PASCA penahanan Kepala Dinas Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Kota Bogor, Hidayat Yudha Priyatna, penyidikan kasus mark up dan pengadaan lahan relokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) di Jambu Dua, Tanah Sareal, Kota Bogor, mulai meruncing. Yudha menjadi kunci siapa dalang dari kasus ini sebenarnya.
ABDUL KADIR BASALAMAH|YUSKA APITYA
[email protected]
Mata demi mata mulai terbuka menyoroti kaÂsus mark up (peng gelemÂbungan) dan pengadaan lahan relokasi PKL di Jambu Dua, TaÂnah Sareal, Kota Bogor. Setelah penahanan salah satu dari tiga tersangka kasus relokasi PKL ke Jambu Dua, berbagai penÂgamat hukum meminta Kepala Dinas UMKM Kota Bogor untuk membeberkan kejadian yang sesungguhnya terjadi.
“Pak Kadis UMKM silahkan teriak seterang-terangnya, kami akan mendengarnya dan bantu Kejari Kota Bogor berÂsama para penggiat korupsi unÂtuk menuntaskan kasus ini dan jangan mau jadi ‘tumbal’,†ujar Ketua Harian Dewan Pimpinan Nasional KAMPAK RI, Roy Sianipar kepada BOGOR TODAY kemarin.
Ia menambahkan, masyarakat sekiranya dapat mengapresiasiÂkan kinerja dari Kejari Kota Bogor yang mulai berani untuk mendoÂbrak kasus ini. “Kejari juga harus transparan soal tersangka lainnya dan menjelaskan alasan yuridisnya kenapa sampai saat ini belum diÂlakukan penahanan. Jangan sampai langkah awal ini hanya untuk memÂbuat publik seolah tenang. Saya kira Kejari Kota Bogor sudah disoroti juga oleh publik Kota Bogor, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan seluruh aliansi masyarakat Bogor anti korupsi,†bebernya kemarin.
Ia juga mengingatkan KeÂjari Kota Bogor untuk agar mampu menyentuh para pengambil kebiÂjakan soal anggaran dan ‘sutradara’ atau orang-orang yang bermain dibelakang layar. “Kasus ini tidak akan terealisasi tanpa adanya keÂbijakan dan Kejari sudah menyita uang sejumlah Rp 26 Miliar. Saya kira tidak ada lagi alasan bagi piÂhak Kejari Kota Bogor untuk tidak menuntaskan kasus ini sampai keÂpada akarnya,†tambahnya.
Mengenai para tersangka yang mangkir dari setelah dua kali peÂmanggilan, Kejari Kota Bogor memÂpunyai hak untuk melakukan pangÂgilan secara paksa. “Saya kira Kejari harus mampu mengurai kasus ini dari proses perencanaan hingga proses terjadinya jual beli yang patut diduga syarat dengan ‘akal-akalan’,†ujarnya.
Roy menegaskan agar Hidayat Yudha Priyatna tidak mau diinterÂvensi oleh siapapun. “Baiknya berÂsedia jadi ‘peniup pluit’ karna akan menjadi pertimbangan dalam vonis nantinya. Toh nasi sudah menjadi bubur, hancur sudah barang itu. Demi kecintaan terhadap Kota Bogor agar bersih dari para mafia dan ‘beÂgal’ APBD. Banyak orang miskin akiÂbat ulah para koruptor,†bebernya.
Terpisah, terkait dengan penaÂhanan Kepala Dinas UMKM Kota Bogor, Pemkot Bogor tidak tinggal diam. Kepala Bagian (Kabag) HuÂkum, Pemkot Bogor, Novie Hasby Munawar mengajukan permohoÂnan pengalihan status tahanan agar Hidayat Yudha Priyatna menjadi tahanan kota. “Bukan penangguhan penanganan, tapi pengalihan status menjadi tahanan kota,” ujarnya keÂmarin sore.
Hasby menambahkan, Pemkot Bogor hanya bisa memberi bantuan hukum sampai ditahapan itu saja. Mengenai bantuan materil atau peÂnyediaan pengacara, itu diluar baÂgian hukum Pemkot Bogor. “Kami kan tidak dalam tupoksi itu, kalau pidana kan itu pribadi, paling yah sekedar bantuan moril saja,” tuÂturnya.
Sedangkan untuk permohonan pengalihan status tahanan sendiri adalah hak dari Yudha sebagai tahÂanan titipan dari Kejari Kota Bogor. “Itu hak sebetulnya, kami memÂberikan jaminan saja. Surat sudah dikirimkan ke Kejari Bogor pada pukul 10:00WIB, Kamis (7/4),” tamÂbahnya.
Sementara itu Kasi Intel Kejari Bogor, Andhie Fajar Arianto memÂbenarkan ada surat dari Pemkot Bogor akan tetapi isi dari dispoÂsisinya bukan ditujukan kepada pihak Intelejen Kejari Bogor. Akan tetapi kalau ada surat ke pihaknya akan diterima dan dilakukan kajian terlebih dahulu. “Nantinya barulah diambil sikap pimpinan dan jaksa penuntut umum. Terkait penangaÂnan kasus tersebut,” ungkapnya.
Andhie melanjutkan, pengÂkajian akan dilakukan secepatnya oleh pihak Kejari Bogor. Sementara itu ada dua tersangka lain yang diÂminta penjadwalan ulang pemangÂgilan terhadap mereka. Terkait hal ini Kasi Intel enggan berkomentar, menurutnya kewenangan dua terÂsangka berada ditangan penyidik, jadi penyidik yang akan memberiÂkan waktu jadwal ulang. “Mudah-mudahan setelah dilakukan peÂmanggilan, keduanya kooperatif agar mempercepat penyelesaian perkara kasus Angkahong ini,” tamÂbahnya.
Andhie juga mengatakan, keÂseluruhan mekanisme sudah ada dalam undang-undang. Apabila alasan tidak dapat memenuhi pangÂgilan karena sedang berada diluar kota, maka akan dijadwalkan kemÂbali. “Itukan pengakuan tersangka, tetap kami tetap akan panggil dan jadwalkan ulang,” pungkasnya.
Seperi diketahui, sebelumnya desakan demi desakan dilakukan oleh Lembaga Survey Masyarakat (LSM) dan beberapa pengamat huÂkum di Kota Bogor untuk mengusut tuntas dugaan praktik korupsi yang dilakukan oleh ‘oknum-oknum’ terÂtentu.
Kasus Pasar Jambu Dua ini juga mencuat setelah adanya kejanggaÂlan dalam pembelian lahan seluas 7.302 meter persegi milik AngkaÂhong oleh Pemkot Bogor pada akhir 2014. Ternyata di dalamnya telah terjadi transaksi jual beli tanah eks garapan seluas 1.450 meter persegi. Dari 26 dokumen tanah yang disÂerahkan Angkahong kepada PemÂkot Bogor ternyata kepemilikannya beragam, mulai dari SHM, AJB hingÂga tanah bekas garapan.
Dengan dokumen yang berbeda itu, harga untuk pembebasan lahan Angkahong seluas 7.302 meter perÂsegi disepakati dengan harga Rp 43,1 miliar. Empat orang tersangka dari kalangan bawah, yakni Hidayat Yudha Priatna (Kepala Dinas KopÂerasi dan UMKM), Irwan Gumelar (Camat Bogor Barat), Hendricus Angkawidjaja alias Angkahong (PeÂmilik tanah yang dikabarkan meÂninggal dunia) dan Roni Nasrun AdÂnan (dari tim apraissal tanah).
Berkas perkara ini juga telah masuk ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Provinsi Jawa Barat dan tercium Kejaksaan Agung (Kejagung) serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ketiga lembaga yudikatif tertinggi itu kini tengah memantau dugaan adanya aktor intelektual dalam perkara ini. (*)