negara Jakarta. Sejak terjadi pertukaran wilayah jajaÂÂhan (Melaka dan Jayakarta) antara Inggris dan Belanda. Demikian seterusnya hingga era kemerdekaan Republik InÂÂdonesia.
Dalam konteks otonomi daerah, Pajajaran dan Pakuan telah lebih dahulu menunjukkan cara yang khas. Terutama, keÂÂtika Banten, Cirebon, Galuh, dan Sumedang Larang diberiÂÂkan kewenangan otonomi unÂÂtuk mengurus dirinya sendiri. Itulah contoh, tentang otonoÂÂmi luas, nyata, dan bertangÂÂgungjawab dapat dilihat dari pelepasan kewenangan PaÂÂkuan atas wilayah-wilayah itu.
Pada era Indonesia modÂÂern, Bogor memainkan peran strategis secara politis dalam proses perubahan kekuasaan dari Bung Karno kepada JenÂÂderal Soeharto. Dan kemudian, di era pemerintahan Jenderal Soeharto, Bogor sebagai repÂÂresentasi Jawa Barat, menjadi penentu kehidupan riil Jakarta sebagai Ibukota Negara.
Dalam konteks penataan ruang, untuk menjaga keaÂÂmanan dan kenyamanan ibuÂÂkota negara, terjadi perubahan minda atas Bogor, dari wilayah hinterland menjadi buffer zone. Bahkan, dalam seluruh konteks perubahan minda metropolitanisme atas Jakarta, Bogor menjadi faktor penentu, selain Bekasi dan Tangerang.
Dilepaskannya Depok (dari wilayah Kabupaten Bogor) menjadi kota administratif dan kemudian kota otonom, adalah bagian dari perkembangan hisÂÂtoris peran Bogor pada peraliÂÂhan zaman. Di Bogor juga, perÂÂsisnya Istana Bogor, tak pernah henti pergerakan pemikiran tentang Indonesia dan ke-IndoÂÂnesia-an dari masa ke masa.
Bogor memainkan peran strategis dalam setiap perubaÂÂhan. Di sini berbagai gagasan dasar tentang karakter bangsa, sistem ketatanegaraan, nilai-nilai kontemporer global, dan upaya mengatasi kegamangan menghadapi perubahan. TeruÂÂtama, ketika krisis nasional bersinggungan dengan geraÂÂkan perubahan (reformatif dan transformatif) yang multi inÂÂterpretasi.
Pemikiran tentang upaya mengatasi kegamangan dalam menghadapi perubahan yang berkembang dalam berbagai intellectual exercise di kawasan Bogor, menemukan berbagai analisis tajam. Antara lain, keÂÂtika berkembang spirit kuat unÂÂtuk membentuk pemerintahan sungguh demokratis (dekade 70-an) untuk menggantikan rezim sentralisasi. Berbagai aksi mahaÂÂsiswa yang bergerak di seluruh Indonesia, antara lain dirumusÂÂkan di lingkungan kampus InstiÂÂtut Pertanian Bogor (IPB).
Di Bogor juga berkembang pemikiran awal tentang cara menyikapi perubahan sistem pemerintahan daerah, sebaÂÂgai solusi mengatasi ketidak-puasan berbagai daerah yang sumberdaya alamnya diekÂÂsploitasi besar-besaran, tapi hanya memperoleh bagian keÂÂcil sesuai sistem perimbangan keuangan pusat – daerah.
Selain di Depok, Bandung, Yogyakarta, Makassar, dan Medan, di Bogor inilah berÂÂlangsung kajian intens, terkait pemikiran yang secara diaÂÂmetral menghadapkan sistem pemerintahan dengan realitas kesenjangan antar wilayah, yang berdampak kesenjangan ekonomi interregional.
Dalam berbagai sesi kajian perubahan bangsa yang saya diikuti di wilayah Bogor, jauh sebelum gerakan reformasi berlangsung 1998, kearifan lokal Bogor (Pakuan) mencuat idiom sikap menghadapi peruÂÂbahan: ulah unggut ka linduan, ulah geudag ka anginan. (*)