Proyek pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Desa HamÂbalang, Kabupaten Bogor, kini sudah berubah fungsi. BanÂgunan megah menÂjulang tinggi itu gagal jadi tempat olahraga, tapi malah jadi temÂpat mesum dan pesta minuman keras (miras).
Oleh : (Yuska Apitya Aji)
RIÂWAYAT proyek ini memang menyimÂpan segudang cerita. Mangkrak sejak 2013 karena kasus korupsi, Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) berenÂcana melanjutkannya tahun ini.
Minggu(26/7/2015), Sekretaris MenÂpora Alfitra Salam didampingi Deputi Bidang HarÂmonisasi dan Kemitraan Gatot S Dewa Broto, Kepala Inspektorat Syaiful Rahmad Hasibuan, Asisten Deputi PembanÂgunan Prasarana dan Sarana Olahraga Wisler Manalu dan Arsitektur Timmy Setiawan meninjau satu per satu geÂdung di komplek olahraÂga seluas 33 hektare itu.
“Kita telah secara langsung melihat perkembangan teraÂkhir pembangunan Hambalang dan meskiÂpun telah ada laporan tahun 2013 tapi kita berharap secapat mungÂkin dilakukan audit resmi terhadap Hambalang ini,†kata Alfitra Salamm, Minggu (26/7/2015).
Setelah audit dilaksanakan, pihak Kemenpora berencana meÂnyelesaikan pembangunan dan renoÂvasi pusat pelatihan olahraga yang baru 70-90 persen rampung dan telah menghabiskan dana miliaran ruÂpiah itu. “Nantinya hasil audit ini diharapkan dapat menjadi bahan untuk mengambil langkah selanÂjutnya, kira-kira mana saja yang bisa diteruskan dan mana saja yang tidak bisa diteruskan (pembanguÂnannya),†Alfitra menambahkan.
Dia menilai proyek P3SON ini sangat prospektif dan baik untuk diÂlanjutkan demi perkembangan olahÂraga nasional. “Secepat mungkin audit ini akan dilakukan dalam dua atau tiga bulan kemudian hasilnya akan kita laporkan kepada Menpora Imam Nahrawi dan setelah beliau melaporkan kepada Wakil Presiden, diharapkan tahun depan KemenpoÂra bisa menyiapkan anggaran untuk Hambalang apabila diteruskan pemÂbangunannya,†ujarnya.
Selain audit menyeluruh atas kondisi bangunan, Alfitra juga meÂnekankan pentingnya skala prioriÂtas untuk SMA dan SMP di P3SON Hambalang yang pembangunan gedungnya sudah hampir 90 persen jadi sehingga layak untuk diteruskan.
Terkait berita tentang adanya tanah yang longsor di komplek olahraga Hambalang, Alfitra meÂnilai tidak ada yang longsor melÂainkan hanya tanah urukan yang terkena hujan. “Saya tidak melihat tanah longsor yang begitu besar, tetapi hasil dari pengamat dari ahli tanah memang harus diadakan pengaturan kanal-kanal khusus untuk pengaliran air sehingga tidak terjadi pengendapan air,†katanya.
Jadi Lautan Tuak
Sejak hiruk pikuk pembanguÂnan pusat pendidikan olahraga yang terletak di Desa Hambalang, Kecamatan Citeurep, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, terhenti, wilayah ini berubah menjadi kawasan sepi.
Proyek yang memakan dana Rp 2,7 triliun yang kini mangkrak itu dimanfaatkan para muda-mudi untuk berpacaran. Bahkan, lebih sering dijadikan arena pesta minuÂman keras (miras), mulai dari tuak, intisari dan minuman receh kelas pedesaan.
Setiap hari sepanjang jalan dari bawah bukit sampai Kompleks Hambalang kerap ditemui para muda-mudi berkencan singkat di atas sepeda motor, di dalam hutan alang-alang, atau di dalam komÂpleks. Jalan ini dibangun mulai dari ujung permukiman di kaki bukit lalu menanjak hingga ke lokasi proyek di atas Bukit Hambalang.
Karena letak proyek di atas bukit, kontur jalannya pun curam dan berkelok-kelok. Di beberapa titik, kemiringan jalan bahkan mencapai 45 derajat. Kendaraan yang fungsi remnya tak memadai, sebaiknya tidak melalui jalan di kawasan ini. Selain curam, jalaÂnan menuju proyek Hambalang juga sepi. Di kanan-kiri jalan hanya terdapat hutan berisi pepohonan besar hingga sepanjang lebih dari 1 kilometer. Pada pagi atau sore hari, lokasi ini sangat sejuk. NaÂmun, waktu malam akan berubah menjadi mencekam karena lokasi ini tak dilengkapi dengan peneranÂgan yang cukup.
Menurut warga, jalan aspal ini sudah berumur lebih dari 10 tahun. Karenanya, tak heran jalan yang tadinya mulus kini telah retak di beberapa titik.
Mesum Area Karena suasana jalanan ditambah hutan yang sepi, jalur menuju proyek Hambalang ini kerap digunakan untuk pacaÂran. Bahkan, warga seringkali meÂmergoki pasangan yang berbuat asusila di semak-semak atau di balik pepohonan yang rindang. PaÂsangan yang pacaran di sepanjang jalan itu mulai usia SMP hingga paÂsangan paruh baya.
Bagi Halaman