Mereka melarang rumah potong untuk beraktivitas,†kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Brigjen Victor Edison Simanjuntak, Jumat (21/8/2015).
Adapun dua orang yang diÂperiksa itu adalah Direktur EkseÂkutif Asosiasi Produsen Daging dan Feedlot Indonesia, Johny Liano, serta Ketua Umum AsoÂsiasi Pegusaha Pemotongan HeÂwan Indonesia, Abud Hadiyanto. “Mereka mengakui itu, pelaranÂgan pemotongan sapi, dan menÂgakui mereka yang keluarkan suÂrat itu,†ujarnya.
Victor mengatakan berdasarÂkan hasil pengecekan ke dua feedÂloter di Tangerang, PT TUM dan BPS, penyidik menemukan 21.933 ekor sapi. Sementara 5.498 ekor adalah sapi siap potong. “Jumlah itu diprediksi mencukupi hingga Januari 2016. Stoknya ada tapi tidak dijual, malah minta kuota impor,†kata Victor. “Mereka ingin memaksa pemerintah memberi kuota baru dengan cara ada kelÂangkaan karena ada kelangkaan pemerintah harus membuka kran kuota impor lagi,†imbuh Victor.

Dalam kesempatan terpisah, Victor menyinggung motif para pengusaha Feedlot mengedarkan surat tersebut sebagai langkah mengkondisikan kelangkaan dagÂing sapi di pasaran. Modus yang dilakukan tersebut sebagai perlaÂwanan para pengusaha terhadap pemerintah yang membatasi kerÂan kuota impor sapi. Dengan kelÂangkaan daging, para pengusaha itu berharap pemerintah kembali membuka keran impor sapi.
Terkait stok daging, kata VicÂtor, setelah mengecek dua FeedÂlot besar di Tangerang didapati bahwa stok daging sapi yang diÂmiliki kedua feedlot tersebut mencukupi untuk pemasaran wilayah Jabodetabek hingga JanuÂari 2016. Hasil pengecekan di PT TUM dan BPS, ditemukan 21.933 ekor sapi. Sementara 5.498 ekor adalah sapi siap potong. Penyidik menyiapkan pasal 53 UU 18/2012 tentang Pangan dan pasal 107 dan 29 UU 7/2014 yang dikaitkan denÂgan Keppres nomor 21 tahun 2015 yang isinya bahwa sapi itu meruÂpakan bahan pokok.
YUSKA APITYA AJI ISWANTO
[email protected] (net)