JAKARTA, Today – Suku bunga kredit untuk sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) memiliki peluang unÂtuk turun, bahkan mencapai single digit.
Chief Economist PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Ryan Kiryanto mengataÂkan salah satu penentu besaran suku bunga kredit adalah biaya dana atau cost of fund perbanÂkan yang dipengaruhi oleh inÂflasi. “Kalau inflasi bisa turun ke arah tiga persen hingga lima persen dan stabil, suatu ketika dalam kurun waktu 3 hingga 4 tahun suku bunga kredit UMKM bisa single digit,†katanya di JaÂkarta, Senin (15/6/2015).
Untuk dapat mencapai inÂflasi tiga persen hingga lima persen, Ryan menuturkan pemerintah harus segera meÂmulai proyek-proyek pembanÂgunan infrastruktur. “Dengan infrastruktur yang baik, maka biaya logistik menjadi murah dan dapat menekan tingkat inÂflasi,†ucap Ryan.
Bank Indonesia (BI) menÂcatat tingkat inflasi per Mei 2015 sebesar 7,15 persen seÂcara tahunan atau lebih tinggi dibandingkan inflasi bulan seÂbelumnya yang sebesar 6,79 persen year on year. PeningkaÂtan ini disebabkan oleh peningÂkatan inflasi bahan makanan bergejolak (volatile food). ReÂalisasi inflasi tersebut di atas rata-rata inflasi historis pada bulan Mei dalam enam tahun terakhir.
Peningkatan inflasi volatile food terutama terjadi pada koÂmoditas aneka cabai, daging dan telur ayam ras, bawang merah, dan bawang putih. TeÂkanan harga pada komoditas tersebut lebih tinggi dari peÂnurunan harga beras yang menyumbang deflasi sebesar 0,04 persen.
Selain itu, tekanan inflasi juga terjadi pada kelompok harga barang yang dikenÂdalikan oleh Pemerintah (adÂministered prices), terutama didorong oleh kenaikan taÂrif listrik dan tarif angkutan udara. Namun, tekanan inflasi inti masih terjaga di level yang cukup rendah yakni sebesar 0,23 persen month to month.
Sementara itu, berdasarkan daftar suku bunga dasar kredit yang dikeluarkan oleh BI per April 2015 suku bunga dasar kredit ritel perbankan nasional rata-rata sebesar 12 persen hingga 14 persen. PT Bank Mega Tbk mematok SBDK ritel paling tinggi sebesar 18 persen, sedangkan SBDK ritel paling rendah dipatok oleh PT Bank Pembangunan Daerah SulaweÂsi Tengah sebesar 6,11 persen.
Untuk sektor mikro, SBDK perbankan lebih tinggi dibandingkan sektor rite. Rerata perbankan mematok SBDK untuk segmen mikro di atas 15 persen, bahkan ada yang temÂbus 20 persen. PT Bank Mutiara menetapkan SBDK mikro paling tinggi di antara bank-bank lain, yakni sebesar 22,5 persen. Sementara itu, Bank of China Limited tercatat sebagai bank yang menawarkan SBDK paling rendah untuk segmen mikro sebesar 6,82 persen.
(Adil | net)