JAKARTA TODAYÂ – Uni Eropa bersikeras menentang menentang hukuman mati yang masih dilakukan oleh beberapa negÂara anggota ASEAN, termasuk Indonesia.
Duta Besar Uni Eropa untuk ASEAN, Francisco Fontan Pardo, menjelaskan bahÂwa Uni Eropa memang sangat kritis jika berbicara mengenai hak asasi manusia. Uni Eropa pun menentang hukuman mati oleh setiap negara, tak hanya Indonesia. “Ini adalah sikap dasar kami. Setiap tahun, kami pergi dari satu negara ke negara lain hanya untuk meminta mereka melakukan moratorium hukuman mati, tolong pertimÂbangkan,†ujar Pardo dalam acara peresÂmian kantor perwakilan Uni Eropa untuk ASEAN di Jakarta, Selasa (26/1/2016).
Kendati demikian, Pardo menekankan bahwa Uni Eropa menerapkan pendekaÂtan halus. Uni Eropa selalu mengandalkan dialog dan diskusi untuk memahami kepuÂtusan satu negara. “Kami juga tidak mau melakukan blacklist karena hukuman mati adalah masalah kedaulatan hukum masÂing-masing negara. Namun, kami selalu berpikir bahwa hukuman mati bukan jalan terbaik untuk menyelesaikan masalah,†ucap Pardo.
Dari 10 negara anggota ASEAN, hanya dua negara yang sudah tidak menerapkan hukuman mati, yaitu Filipina dan KamboÂja. Sementara itu, Indonesia masih menerÂapkan hukuman mati yang kerap mengunÂdang kecaman dari berbagai negara.
Selama pemerintahan Presiden Jokow Widodo, Indonesia sudah melakukan dua gelombang hukuman mati. Sepanjang 2015, pemerintah Indonesia telah mengekÂsekusi 14 terpidana mati kasus narkotika dan 12 di antaranya merupakan warga asÂing. Kini, ada 120 lebih terpidana mati yang menanti eksekusi karena terjerat kasus narkotika hingga pembunuhan berencana.
Akhir Oktober lalu, Kejaksaan Agung menyatakan eksekusi terpidana mati menÂjadi prioritas untuk tahun 2015, bukan dalam waktu dekat. “Dalam waktu dekat, Jaksa Agung mendorong peningkatan ekoÂnomi dulu, tapi bukan berarti hukuman mati bukan prioritas,†kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Amir Yanto.
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Luhut Binsar Panjaitan, menyatakan bahwa eksekusi mati baru akan dilakukan jika perekonomian IndoneÂsia membaik. Namun, Luhut memastikan bahwa keputusan pemerintah RI untuk tak melakukan eksekusi mati itu bukan kebijakan moratorium atau penundaan. “Bukan tidak akan ada hukuman mati. Tak perlu [disebut moratorium]. Saat ini pemerintah RI belum pada posisi untuk melakukan eksekusi mati karena masih fokus pada urusan ekonomi,†kata Luhut beberapa bulan lalu.
(Yuska Apitya/net)