CIBINONG, TODAYÂ – Tak jelasÂnya bantuan dana dari PemerÂintah Provinsi DKI Jakarta memÂbuat rencana pembongkaran bangunan-bangunan liar di kaÂwasan Puncak gagal. PemerinÂtah Kabupaten Bogor pun hanya bisa gigit jari mengetahui ini.
Kepala Satpol PP Kabupaten Bogor, TB Luthfie Syam sangat meÂnyayangkan bantuan itu gagal tereÂalisasi pada semester awal 2016.
Menurutnya, untuk pemberÂsihan di kawasan Puncak itu meÂmang memerlukan bantuan dari semua pihak. Tidak hanya dari KaÂbupaten Bogor atau Pemprov DKI.
“Kalau ada bangunan yang berdiri di kawasan konservasi, berari Kementerian LingkunÂgan Hidup juga harus ikut anÂdil dong. Karena, banyak nanti yang bisa diuntungkan kalau Puncak bebas bangunan di kaÂwasan konservasinya,†katanya, Minggu (14/2/2016).
Satpol PP, kata dia hanya bisa menunggu perintah dan tidak bisa mendorong adanya pemÂbongkaran segera disana.
“Kita kan hanya tunggu perÂintah. Siapapun bisa membersiÂhkan Puncak. Tapi, secara kewilÂayahan, kami yang berwenang disini,†lanjutnya.
Bangunan-bangunan liar di Puncak kata dia telah melanggar Perda Kabupaten, UU Konservasi dan lainnya. “Makanya, saya biÂlang ini bukan tugas Pemkab BoÂgor. Tapi semuanya,†tukasnya.
Sebelumnya, Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bogor, Syarifah Sofiah optimis Pemprov DKI tetap memberi bantuan untuk Bodetabekjur.
Menurutnya, ada kesalahan teknis dalam proses penganggaÂran di DKI sehingga usulan baru dimasukkan dalam Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan PlaÂfon Prioritas Anggaran SemenÂtara (PPAS) Perubahan.
“Nah, kalau masuknya di peÂrubahan, konsekuensinya, ke g i a t a n yang menggunakan dana banprov itu haya untuk kegiatan-kegiatan dengan durasi maksimal tiga bulan. Jadi saat ini, seluruh daerah atau instansi penerima bantuan harus direvisi dan disesuaikan dengan batas waktu tersebut,†kata Syarifah.
Ia menambahkan, karena harus direvisi, belum ada data pasti tentang usulan dan besaÂran dana yang diusulkan.
“Bappeda baru minta kepada SKPD, kegiatan apa saja yang diusulkan. Kita harus memilah-milah mana kegiatan yang disÂelesaikan dalam waktu tiga buÂlan. Soalnya, kegiatan fisik yang memerlukan lelang, sangat tidak mungkin dilakukan atau diusulÂkan,†pungkasnya.
Sebelumnya, Pemkab Bogor mengajukan bantuan kepada Pemprov DKI sebesar Rp 100 miliar untuk penanganan banjir. Sayangnya, usaha ini sia-sia lanÂtaran terganjal keterlembatan administrasi.
Tahun lalu, Pemkab Bogor mengembalikan dana hibah sebesar Rp 66,4 miliar kepada pemerintah DKI Jakarta.
Pengembalian itu karena proyek penanganan banjir yang sedianya dikerjakan pemerintah Kabupaten Bogor batal dikerÂjakan. Proyek itu adalah mengÂgabungkan Situ Cikaret dan Situ Kabantenan untuk menahan laju air ke Jakarta.
Waktu yang tersedia untuk pembebasan lahan tidak cukup, sehingga anggaran bantuan tak terserap.
Meski bantuan gagal tereÂalisasi, pada Tahun Anggaran 2016, Pemkab Bogor tetap menÂgajukan bantuan Rp100 miliar untuk penanganan banjir. NaÂmun, usaha ini sia-sia lantaran Pemprov DKI Jakarta terganjal keterlambatan adminsitrasi.
Pemkab Bogor pada tahun lalu juga merealisasikan banÂprov untuk beberapa proyek, diantaranya pembenahan DaeÂrah Aliran Sungai Ciliwung dan Angke Rp 2,5 miliar.
pembuatan lubang biopori di dua aliran sungai itu Rp1 miliar dan penanaman pohon di wilayah kedua sungai itu Rp 750 juta.
Kemudian, untuk pembeÂbasan lahan untuk menggabungÂkan dua situ yakni Situ Cikaret dan Kabantenan dengan total anggaran setengah dari dana hibah yang diberikan Jakarta yakni mencapai Rp 36,5 miliar.
Selain untuk menanggulangi banjir Jakarta, dana hibah itu dipakÂai untuk penataan pasar hewan Jonggol Rp 5,4 miliar, pembanguÂnan ipal dan peralatan pendukung rumah potong hewan Citaringgul dan Jonggol Rp 10 miliar, pemÂbangunan empat unit halte APTB Rp650 juta, pembangunan stimuÂlan jamban sehat di DAS Ciliwung sebesar Rp 2 miliar dan pengadaan lima truk ambrol Rp 2,5 miliar.
(RiÂshad Noviansyah)