Untitled-14JAKARTA, TODAY — Kabar gem­bira untuk para buruh. Presiden Joko Widodo membuat rumus baru tentang kenaikan upah buruh yang akan dilakukan setiap tahun.

Kebijakan baru tersebut meru­pakan bagian dari paket ekonomi jilid IV yang diumumkan Menko Perekonomian Darmin Nasution yang didampingi Mensekab Pra­mono Anung, Menkeu Bambang Brodjonegoro, dan Menaker Hanif Dhakiri di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis (15/10/2015).

Dalam kebijakan baru ini, pemerintah membuat sebuah for­mula khusus pengupahan yang ber­laku selama 5 tahun. Dengan kebi­jakan ini, ada kepastian bagi dunia usaha untuk mempertahankan bisnis atau calon investor yang ingin ber­investasi di Indonesia.

Dalam formula tersebut pemerintah memasukan asumsi makro, seperti inflasi dan pertumbuhan ekonomi dalam peng­hitungan upah buruh, termasuk kenaik­kan setiap tahun.

Menteri Koordinator Bidang Pereko­nomian Darmin Nasution menjelaskan, Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun ini akan dijadikan dasar bagi penghitun­gan UMP tahun depan, kemudian akan ditambah dengan tingkat inflasi dan per­tumbuhan ekonomi tahun ini.

“Jadi, misalnya inflasi 2015 itu sebe­sar 5 persen, dan pertumbuhan ekonomi juga 5 persen. Maka UMP tahun 2016 adalah UMP saat ini ditambah 10 persen,” ujar Darmin saat konferensi pers di Istana Negara, Jakarta, Kamis (15/10/2015).

Dengan formula itu nanti, tahun depannya lagi hitungnya akan berlaku sama, yakni inflasi ditambah pertumbu­han ekonomi tahun depan dan dihitung lagi dengan UMP tahun 2016.

BACA JUGA :  Resep Membuat Rendang Ayam Tanpa Santan yang Lezat dan Bikin Ketagihan Keluarga

Darmin mengatakan, formula seder­hana ini akan berlaku di seluruh Indo­nesia. Namun ada 8 daerah yang dike­cualikan. “Tujuan utama dari penetapan formula ini adalah untuk membuka lapangan kerja seluas-luasnya sambil mensejahterakan buruh yang saat ini su­dah punya pekerjaan,” kata Darmin.

Pada kesempatan yang sama, Men­teri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri me­mastikan dengan formula baru ini negara memastikan upah buruh naik setiap ta­hun. Negara juga akan memberi fasilitas untuk membantu buruh dalam mengu­rangi pengeluaran.

Penyusunan formula upah tersebut akan dibentuk dalam bentuk payung hu­kum berupa Peraturan Pemerintah (PP) Pengupahan. Mengenai hal ini, Menteri Dalam Negeri juga telah menerbitkan surat edaran Nomor 561/5720/SJ tanggal 12 Oktober 2015 yang di tujukan ke selu­ruh Gubernur seluruh Indonesia.

Sebelumnya, pemerintah telah me­luncurkan serangkaian paket kebijakan ekonomi untuk mengatasi perlambatan ekonomi akibat dampak pelemahan eko­nomi global, sekaligus memperkuat daya saing dan struktur ekonomi Indonesia.

Setelah Paket Kebijakan Ekonomi tahap I dan II yang telah diumumkan pada Bulan September 2015, pemerin­tah belum lama ini meluncurkan Paket Kebijakan Ekonomi III. Paket ketiga itu meliputi penurunan harga BBM, listrik dan gas; perluasan penerima KUR; dan penyederhanaan izin Pertanahan untuk kegiatan penanaman modal.

BACA JUGA :  Menu Tanggal Tua, Kacang Panjang Tumis Telur yang Murah dan Praktis

Diumumkan November

Menurut Darmin, rumus baru pene­tapan UMP tahun selanjutnya akan diumumkan tiap bulan November. Kom­ponen dari mekanisme tersebut juga mengikuti periode pengumuman. Untuk inflasi akan dihitung periode Januari-September, untuk pertumbuhan ekonomi akan dihitung dari periode kuartal I-II ta­hun berjalan ditambah kuartal III-IV tahun sebelumnya. Lihat rumus barunya di sini.

“Pertumbuhan ekonomi kuartal III plus IV tahun lalu, plus kuartal I dan II ta­hun ini. Oke. Betul (November),” ungkap Darmin.

Komponen inflasi dan pertumbuhan yang digunakan adalah perhitungan secara nasional. Ini untuk menyelamatkan provin­si dengan tingkat perekonomian rendah.

“Indikator nasional itu karena ada dae­rah yang pertumbuhannya negatif, kashian sekali dia. Jadi ya sudah lah kita take and give saja satu sama lain, kita pakai nasion­al. Ada beberapa daerah provinsi yang pe­rumbuhan tahun ini itu negatif,” jelasnya.

Misalnya, Kalimantan Timur, Riau, serta daerah-daerah yang berbasis per­tambangan dan perkebunan yang seka­rang tengah dilanda penurunan harga ko­moditas. Bila harus memaksakan dengan pertumbuhan ekonomi provinsi, akan merugikan para buruh.

“Tapi pertumbuhan negatif itu tidak berarti seluruh kegiatan ekonominya negatif, itu umumnya karena daerah mana saja yang negatif, Kaltim, Riau dan semua daerah yang pertambangannya dominan pertumbuhannya negatif. tahun lalu dan tahun ini,” paparnya.

(Yuska Apitya Aji)

============================================================
============================================================
============================================================