118558_620SETELAH tertunda hampir sebulan, pembangunan proyek Light Rail Transit (LTR) akhirnya dimulai. Groundbreaking tahap pertama dilakukan Rabu (9/9/2015) hari ini pukul 09.00. Presiden Joko Widodo tampaknya sengaja memilih angka keramat 9.

YUSKA APITYA
[email protected]

Tanggal 9, bulan 9, dan pukul 09.00, akan dilakukan grounbreaking mu­lai dibangunnya LRT yang pertama di Indonesia,” ujar Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Per­hubungan Hermanto di Jakarta, Selasa (8/9/2015).

Keputusan ini diambil setelah pengembangan kereta cepat (High Speed Railway/HSR) ju­rusan Jakarta-Bandung dibatalkan. Presiden Joko Widodo menugaskan PT Adhi Karya Tbk untuk mengembangkan angkutan massal perkotaan berbasis rel.

Proyek LRT ini akan membentang dari kota pinggiran Jakarta seperti Bekasi, Cibu­bur, Depok, dan Bogor ke pusat Kota Jakarta, sepanjang 74 kilometer (km).

Pembangunan LRT mencakup tiga trase, yaitu Cibubur-Cawang sepanjang 13,7 kilome­ter, Cawang-Dukuh Atas sepanjang 10,5 kilo­meter (Tahap I A) dan Bekasi Timur-Cawang sepanjang 17,9 kilometer (Tahap I B).

Hermanto mengatakan, pembangunan LRT itu sudah diatur dalam Peraturan Presiden No­mor 98 Tahun 2015 tentang Percepatan Kereta Api Ringan atau Light Rail Transit Terintegrasi di Wilayah Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi.

Dalam Perpres juga disebutkan bahwa PT Adhi Karya Tbk ditunjuk sebagai badan usaha milik negara yang akan membangun prasa­rana LRT. Nilai investasi tahap pertama sekitar Rp 11,9 triliun atau separuh dari total proyek LRT, yakni Rp 23,8 triliun.

Adhi Karya akan membangun prasarana LRT sepanjang 80 kilometer yang melingkupi Bogor, Jakarta, dan Bekasi. Pembangunan LRT ini merupakan upaya pemerintah mengurangi kemacetan lalu lintas di wilayah Jabodetabek.

Rencana umum jaringan kereta api itu ter­tuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 54 Tahun 2015. Diperkirakan, pem­bangunan tahap pertama akan selesai pada akhir 2017, dan alat transportasi tersebut di­harapkan bisa beroperasi pada awal 2018.

Selain Adhi Karya, proyek LRT digagas oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Proyek LRT dari Pemprov DKI direncanakan meliputi tu­juh koridor LRT, yakni Kebayoran Lama-Kelapa Gading (21,6 km), Tanah Abang-Pulomas (17,6 km), Joglo-Tanah Abang (11 km), Puri Kemban­gan-Tanah Abang (9,3 km), Pesing-Kelapa Gad­ing (20,7 km), Pesing-Bandara Soekarno-Hatta (18,5 km), dan Cempaka Putih-Ancol (10 km).

BACA JUGA :  Takjil Buka Puasa dengan Bubur Mutiara, Ini Dia Resepnya

Dia menjelaskan, usulan awal pemban­gunan dan pengoperasian LRT ini juga dis­erahkan kepada Adhi Karya. Namun, dengan beban pembangunan dan pengoperasian di­tanggung Adhi Karya, diperkirakan harga tiket LRT sekitar Rp 37.500 per orang.

Pemerintah menilai harga tiket Rp 37.500 tersebut cukup mahal. Oleh karena itu, pemerintah akan mengambil alih prasarana LRT setelah selesai nanti. Sementara untuk penyediaan sarana LRT, pemerintah akan melakukan lelang untuk pihak swasta. Dengan begitu, pemerintah yakin harga tiket LRT akan turun menjadi Rp 10.000 hingga Rp 15.000.

“Diharapkan proyek ini sudah sebelum dilaksanakan pesta olah raga Asian Games 2018. Karena waktu mepet perlu per cepa­tan,” kata Hermanto.

Baranangsiang Terminal LRT

Walikota Bogor, Bima Arya dan pemerin­tah pusat juga telah sepakat untuk memban­gun terminal LRT di Terminal Baranangsiang. Dipilihnya Baranangsiang diharapkan agar akses lebih mudah untuk terintegrasi dengan transportasi lainnya.

“Kami berharap semuanya berjalan sesuai progres yang telah disepakati bersa­ma,” kata Bima Arya, saat dihubungi, Selasa (9/9/2015) petang.

Bima berharap banyak dengan percepa­tan LRT ini, warga Bogor yang setiap hari be­raktivitas ke Jakarta mendapatkan pelayanan yang layak. “Commuter line sekarang itu su­dah padat sekali. Keberangkatannya terjadi setiap 6 menit sekali. Volume commuters yang naik di kereta itu juga bisa 200.000. Makanya kita sangat butuh sekali ,” ungkapnya.

Progres lain, kata Bima, Pemkot Bogor mengusulkan untuk digunakan terminal baru di area Tanah Baru. Karena menurutnya Ter­minal Baranangsiang sudah cukup padat diisi oleh transportasi lain.

“Kita sedang memecah konsentrasi dan beban kendaraan ke pinggir-pinggir. Sekarang padat semua. Maka kita sampaikan opsi ked­ua, nanti LRT selain di Baranangsiang ada di Tanah Baru,” terang doktor Ilmu Politik lulsan Universitas Nasional Australia ini.

BACA JUGA :  Polisi Tangkap Pencuri Pagar Besi di Tempat Pemandian Air Panas Parung

Menurut Bima, pengguna yang selama ini memanfaatkan Terminal Baranangsiang akan berkurang setengahnya bila dialihkan ke Tanah Baru. Lahan yang tersedia dan siap untuk dibebas­kan mencapai 5 hektare. “Pasti akan mengurangi, mungkin bisa setengahnya. Kalau di Baranang­siang semua kan padat sekali Kota Bogor,” kata dia.

Sebagaimana diketahui, Terminal Baranan­gsiang sampai saat ini masih statusquo. Proyek­si revitalisasi Terminal Baranangsiang masih menunggu hasil kajian yang dilakukan oleh tim yang telah dibentuk oleh Pemerintah Kota Bo­gor. “Saya sudah instruksikan tim ahli bangunan untuk mempercepat kajian terhadap rancangan revitalisasi Terminal Barangsiang,” kata Bima.

Bima mengatakan, pembicaraan terkait Terminal Baranangsiang juga sudah dilak­sanakan dengan DPRD, sehingga rencana op­timalisasi masih akan menunggu hasil kajian tim. “Kita akan melibatkan KPTB dalam pem­bahasan lanjutan Terminal Baranangsiang, agar semua masukan dapat diakomodir,” katanya.

Revitalisasi Terminal Baranangsiang telah mangkrak hampir dua tahun. Belum adanya titik temu mengenai desain terminal masih menjadi persoalan yang menyebabkan pem­bangunan belum juga dilakukan.

Kehadiran hotel dan mall mendapat pe­nolakan dari warga yang terhimpun dalam KPTB. Warga menilai keberadaan fasilitas pendukung tersebut mengancam keberlang­sungan hidup warga sekitar.

Sementara itu, rancangan revitalisasi Ter­minal Baranangsiang yang disiapkan oleh PT Pancakarya Grahatama Indonesia (PGI) telah di­revisi tiga kali. Namun, Pemerintah Kota Bogor belum menyepakati rancangan tersebut, hal ini terkait ketinggian bangunan yang mencapai 17 lantai. “Tidak ada titik temu desain, antara war­ga dan PT PGI. Sempat PT PGI mendukung satu rencana dan diterima oleh warga, tapi keting­gian ini yang belum bisa kita izinkan,” kata Bima.

Bima menilai, pembangunan gedung 17 lantai di Terminal Baranangsiang akan me­nimbulkan kemacetan di kawasan tersebut, apalagi tidak didukung dengan adanya pem­bangunan “underpass”. “PT PGI sudah mau mengalah untuk menurunkan ketinggian menjadi 14 lantai, soal lantai ini masih tergan­tung hasil kajian tim,” kata Bima. (*)

============================================================
============================================================
============================================================