“YA mau bagaimana lagi? Kompetisi telah berhenti sedangkan saya harus mencari nafkah untuk istri dan juga anak. Jadi tidak apa-apa bermain tarkam. Selama masih halal saya rela melakukannya,†Nova Zainal
Oleh : Adilla Prasetyo Wibowo
[email protected]
Masih belum menentunya iklim kompetisi pertandÂingan sepakbola di Tanah Air, memaksa para pemain sepakbola profesional yang mengganÂtungkan hidupnya dari sepakbola untuk terus bermain di liga-liga antar kampung (tarkam).
Di Bogor, berawal dari pertandingan segitiga Trofeo Charity Match yang meliÂbatkan dua punggawa Kota Hujan, PerÂsatuan Sepakbola Bogor (PSB), Persatuan Sepakbola Indonesia Kabupaten Bogor (Persokabo) serta Garuda All Star yang bermaterikan pemain nasional.
Setelah itu, banyak pemain QNB League yang tetap bermain liga tarkam di Bogor. sebut saja nama-nama seperti Gunawan Dwi Cahyo dan Asep Berlian. “Keahlian saya hanya bermain sepakÂbola. Hanya itu saja tumpuan hidup saya sekeluarga,†kata Gunawan usai laga TroÂfeo Charity Match.
Selain itu, pemain gaek Nova Zainal juga ikut turun main di tarkam. BerÂmandikan keringat tak membuat Nova Zainal lupa menebar senyuman hangat. Padahal tampak jelas sekali raut wajah yang lelah sehabis bertanding, namun ia tetap meluangkan waktu untuk meÂnyapa penonton bahkan membiarkan beberapa orang fans untuk berfoto berÂsama dirinya.
Nova mungkin nama pesepak bola yang tidak terlalu populer di Indonesia. Ia kalah beken dengan rekan seangkatanÂnya seperti Bambang Pamungkas, Ismed Sofyan, Kurniawan Dwi Yulianto, hingga Evan Dimas yang masih terbilang hijau di ranah sepak bola Tanah Air.
Namun, semua itu dianggapnya anÂgin lalu. Di usia yang tidak muda lagi Nova masih saja bermain sepak bola. Berbagai macam klub pernah ia perkuat, mulai dari Persikota Tangerang, Persis Solo hingga PPSM Sakti Magelang yang saat ini berkiprah di Divisi Utama Liga Indonesia.
Selama berkarier sebagai pemain sepak bola nasional, pria berusia 38 taÂhun tersebut belum pernah merasakan nikmatnya menjadi juara di kompetisi tertinggi. Bahkan Nova tak pernah sekaÂlipun membela timnas Indonesia. Ini merupakan realita yang harus diterimanÂya dengan lapang dada.
Semenjak PSSI dan PT Liga memutusÂkan menghentikan kompetisi musim ini, pria asal Garut itu harus pontang-panting mencari penghasilan lain. Ia pun rela jadi pemain antar kampung (tarkam) demi mencari sesuap nasi dan juga melanjutÂkan hidup.
“Ya mau bagaimana lagi? KompeÂtisi telah berhenti sedangkan saya haÂrus mencari nafkah untuk istri dan juga anak. Jadi tidak apa-apa bermain tarkam. Selama masih halal saya rela melakukanÂnya,†kata Nova seusai bermain tarkam di lapangan Latus, Ciputat.
Tentunya bermain tarkam tidaklah mudah, sebab kualitas lapangan yang ada pasti di bawah standar nasional. Bahkan tak jarang rumput-rumput hanÂya tumbuh pada beberapa titik di laÂpangan. Selain itu tanah yang tidak rata menjadi hal yang lumrah. Tak heran kalau faktor keamananan selalu dikesaÂmpingkan.
Melihat fakta seperti itu, pria kelaÂhiran 1977 tersebut tak merasa takut. Ia mengatakan sebelum terjun ke dalam kompetisi sepak bola profesional sudah pernah merasakan kerasnya permainan tarkam. Nova menyebut tidak kaget denÂgan atmosfer pertandingan tarkam.
“Dulu saya sempat bermain tarkam, jadi saya tidak kaget dengan cara berÂmainnya. Selama ini orang berpikir berÂmain tarkam itu berbahaya, tapi menuÂrut saya itu merupakan anggapan yang berlebihan. Saya tidak mematok harga tinggi untuk bermain. Hanya Rp 1 juta – Rp 1,5 juta bila ada tim tarkam yang ingin mengajak saya bergabung bersama timÂnya,†tutup Nova.