KETIKA kita melihat seorang pria setengah baya keluar dari diskotik pada tengah malam, menggandeng tangan seorang wanita muda, kemungÂkinan besar kita menyangka bahwa lelaki itu tidak beÂnar. Lelaki hidung belang. Padahal, faktanya lelaki itu adalah seorang ayah yang peduli sekali pada puterinya. Ia mencarinya sepanjang hari karena puterinya diajak paksa teman-temannya. Dan, putri itu ditemukan berada di diskotik. Kita salah paham.
Ketika kita melihat seorang lelaki berdiri tegak di atas menara masjid, berucap dengan tegas: “Ana rabbukum al-a’laa†(Aku adalah tuhanmu yang maha tinggi).’’ Kemungkinan kita menyangka orang itu sedang mengaji, membaca Alqur’an. Padahal lelaki itu bermakÂsud mengikuti jejak Fir’aun yang menganggap dirinya sebagai tuhan. Kita salah paham.
Sejatinya kita tak memiliki kemampuan untuk membaca niat seseorang. Sebab, urusan hati seseorang hanya dia dengan TuÂhannya yang tahu. Karena itu, agama menÂgajarkan agar kita selalu berbaik sangka keÂpada setiap orang. Ini jauh lebih mulia dan menenteramkan ketimbang menilai dan menghakimi sesuatu yang kita tak tahu perÂsis. Ini namanya buruk sangka. Salah paham.