Proyek pembangunan Apartemen dan Hotel Gardenia, yang berlokasi di Jalan Raya KS Tubun, Kampung Neglasari, Kelurahan Cibuluh, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor, masih menyisakan seabreg konflik. Masih banyak pihak yang belum kebagian kompensasi alias ganti rugi dampak proyek. Kabar barunya, manajemen Gardenia malah buka-bukaan soal cipratan duit pelicin untuk menenangkan warga yang kontra. Berapa besarannya?
Oleh : GUNTUR EKO|YUSKA
[email protected]
Persamuhan di Rumah Makan Padang Trio, Jalan PadÂjajaran, Kota Bogor, SabÂtu(6/7/2015) siang, berlangÂsung hangat. Tetamuan itu tak sekedar agenda pringas-pringis.
Tetamuan itu membuka tabir beÂtapa sulitnya seorang investor berinÂvestasi di Kota Hujan. Bos Apartemen dan Hotel Gardenia, Mamat Setiawan, buka-bukaan soal cipratan dana komÂpensasi ke sejumlah elemen masyaraÂkat di sekitar proyeknya.
“Kalau pertemuan dengan semua RT, RW dan lurah sudah kami lakukan. Mungkin kalau ada yang masih kontra itu ya belum ada kecocokan kompenÂsasi yang kami bagikan,†kata Mamat, mengiyakan.
Mamat tak mau buka-bukaan soal harga sawer ke warga ring 1 dan ring 2 proyek miliknya. Yang jelas, dompet peÂrusahaannya mulai kempes. “Ya, kami maklumi saja lah. Namanya kontra itu pasti ada,†bebernya.
Lalu, apa suara Mamat soal kontraÂdiktif yang diletupkan pihak Yayasan Bahrul Ulum? Mamat membuka mulut. “Mereka meminta ajuan proposal ganti rugi yang nominalnya lumayan. Ya, kami pikirkan soal itu. Mungkin samÂpai sekarang belum ada titik temu. Kita akan upayakan agar semuanya clear,†janjinya.
Penelusuran BOGOR TODAY, hampir sebagian besar warga di ring 1 proyek malah tak kebagian jatah komÂpensasi. Malahan, pembagian kompenÂsasi yang besarannya dirigit kisaran Rp3 juta hingga Rp6 juta itu diciprat untuk pejabat-pejabat wilayah. Saweran diam itu dikoordinir oleh sejumlah tokoh maÂsyarakat.
Terpisah, Ketua Yayasan Bahrul Ulum, Taufiq Hidayat, mengatakan tiÂdak adanya bahasan dan pembicaraan lebih lanjut terkait izin gangguan, izin Analisis Dampak Lingkungan (amdal), ataupun kompensasi dalam hal perÂbaikan sekolah yang rusak, membuat pihaknya berpikir ulang. “Belum ada berita apa-apa ke yayasan. Izin permisi dan izin mengganggu pun nggak ada, perizinan amdal saja sekolahan saya tidak termasuk makanya di perizinan amdal mereka, sekolah dan yayasan saya tidak terdaftar, aneh kan? KeruÂsakan bangunan saja nggak mereka perrhatikan,†timpalnya, membeberÂkan.
Warga ring 1 proyek yang juga guru di Bahrul Ulum, Dini Kartika, mengimÂbuh. “Saya merasa tidak diberi ajuan persetujuan. Kesannya, mereka tutup telinga dan mata, padahal suara berisik dari pembangunan proyek sangat mengganggu proses KBM, apalagi anak-anak murid saya lagi Ujian Kenaikan KeÂlas (UKK),†beber Dini.
Walikota Bogor, Bima Arya SugiarÂto, juga tengah mengkaji ulang seluruh izin poryek itu. “Kami lihat dan koordiÂnasikan dengan dinas terkait ya,†kata dia.
Soal kaji-mengkaji ulang, Kadis Wasbangkim Kota Bogor, Boris DerurasÂman, mengakui, jika pihaknya tengah menyelaraskan seluruh izin, terutama siteplan proyek. “Kami akan lihat dan cocok kan dulu. Ya, nanti lihat ya hasilÂnya,†kata dia.
Sengkarut dan isu adanya pengruÂsakan aliran sungai di sekitar proyek juga disorot Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Barat.
Sang Direktur, Dadan Ramdan, mengaku siap mendampingi masyaraÂkat dan sekolah sekitar untuk menunÂtut Walikota Bogor, Bima Arya atas berdirinya Gardenia Residence. BahÂkan, ia juga sedang mengumpulkan bukti-bukti dokumen Amdal yang salah satunya didalmnya terdapat pemalsuÂan. “Walhi akan mendampingi keluhan masyarakat sekitar terkait pembanguÂnan Gardenia. Saya juga berani untuk tuntut Walikota,†tegasnya.
Dadan melanjutkan, seharusnya Pemkot mampu memastikan kewaÂjiban yang harus dijlankan oleh setiap pengusaha pada saat proses perizinan. Pasalnya, kata Dadan, banyak ditemuÂkan fakta yang tidak sesuai di lapangan, antara perizinan dan kenyataan.
“Seharusnya, Pemkot mampu dan berani untuk melakukan tindakan teÂgas kepada pengusaha. Tapi sangat diÂsayangkan jika Pemkot sendiri justeru lebih berorientasi pada sektor ekonomi. Padahal, banyak sektor lainnya yang bisa dijalankan tanpa mengorbankan kepentingan lingkungan hidup. Ini yang harusnya bisa dijalankan oleh Walikota Bogor,†tegasnya. (*)