Bambang Sudarsono
XANTHIPPE, peremÂpuan Athena Yunani. Perangainya sangat judes, cerewet, pemaÂrah, dan berwajah tidak menarik. Tapi siapa sangka ia adalah istri seorang filsuf kesÂohor, Socrates (469- 399 SM). Maksud Socrates menikahi Xanthippe, supaya bisa mengubah watak dan sifat pemarahnya.
Namun, apalah daya karena sudah menÂjadi tipikal dan karakternya, tidak banyak peÂrubahan saat mendampingi Socrates. Hingga sampai dikaruniai tiga anak. Biasanya, kalau Xanthippe marah, tak jarang ia ambil air beÂkas cucian dan disiramkan pada Socrates. Menyikapi realita tersebut, Socrates meruÂmuskan kosep dan pandangan tentang pernikahan, “Menikah atau tidak menikah, akan menyesal.â€
Nun jauh dari Negeri Yunani, orang Jawa punya pedoman tentang tatakelola pernikaÂhan, sekali salah menentukan teman hidup, selamanya akan menanggung akibatnya. Itu sebabnya, orang Jawa punya pedoman baku: bibit, bebet, bobot sebagai standar dasar kualitas calon pasangan hidup. (*)