NILAI tukar yen menyentuh titik tertingginya dalam 18 bulan terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Dalam sepakan terakhir, yen mengalami penguatan tertinggi. Tak hanya yen, rupiah dan euro juga menguat. Diprediksi, kondisi akan bertahan sepekan mendatang.
Oleh : Yuska Apitya
[email protected]
Menguatnya yen malah membuat pemerintah JeÂpang tidak suka. AlasanÂnya, penguatan yen terhÂadap dolar bisa menurunkan ekspor negeri sakura ini, dan pangsa pasar ekspor juga tergerus.
Menteri Keuangan Jepang, Taro Aso menyatakan dirinya tidak baÂhagia dengan penguatan yen yang terjadi. Dolar turun hampir 5% terhaÂdap yen pada pekan lalu, ini meruÂpakan persentase penurunan yang tidak pernah terlihat sejak 2008 lalu. Sementara nilai tukar euro terhadao yen stabil. “Dalam pandangan kami, sulit bagi BoJ (Bank of Japan/bank sentral Jepang) untuk melakukan intervensi di pasar uang guna meÂlemahkan yen. Apalagi setelah DeÂpartemen Keuangan AS menempatÂkan Jepang dalam daftar monitoring pasar uangnya,†kata Analis, Elias Haddad, Senin (2/5/2016).
Menurut Haddad, sulit bagi BoJ untuk melemahkan yen, karena surÂplus transaksi berjalan Jepang yang besar. Sebelumnya dalam laporan ke Kongres AS, Departemen Keuangan AS mengatakan telah membuat dafÂtar monitoring yang di dalamnya terÂdapat China, Jepang, Korea, Taiwan, dan Jerman, untuk memantau ketat tren ekononomi dan kebijakan mata uang di negara-negara tersebut.
Penguatan dolar AS yang terjadi memang menghantam ekspor AS, pertumbuhan ekonomi AS turun tajam selama kuartal I.
Tak hanya yen yang berdampak positif, nilai tukar rupiah yang diÂtransaksikan antarbank di Jakarta pada Senin sore juga menguat menÂjadi Rp13.150 dibandingkan posisi sebelumnya Rp13.180 per dolar AS. “Laju mata uang rupiah bergerak ke area positif setelah sempat terkoreÂksi pada sesi pagi tadi. Badan Pusat Statistik (BPS) yang merilis deflasi pada April 2016 menjadi salah satu faktor yang menopang mata uang domestik terhadap dolar AS,†kata Kepala Riset NH Korindo Securities Indonesia Reza Priyambada di JakarÂta, kemarin.
Badan Pusat Statistik mencatat pada April 2016 terjadi deflasi sebeÂsar 0,45 persen, atau yang terbesar sejak tahun 2000. Dengan deflasi 0,45 persen maka inflasi tahun kalÂender Januari-April 2016 tercatat 0,16 persen dan laju inflasi secara taÂhunan 3,6 persen.
Data ekonomi itu, lanjut dia, menunjukkan akan adanya pelongÂgaran kebijakan di pasar keuangan domestik oleh Bank Indonesia dalam rangka membantu upaya pemulihan ekonomi. Kendati demikian, ia menÂgatakan sentimen di pasar keuangan yang masih bervariasi terutama dari eksternal dapat menahan laju mata uang rupiah lebih tinggi bahkan rentÂan terhadap pelemahan.
Sementara itu, pengamat pasar uang Bank Himpunan Saudara, Rully Nova mengatakan optimisme pasar terhadap perekonomian domestik yang masih akan tumbuh di level lima persen menjadi salah satu penoÂpang bagi mata uang rupiah. “SediÂanya, pada pekan depan pemerintah akan merilis pertumbuhan ekonomi domestik periode kuartal I 2016,†katanya.
Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Senin (2/5) mencatat nilai tukar rupiah bergerak menguat menjadi Rp13.192 dibandÂingkan level sebelumnya (29/4) di poÂsisi Rp13.204 per dolar AS.
Tren positif juga ditunjukkan mata uang euro yang menguat terhaÂdap USD ke level 1,1465 setelah meÂnyenggol ke posisi tertinggi dalam 6 bulan di level 1,1481. Sementara, indeks USD terhadap beberapa mata uang lainnya 0,1% lebih rendah di poÂsisi 92,88.
“Awal bulan baru tidak berarti tren baru. Secara teknis USD meÂlemah. Federal Reserve mengakui perbaikan yang berkesinambungan dalam pasar tenaga kerja. MasalahnÂya adalah bahwa hal itu belum diterÂjemahkan ke konsumsi yang kuat, dan investasi bisnis tetap lembut,†kata Marc Chandler, kepala strategi mata uang global di Brown Brothers Harriman di New York.
Rupiah Diprediksi Menguat
Pergerakan rupiah terhadap doÂlar Amerika Serikat berpeluang menÂguat sepanjang pekan ini.
Riset Investa Saran Mandiri meÂnyebutkan pergerakan dolar AS terÂhadap rupiah diprediksi melemah (rupiah menguat) terbatas.
“Adapun level resisten dalam sepekan ke depan adalah di level Rp13.240 sampai Rp13.430 danÂsupport di level Rp13.113 sampai Rp13.080,†kata Managing PartÂner PT Investa Saran Mandiri KisÂwoyo Adi Joe dalam risetnya, Senin (2/5/2016).
Menurutnya, dolar AS/rupiah selama sepekan kemarin melemah 15 poin dengan membentukcanÂdle dengan body kecil dan shadÂow di atas dan bawah, mengindikaÂsikan kosolidasi. Candle harian dolar AS/rupiah membentuk candle denÂgan body naik kecil dan shadow di atas dan bawah, mengindikasikan konsolidasi.
“Dolar AS/rupiah dalam pola tren naik di jangka panjang. Ini ditunjuÂkan tren channel naik sejak 14 Maret 2014,†tambahnya.
Sementara itu, untuk jangka menengah dalam tren turun sejak 28 September 2015 di mana harga mendekati channel tengah masih berpeluang konsolidasi melemah. Sedangkan jangka pendek dalam tren naik sejak 7 Maret 2016, harga gagal menembus channel tengah berpeluang kondolidasi melemah di jangka pendek.(*)