Untitled-5JAKARTA, TODAY — Tekanan terhadap ru­piah semain berat dan sulit dikendalikan. Setelah Tiongkok melemahkan yuan, disusul devaluasi Vietnam, lalu leda­kan bom di Thailan, dan gonjang-ganjing politik di Malaysia, membuat posisi rupiah kian sulit.

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menjelaskan, kondisi bu­ruk tersebut membuat para pedagang mata uang beranggapan bahwa Asia Tenggara sedang bermasalah. Dampaknya, nilai tukar rupiah jatuh hingga di level Rp 13.900/USD.

“ P a r a trader mata uang memper­seps i kan Asia Teng­gara ini ada sedikit masalah dengan bom di Thailand, gonjang-ganjing politik di Malaysia, Vietnam juga baru saja mendevaluasi mata uangnya, jadi tekanan terhadap rupiah memang tidak mudah pada hari-hari ini,” papar Bambang usai rapat dengan Badan Anggaran di Ge­dung DPR, Jakarta, Rabu (19/8/2015).

Dia menyatakan, tekanan terhadap ru­piah saat ini murni berasal dari faktor-faktor eksternal, bukan dari dalam negeri, sehingga amat sulit untuk dihadapi. Tekanan terberat yang harus dihadapi rupiah adalah perang mata uang dimana banyak negara, seperti China, sengaja menurunkan nilai mata uang­nya untuk menggenjot ekspor. “Kalau (fak­tor) internal tidak ada, ini benar-benar pure dari eksternal yang dimulai dari devaluasi mata uang,” tukasnya.

BACA JUGA :  Petik Kemenangan, Timnas Indonesia di Peringkat 2 Klasemen Grup F Kualifikasi Piala Dunia 2026

Sebagai informasi, menurut data Jakarta Interspot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indone­sia, nilai tukar rupiah terhadap dolar Ameri­ka pada 18 Agustus sudah melemah 68 poin.

Untuk menjaga rupiah tetap stabil, Bank Indonesia (BI) akan memperketat pen­gawasan transaksi pembelian USD. Pem­batasan ini dilakukan dengan membatasi pembelian valuta asing (valas), khususnya USD tanpa underlying transactions (tujuan transaksi).

Pembelian USD tanpa underlying transac­tions dibatasi hanya menjadi USD 25.000 per bulan, dari sebelumnya bisa USD 100.000 per bulan.

Kebijakan pembatasan transaksi valas ini dikeluhkan pengelola money changer karena bisa mengurangi transaksi valas. “Kalau pem­batasan untuk nasabah harusnya jangan yah. Kalau kita untuk pedagang jelas rugi. Karena pasti ada berkurang orang yang datang me­nukar,” kata Surya, Manager Cabang Men­teng PT Valuta Inti Prima pada detikFinance, Rabu (19/8/2018).

BACA JUGA :  Kebakaran Hanguskan Ratusan Kios dan Puluhan Ruko di Pasar Padeldela Halmahera Timur

Di money changer yang dikelolalnya, menurut Surya, banyak sekali nasabah yang menukarkan uangnya di atas USD 25.000 dalam sehari. “Sekarang kan masih dibatasi kalau di batas USD 100.000 per bulan. Kalau dibatasi jadi maksimal USD 25.000 per bulan yang nasabah mau tukar USD 100.000 harus 4 bulan dulu baru bisa tukar,” jelasnya.

Menurut Surya, aturan tersebut selain merugikan pengelola money changer juga akan menyulitkan masyarakat yang sedang memang sedang butuh dolar. “Yah orang kan butuh dolar bukan hanya yang buat speku­lasi, jangan disamaratakan. Ada yang butuh dolar karena memang untuk keperluan. Di sini saja yang nukar di atas USD 1.000 rata-rata bisa 300-an orang,” katanya.

(Alfian Mujani)

============================================================
============================================================
============================================================