JAKARTA TODAYÂ – Menteri Perhubungan Ignasius JoÂnan mengatakan telah mencabut sejumlah sertifikat operasi maskapai penerbangan (AOC) pada tahun ini. Maskapai tersebut dinilai gagal memenuhi standar keamanan dan keselamatan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) dan Undang-Undang PenerÂbangan. Jumlah AOC kini tak sampai 60 dari jumlah sebelumnya mencapai 73 pemegang AOC.
“Ini tak bisa dinegosiasikan,†kata Jonan di kantor Kementerian Perhubungan, Jakarta, Selasa(9/6/2015).
Jonan mengaku menerima keluhan dari pelaku bisnis dan tekanan politik setelah menÂcabut sejumlah AOC itu. Ia mengatakan, tekanan dari sejumlah pebisnis itu tak mudah ditangani. “Tapi kami berkomitmen menyelamatkan satu nyawa jauh lebih penting daripada menaikkan kapasitas transportasi dua kali lipat dalam waktu dekat,†kata Jonan.

Menurut Direktur Kelaikan Udara dan PenÂgoperasian Pesawat Udara Kementerian Perhubungan Muzaffar Ismail, pemegang AOC di Indonesia kini tinggal 57. Sebanyak 23 AOC untuk penerbangan berjadwal yang mengoperasikan pesawat di atas 30 kursi atau AOC 121, dan 36 AOC penerbangan komersial kapasitas 30 kursi atau kurang dan carter atau AOC 135.
Pencabutan AOC salah satunya dilakukan karena sumber daya manusia dan sosok-sosok kunci di maskapai tak memenuhi syarat. “Penerbangan carter yang banyak tak meÂmenuhi syarat. Kalau penerbangan berjadÂwal saya lihat mereka berkomitmen memenÂuhi standar,†kata MuÂzaffar.
Selain pencabuÂtan AOC, pemerintah juga telah memberÂhentikan operasi sejumlah maskapai penerÂbangan. Pencabutan operasi dilakukan setelah Kementerian mengirimi surat peringatan seÂbanyak lima kali. Di antaranya Mandala Airines (MDL), Manunggal Air Service, Merpati NusanÂtara Airlines dan Sky Aviation. “Dibutuhkan lima tahap untuk memberhentikan operasi maskapai penerbangan,†katanya.
(Yuska Apitya/net)