BOGOR, TODAY – Orang-orang muslim dan musyrik tahu, bahwa Abu Bakar dalam membelanjakan hartanya ke jalan Allah bukanlah semata-mata karena kehormatan dan cita-cita dunia atau kebesaÂran yang dibanggakan manusia. Sifat inilah yang menghiasi orang-orang muslim, seperti sahabat Abu Bakar R.a.
Suatu ketika baginda RasuÂlullah S.a.w. berdiri di depan Ka`bah, beliau membacakan ayat-ayat Al-Qur`an kepada orang-orang musyrik. Mereka lalu berdiri dan hendak memuÂkul Nabi, namun kedahuluan Abu Bakar melihat peristiwa itu, sehingga dia buru-buru melindÂungi Rasulullah seraya berkata, “Apakah kalian akan membunuh setiap orang yang mengatakan, “Allah adalah Tuhanku?â€
Melihat ada orang yang memÂbela Nabi, orang-orang musyrik lalu meninggalkan Nabi S.a.w., dan mereka malah menyerang dan memukul Abu Bakar, namun Abu Bakar menerimanya dengan sabar, hingga wajahnya memÂbengkak dan lebam.
Orang-orang musyrik tidak mengetahui lagi mana mata dan hidungnya, karena bentuk waÂjahnya tidak tampak secara semÂpurna. Mereka menyangka bahÂwa Abu Bakar telah tewas, lalu mereka meninggalkannya. KemuÂdian Bani Taim yang merupakan kaum atau kabilah Abu Bakar datang dan membawa Abu BaÂkar ke rumahnya, Bani Taim berÂsumpah akan membunuh orang yang telah melukai Abu Bakar ini jika Abu Bakar meninggal karena luka tersebut.
Sampai di rumah Abu Bakar tersadar, dan di saat ia tersadar dari pingsannya, pertayaan yang pertama kali ditanyakannya adalah, “Apa yang terjadi pada diri Rasulullah.†Keluarganya menjadi marah dengan pertanÂyaan Abu Bakar itu, karena merÂeka termasuk orang-orang kafir. Keluarganya berkata pada ibunÂya, “Suapilah ia dengan makanan dan berilah ia minuman.â€
Abu Bakar berkata, “Tidak, demi Allah, aku tidak akan miÂnum dan merasakan makanan sampai aku tahu apa yang terjadi dengan diri Rasulullah.†MendenÂgar jawaban dari puteranya sepÂerti itu, ibunya memandanginya dengan rasa sakit dan iba. Tak lama setelah itu, sang ibu pun berkata, “Demi Allah, aku tidak tahu apa yang menimpa sahaÂbatmu itu.†Abu Bakar berkata, “Pergilah ke rumah Fatimah binti Al-Khathab dan tanyakan keÂpadanya apa yang terjadi dengan Rasulullah.â€
Ibunya lalu beranjak pergi unÂtuk mencari tahu keadaan RasuÂlullah dari Fatimah binti Al-KhaÂthab, walaupun ia sedih karena keadaan anaknya yang darahnya selalu bercucuran dan wajahnya bengkak. Dengan langkah yang gontai, sampailah sang ibu di rumah Fatimah binti Al-Khathab. Dan di saat Fatimah melihatnya, Fatimah menyangka bahwa waniÂta yang mendatanginya adalah mata-mata kaum Quraisy. Sang ibu yang sedang menginginkan kesembuhan anaknya itu berÂkata, “Pergilah bersamaku untuk menemui anakku.â€
Mereka berdua lalu pergi unÂtuk menemui Abu Bakar. Setelah Fatimah sampai kepada Abu Bakar dan mendapati wajahnya yang berlumuran darah dan penuh dengan luka, Fatimah berÂteriak dan berkata, “Aku memoÂhon kepada Allah, semoga Allah membalaskanmu.â€
Dalam benak Abu Bakar tak pernah terbesit sesuatu kecuali keÂadaan Rasulullah S.a.w., ia lalu berÂtanya kepada Fatimah, “BagaimaÂna keadaan Rasulullah S.a.w.?â€
Fatimah menjawab, “Beliau selamat.â€
Saat ibunya mendengar jawaÂban dari Fatimah, ia buru-buru menyodorkan minuman kepada anaknya. Saat Abu Bakar melihat ibunya menyodorkan minuman kepadanya, ia buru-buru berkaÂta, “Tidak, demi Allah aku tidak akan makan dan minum sampai aku melihat baginda Rasulullah dengan mataku sendiri.â€
Abu Bakar lalu keluar rumah ingin menemui Rasulullah, akan tetapi ia tidak mampu membawa dirinya yang penuh luka, lalu ia bersandar pada ibunya dan denÂgan bantuan Fatimah sampai ia di rumah Rasulullah. Setelah samÂpai dan bertatapan muka denÂgan Rasulullah ia berkata, “Demi ayah dan ibuku aku korbankan untukmu wahai Rasulllah, dan ini adalah seorang ibu yang telah mengasuh anaknya dengan baik, wahai Rasulullah do`akanlah dia agar Allah memberinya petunÂjuk.†Mendengar ucapan Abu Bakar, hati Rasulullah S.a.w. tereÂnyuh sampai kedua mata beliau mengeluarkan air mata, dan Abu Bakar pun menangis, mereka lalu berpelukan karena terharu. (*)