Untitled-9DEWAN Perwakilan Rakyat (DPR) mendesak pemerintah menurunkan harga jual premium dan solar bersubsidi mengingat harga keekonomiannya lebih rendah dari harga jual saat ini. Desakkan ini meluncur dari Senayan menyusul kejatuhan harga minyak dunia yang saat ini sudah menyentuh US$ 40 per barel.

YUSKA APITYA AJI ISWANTO
[email protected]

Premium kan begini, waktu harga minyak US$ 60 per barel, untuk RON 92 di Singapura kalau dibawa ke Indonesia harganya Rp 6.900 per liter. Nah sekarang min­yaknya sudah di bawah US$ 43 per barel, seharusnya turun,” ujar Ketua Komisi VII DPR RI, Kardaya Warnika di Jakarta, Kamis (27/8/2015).

Per liter dan solar subsidi pada level Rp 6.900 per liter untuk wilayah Jawa, Madura dan Bali ( Ja­mali). Alasan pemerintah menahan harga BBM kala itu adalah demi mengendalikan eskalasi harga ba­rang-barang (inflasi) tatkala harga minyak dunia berada pada posisi US$ 60 per barel.

Akan tetapi, seiring dengan tren pelemahan harga yang terus terjadi hinga saat ini, pemerintah tak kun­jung menurunkan harga jual pre­mium dan solar subsidi dengan alibi menutup selisih rugi PT Pertamina (Persero) yang selama ini menyalur­kan BBM di bawah harga keekono­mian.

BACA JUGA :  Bunuh Bayi yang Baru Dilahirkan, Siswi SMA di Cilacap Ditangkap

Kardaya Warnika menduga keputusan tersebut diambil karena mempertimbangkan permohonan Pertamina, yang meminta jaminan keuntungan laba sebesar US$ 1,7 mil­iar per tahun.

Karenanya, Kardaya menegaskan sudah seharusnya pemerintah men­dahulukan kepentingan masyarakat ketimbang Pertamina. “Yang akan dibantu rakyat atau Pertamina? Ka­lau menurut saya, untuk energi ini rakyat harus didahulukan,” ujar mantan Kepala Badan Pengelola Us­aha Hulu Migas (BP Migas) ini.

Pada kesempatan terpisah, Men­teri ESDM Sudirman Said mengaku tengah mengkaji dua opsi menyusul terus anjloknya harga minyak dalam beberapa waktu terakhir.

Opsi pertama, adalah menurunk­an harga jual BBM. Sementara yang kedua mempertahankan harga yang keuntungannya akan dipakai untuk menambal kerugian Pertamina dari menahan harga jual beberapa waktu lalu yang diklaim mencapai Rp 12,5 triliun. “Sekarang teman-teman dari Ditjen Migas sedang mengkaji, besok lusa akan diumumkan,” kata Sudirman usai rapat koordinasi di Kantor Kemenko Perekonomian, Kamis (27/8/2015).

Sudirman Said juga memastikan tidak akan ada kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dalam waktu dekat meski PT Pertamina (persero) selaku distributor mengaku merugi. Sudirman Said justru membuka opsi penurunan harga BBM meski tidak disebutkan kapan akan dilakukan. “Tidak akan ada kenaikan harga BBM,” tegas Sudirman usai rapat koordinasi di Kantor Kemenko Pere­konomian, Kamis (27/8/2015).

BACA JUGA :  Perawat RS Santosa Ditemukan Tewas Gantung Diri di Kontrakan, Gegerkan Warga Bandung

Menurut Sudirman, setiap bulan pemerintah mengkaji perkemban­gan harga minyak sebagai dasar pen­etapan harga jual BBM yang ideal sesuai dengan harga keekonomian. Saat ini opsi yang tengah dipertim­bangkan adalah menurunkan harga jual BBM atau mempertahankan harga. “Jadi sekarang teman-teman dari Ditjen Migas sedang mengkaji, besok lusa akan diumumkan,” tu­turnya.

Apabila opsi kedua yang dipilih, lanjut Sudirman, maka selisih harga jual dengan harga keekonomian yang kelebihan akan digunakan untuk dua hal. “Pertama, meng­kompensasi kerugian Pertamina kemarin. Kedua, supaya kita punya tabungan untuk membangun listrik terluar, membangun infrastruktur di daerah timur, dan mempercepat pembangunan depot-depot,” je­lasnya.

Dari kerugian Rp 12 triliun yang diklaim Pertamina, Menteri ESDM belum bisa menjelaskan berapa besar yang sudah berhasil ditutup. “Saya harus cek ke Pertamina,” ujarnya singkat. (*)

============================================================
============================================================
============================================================