Untitled-8Paket kebijakan ekonomi sejauh ini memberikan sentimen positif terhadap investor. Pemerintah dianggap cukup serius membenahi struktur fundamental ekonomi Indonesia yang masih rapuh.

Oleh : Alfian Mujani
[email protected]

Namun menjelang akhir tahun 2015 ini, ada indi­kasi yang cukup kuat akan terjadi lagi gejolak pasar keuangan. Dolar Amerika Serikat (USD) kembali perkasa atas ham­pir semua mata uang di dunia, tak ter­kecuali rupiah. Dolar AS diproyeksi kem­bali ke level Rp 14.000.

Menurut Kepala Ekonom PT Maybank Indonesia Tbk Juniman, paket kebijakan ekonomi jilid VII yang direncanakan pemerintah, juga akan memberikan sentimen positif. Fokusnya juga masih dorongan realisasi investasi dan peningkatan daya beli masyarakat.

“Kalau ada paket ketujuh, setidaknya ada sentimen positif, pasar menyambut baik, seperti pa­ket sebelumnya,” ujar Juniman kepada detikFinance, Minggu (29/11/2015)

Maka dengan demikian, in­vestor tidak akan terburu-buru melarikan dananya dari Indo­nesia dan menahan rupiah me­lemah terlalu dalam. Walaupun kondisi pasar keuangan tidak terlepas dari aksi para spekulan.

Juniman menambahkan, leb­ih penting lagi bila pemerintah juga menyelesaikan beberapa paket kebijakan sebelumnya. Khususnya paket pertama, yaitu deregulasi dari beberapa kementerian lembaga (KL) yang belum tuntas secara adminis­trasi.

BACA JUGA :  Resep Membuat Tumis Buncis Ayam Pedas untuk Menu Makan Siang yang Sedap

“Implementasi dari pemer­intah juga harus dipercepat. Enam paket keb ijakan itu baru pada data pengumuman, real­isasi 40-50%. Ini yang ditunggu-tunggu oleh market,” paparnya.

Di samping itu, kondisi per­ekonomian dalam negeri juga diharapkan jauh dari berbagai kegaduhan. Ini akan menambah sentimen positif untuk para in­vestor. “Dengan demikian seti­daknya ada harapan kondisinya tidak lebih buruk dari keban­yakan negara lain,” katanya.

Kembali Perkasa

USD kembali perkasa terha­dap hampir seluruh mata uang di dunia, termasuk rupiah. Akh­ir pekan lalu, USD sudah me­nyentuh level Rp 13.800, dan hingga akhir tahun diproyeksi­kan ke level Rp 14.000.

Juniman menilai, penguatan dolar bisa seperti saat periode September 2015, yakni den­gan posisi tertinggi Rp 14.650. “Rupiah masih dalam tekanan. Sampai akhir tahun sampai di sekitar Rp14 ribuan. Jadi keli­atannya, kalau September lalu paling rentan kan sampai Rp 14.650, nanti dimungkinkan akan mencapai angka itu lagi,” ungkapnya.

Hal tersebut dipicu oleh dua faktor. Pertama, faktor global yang datang dari kebijakan moneter AS. Pada pertenga­han Desember 2015, akan kem­bali dilangsungkan pertemuan FOMC untuk memutuskan suku bunga acuan AS.

BACA JUGA :  Rendang Ayam Kampung, Menu Lezat untuk Santapan Keluarga Tercinta

Dari data perekonomian AS, khususnya terkait inflasi dan pengangguran yang semakin membaik dan pernyataan be­berapa petinggi Bank Sentral AS Federal Reserve (The Fed), banyak analis yang mengindika­sikan keputusan FOMC menga­rah ke kenaikan suku bunga.

Kedua, faktor dalam negeri. Struktur fundamental pereko­nomian Indonesia memang su­dah jauh mengalami perbaikan. Misalnya inflasi yang terjaga sesuai asumsi pemerintah dan Bank Indonesia (BI). Selanjut­nya defisit transaksi berjalan (current account deficit /CAD) yang diperkirakan terjaga di level 2% terhadap PDB.

Namun, persoalannya di akhir tahun ada kegiatan rutin yang banyak dilakukan peru­sahaan besar. Seperti pem­bayaran cicilan utang, deviden dan impor minyak. Di mana menyedot peredaran dolar AS di dalam negeri cukup tinggi dan mendorong pelemahan ru­piah.

“Ini berkaitan dengan musi­man. End year demand cukup besar untuk utang, deviden dan untuk pembayaran impor BBM untuk pertamina. Apalagi sep­erti tahun-tahun sebelumnya permintaan impor akan tinggi untuk mengamankan stok BBM,” tukasnya. (*)

============================================================
============================================================
============================================================