BOGOR, TODAY — Upah Minimum Kota (UMK) BoÂgor diputuskan naik sebesar 11 persen. Besarnya UMK yang akan diajukan Pemerintah Kota Bogor ke Pemprov Jawa Barat sekitar Rp3,1 juta dari sebeÂlumnya Rp2,7 juta.
Naiknya UMK sebesar 11 persen setelah dilakuÂkan mediasi antara perwakilan buruh, Kepala DiÂnas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Bogor, Jumat (13/11/2015). Ada dua poin yang disÂepakati yaitu, kenaikan UMK dan masalah upah sektoral. “Upah sektoral akan menjadi pertimbanÂgan, UMK umum juga naik 11 persen,†kata Ketua Aliansi Buruh Kota Bogor, Zulkifli.
Saat ini, Pemerintah Kota Bogor menÂjanjikan pertimbangan khusus bagi tunÂtutan ini. Menurutnya yang terpenting adalah kenaikan UMK. “Tuntutan penÂcabutan PP 78 Tahun 2015, akan tetap kami suarakan,†katanya.
Sementara itu, Kepala DinsosnakerÂtrans, Anas S Rasmana mengatakan, piÂhaknya akan mengajukan kenaikan UMK ke Provinsi Jawa Barat, akhir bulan ini. Saat ini, UMK Kota Bogor masih sebeÂsar Rp. 2.711.000. “Naik jadi 11 persen,†ujarnya.
Jika nantinya perusahaan merasa tidak mampu untuk menyesuaikan keÂnaikan, bisa mengajukan banding. “Bisa mengajukan penangguhan atau menyerÂtakan persetujuan bersama antara peruÂsahaan dengan buruh,†katanya.
Kabupaten Naik 12 Persen
Sementara itu, Dewan Pengupahan Kabupaten Bogor menetapkan UMK 2016 sebesar Rp 2.975.000 atau naik 12 persen dari sebelumnya Rp 2.655.000 dalam rapat pleno di Kantor Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (DinsosÂnakertrans), pekan kemarin.
Ketentuan tersebut masih diurai dalam empat sektor. Produsen garmen yang sebelumnya ada di sektor terendah, dimasukkan ke sektor khusus.
“Khusus garmen, kalau disamakan dengan sektor lain, bisa-bisa tidak lanÂjut. Pada 2015 saja 80 persen pengusaha mengajukan penundaan pembayaran UMK,†kata Kepala Dinsosnakertrans KaÂbupaten Bogor, Yous Sudrajat.
Menurut Yous, Serikat Pekerja menuntut kenaikan UMK berturut-turut disetiap sektor 10, 15, dan 20 persen.
Sementara pengusaha hanya meÂnyanggupi kenaikan 5, 7,5 dan 10 persen, sementara pemerintah menghendaki keÂnaikan 7,5, 10 dan 15 persen. Namun, hal itu masih diperbincangkan.
Pihaknya memilih tidak menerapkan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan dan memilih mengacu pada angka Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Angka KHL sendiri tahun ini naik 26,49 persen dari tahun lalu yang menyentuh Rp 2.585.000. “Meski tidak menggunakan PP, nominal upah masih lebih tinggi dari hasil formulasi PP,†lanjut Yous.
Sebelumnya, kalangan pengusaha sepakat dengan penggunaan PP itu seÂbagai acuan dalam menentukan UMK 2016, karena dianggap memudahkan.
Namun, menurut Wakil Ketua AsosiaÂsi Pengusaha Indonesia (Apindo) KabuÂpaten Bogor, Mansur, PP memudahkan dalam mendapatkan kepastian upah di kota/kabupaten. “Dengan PP, perusaÂhaan sudah bisa memprediksi angkanya. Tidak seperti tahun lalu, gubernur seperÂti dukun mengira-ngira nilai UMK. DinaiÂkkan karena kenaikan BBM, setelah tuÂrun tidak diturunkan lagi,†tutur Mansur yang juga anggota Dewan Pengupahan.
Mansur melanjutkan, penentuan indikator transportasi dalam KHL agak alot. Apindo pun menolak ada kenaiÂkan angka dari tahun lalu karena ongkos transportasi publik tidak naik. Yang meÂnyebabkan perdebatan soal ongkos transÂportasi antara Rp 16.000 dan 20.000 per hari. “Menurut DLLAJ dan Organda tidak ada kenaikan ongkos angkot. Nah, kami berpegang ke situ,†tandasnya.
(Rishad Noviansyah|Yuska Apitya)