Untitled-14SECARA head to head, perkembangan sejarah Pajajaran dan Pakuan dalam keseluruhan konteks pertumbuhan bangsa, khasnya korelasi hubungan Pajajaran dengan Sriwijaya, Maja pahit, Kutai Kartanegara, dan bahkan Kerajaan Melaka, memiliki makna yang sangat dalam. Banyak hal yang dapat dipelajari. Termasuk outward looking ke kancah global (masa itu).

Bang Sem Haesy

PADA masa-masa berikutnya, Bogor (Kabupa ten dan Kota) juga memainkan peran strategis dalam kon­teks ibukota negara Jakarta. Sejak terjadi pertukaran wilayah jaja­han (Melaka dan Jayakarta) antara Inggris dan Belanda. Demikian seterusnya hingga era kemerdekaan Republik In­donesia.

Dalam konteks otonomi daerah, Pajajaran dan Pakuan telah lebih dahulu menunjukkan cara yang khas. Terutama, ke­tika Banten, Cirebon, Galuh, dan Sumedang Larang diberi­kan kewenangan otonomi un­tuk mengurus dirinya sendiri. Itulah contoh, tentang otono­mi luas, nyata, dan bertang­gungjawab dapat dilihat dari pelepasan kewenangan Pa­kuan atas wilayah-wilayah itu.

Pada era Indonesia mod­ern, Bogor memainkan peran strategis secara politis dalam proses perubahan kekuasaan dari Bung Karno kepada Jen­deral Soeharto. Dan kemudian, di era pemerintahan Jenderal Soeharto, Bogor sebagai rep­resentasi Jawa Barat, menjadi penentu kehidupan riil Jakarta sebagai Ibukota Negara.

BACA JUGA :  Nahas, Diduga Tersambar Petir, Warga Agam Sumbar Ditemukan Tewas dalam Kondisi Gosong

Dalam konteks penataan ruang, untuk menjaga kea­manan dan kenyamanan ibu­kota negara, terjadi perubahan minda atas Bogor, dari wilayah hinterland menjadi buffer zone. Bahkan, dalam seluruh konteks perubahan minda metropolitanisme atas Jakarta, Bogor menjadi faktor penentu, selain Bekasi dan Tangerang.

Dilepaskannya Depok (dari wilayah Kabupaten Bogor) menjadi kota administratif dan kemudian kota otonom, adalah bagian dari perkembangan his­toris peran Bogor pada perali­han zaman. Di Bogor juga, per­sisnya Istana Bogor, tak pernah henti pergerakan pemikiran tentang Indonesia dan ke-Indo­nesia-an dari masa ke masa.

Bogor memainkan peran strategis dalam setiap peruba­han. Di sini berbagai gagasan dasar tentang karakter bangsa, sistem ketatanegaraan, nilai-nilai kontemporer global, dan upaya mengatasi kegamangan menghadapi perubahan. Teru­tama, ketika krisis nasional bersinggungan dengan gera­kan perubahan (reformatif dan transformatif) yang multi in­terpretasi.

Pemikiran tentang upaya mengatasi kegamangan dalam menghadapi perubahan yang berkembang dalam berbagai intellectual exercise di kawasan Bogor, menemukan berbagai analisis tajam. Antara lain, ke­tika berkembang spirit kuat un­tuk membentuk pemerintahan sungguh demokratis (dekade 70-an) untuk menggantikan rezim sentralisasi. Berbagai aksi maha­siswa yang bergerak di seluruh Indonesia, antara lain dirumus­kan di lingkungan kampus Insti­tut Pertanian Bogor (IPB).

BACA JUGA :  Bawolato Nias Geger, Penemuan Mayat Pria Mengapung di Sungai Hou Sumut

Di Bogor juga berkembang pemikiran awal tentang cara menyikapi perubahan sistem pemerintahan daerah, seba­gai solusi mengatasi ketidak-puasan berbagai daerah yang sumberdaya alamnya diek­sploitasi besar-besaran, tapi hanya memperoleh bagian ke­cil sesuai sistem perimbangan keuangan pusat – daerah.

Selain di Depok, Bandung, Yogyakarta, Makassar, dan Medan, di Bogor inilah ber­langsung kajian intens, terkait pemikiran yang secara dia­metral menghadapkan sistem pemerintahan dengan realitas kesenjangan antar wilayah, yang berdampak kesenjangan ekonomi interregional.

Dalam berbagai sesi kajian perubahan bangsa yang saya diikuti di wilayah Bogor, jauh sebelum gerakan reformasi berlangsung 1998, kearifan lokal Bogor (Pakuan) mencuat idiom sikap menghadapi peru­bahan: ulah unggut ka linduan, ulah geudag ka anginan. (*)

============================================================
============================================================
============================================================