Mengapa ada menteri , kepala dinas ataupun manajer di berbagai peruÂsahaan harus dicoÂpot sebelum masa jabatan mereka beÂrakhir ?
Masyarakat sering bertanya namun nyaris jarang menemukan jawaban yang pasti. Apalagi kalau sudah dikaitkan dengan politik. Maka jawabanya semakin absurd. Dari segi manajemen strategi mereka dinilai tidak bisa berkontribusi nyata.
Kita ketahui bahwa yang perÂmanen didunia ini adalah peÂrubahan. Oleh karena itu, tugas utama menteri, kepala dinas atau manajer dalam konteks ini adalah membuat strategi yang sesuai untuk mensiasati setiap perubahan yang mempengaruhi kinerja lembaga yang dipÂimpinnya.
Tugas kedua mereka adalah melakukan eksekusi sesuai strategi terseÂbut. Ketika merÂeka tidak berani mengeksekusi strategi dengan seÂgala konsekwensinya, maka berbagai strategi itu akan menjadi dokumen mati. Bila jarak (gap) antara strategi dan eksekusi semakin jauh, maka eksistensi para pemimpin tersebut patut dipertanyakan.
Dari pengalaman kami melakukan Organisasional DeÂvelopment di beberapa lembaÂga, diketahui ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya gap tersebut.
Pertama, Kurangnya dukunÂgan dari eksekutif atas berbÂagai strategi yang ada. Budaya perusahaan tidak menghargai strategi dan pemimpin kurang melakukan monitoring dan evalÂuasi mengenai proses eksekusi.
Kedua, strategi tidak dikoÂmunikasikan secara asertif. SeÂhingga mereka tidak mengetahui pengaruh (feed back) strategi dari orang-orang yang dipimÂpinnya.
Ketiga, Tidak jelas siapa yang harus bertanggung jawab dalam inisiatif mengeksekusi strategi tersebut. Akibatnya tidak ada peÂmimpin yang merasa perlu memÂbuat eksekusi yang ujungnya bisa beresiko bagi jabatan mereka.
Keempat, Tidak adanya sistem insentif yang berhubunÂgan dengan strategi dan eksekuÂsi. Sehingga berbagai sasaran kerja pemimpin sering tidak seÂjalan dengan sasaran lembaga atau perusahaan.
Agar keberadaan menteri, kepala dinas atau manager berÂmanfaat bagi yang dipimpinnya, mereka perlu menjalankan best practices dimana strategi harus selaras dengan berbagai inisiatif, dapat diukur dan sesuai konÂteknya. Komunikasi dan sistem insenstif perlu dijalankan agar pemimpin dan karyawan dapat berkolaborasi dalam eksekusi setiap strategi. Sehingga kinerja mereka menjadi nyata.
Ismet Ali
Master Coach Soft Skills (*)