Foto : Net
Foto : Net

Kondisi keuangan negara di Kuartal III tahun ini masih jauh dari harapan. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) hingga 4 November 2015 baru bisa memungut pajak sebanyak Rp 774,4 triliun atau 59,84 persen dari target tahun ini Rp1.294 triliun.

YUSKA APITYA AJI
[email protected]

Dengan sisa waktu kurang dari dua bulan, Otoritas Pajak memperkirakan setoran pajak tahun ini tidak akan mencapai target (shortfall), dengan estimasi kekurangan sekitar Rp 160 triliun.

Direktur Jenderal Pajak, Sigit Priadi Pramudito mengungkapkan, hampir seluruh pos penerimaan pajak mengalami kontraksi hingga 4 Nomver 2015. Kecuali pajak penghasilan (PPh) non migas, katanya, yang meningkat 10,60 persen setelah menyumbang ke kas negara sebesar Rp 400,4 triliun.

Berbeda halnya dengan setoran PPh minyak dan gas (migas). Sigit mengungkapkan, dalam realisasi penerimaan jenis pajak ini baru sebesar Rp 43,76 triliun, turun 41,27 persen dibandingkan perolehan periode yang sama tahun lalu Rp 74,51 triliun.

“PPh migas tahun lalu targetnya Rp 87 triliun, tapi tahun ini targetnya Rp 48 triliun memang sudah diprediksi ada penurunan karena anjloknya harga minyak. Memang kalau dihitung tanpa PPh Migas kita mengalami pertumbuhan,” kata Sigit saat konferensi pers di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Kamis (5/11/2015).

Sementara sumbangan dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), lanjut Sigit, sejauh ini baru masuk Rp 311,9 triliun. Angka tersebut turun 2,51 persen dibandingkan dnegan periode yang sama tahun lalu Rp 320 triliun.

Sigit menyebutkan, rendahnya daya beli masyarakat akibat perlambatan ekonomi sebagai salah satu penyebabnya. Selain itu, ia mengatakan pelamahan nilai tukar rupiah juga turut menghambat setoran PPN dari kegiatan importasi barang. “Tentu karena meningkatnya kurs dolar penerimaan PPN impor kita turun, jadi itu yang menggerus penerimaan kita,” lanjut Sigit.

Kondisi serupa juga terjadi untuk pungutan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), yang terkoreksi 5,96 persen dari tahun sebelumnya setelah hanya berhasil terkumpul Rp 13,89 triliun. Di luar itu semua, setoran untuk jenis pajak lainnya hanya sebesar Rp 4,42 triliun, turun 9,65 persen dibandingkan sumbangan yang terkumpul per 4 November 2014 yang mencapai Rp 4,89 triliun.

Secara umum, Sigit menyimpulkan pos penerimaan pajak yang paling berkontribusi negatif terhadap penerimaan tahun ini berasal dari setoran PPN impor dan PPh Migas. “Memang kondisi ekonominya sedang begini (buruk) sehingga kita hanya bisa berharap dari kebijakan yang sudah kita keluarkan seperti reinventing policy dan semacamnya,” ujarnya.

BACA JUGA :  Resep Membuat Tumis Tahu Kuning dan Tauge, Lauk Praktis dan Sederhana di Tanggal Tua

Kejar Rp 300 Triliun

Hingga akhir tahun ini, Sigit memperkirakan penerimaan pajak akan meleset sebesar Rp 160 triliun di bawah target. Prediuksi tersebut, sudah dilaporkan langsung kepada Presiden Joko Widodo.

Kendati demikian, DJP akan berusahan menjaga agar shortfall tidak melebar lebih dari Rp 160 triliun. “Kita berusaha agar shortfall nya tidak akan mencapai lebih 160 triliun dan kami upayakan maksimal dua bulan ini kita dapat Rp 300 triliun,” ujar Sigit.

 

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengakui pertumbuhan ekonomi Kuartal III tahun ini belum setinggi yang diharapkan pemerintah. Dengan pertumbuhan hanya 4,73 persen, laju ekonomi Juli-Oktober 2015 belum cukup untuk  menyerap angkatan kerja. “Pertumbuhan ekonomi memang naik, tetapi belum cukup tinggi untuk menyerap tambahan angkatan kerja,” ujarnya di Istana Kepresidenan, Kamis (5/11/2015).

Pernyataan Darmin ini merujuk pada rilis terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) soal pertumbuhan ekonomi Kuartal III 2015 yang dibarengi dengan kenaikan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). Pada Agustus 2015, angka TPT tercatat sebesar 6,18 persen atau naik dari posisi yang sama tahun lalu 5,94 persen pasca bertambahnya 320 ribu pengangguran baru.

Kendati demikian, Darmin mengatakan pertumbuhan ekonomi kuartal III, yang lebih baik dari triwulan sebelumnya (4,67 persen), cukup menggambarkan tren perbaikan struktural hingga September 2015. Namun, dia mengakui dari sisi kualitas belanja negara belum cukup baik menstimulus ekonomi hingga periode tersebut.  “Kemudian kebijakan-kebijakan paket deregulasi juga baru sehingga kami percaya bulan ini dan bulan depan anggaran pemerintah realisasinya akan meningkat dan itu pasti hubungannya positif terhadap pertumbuhan ekonomi,” tuturnya.

Jauh dari Target

Apabila melihat realisasi tersebut, Darmin memperkirakan realisasi pertumbuhan ekonomi tahun ini kemungkinan tak akan mencapai 5 persen. Prediksi tersebut jauh di bawah target pemerintah yang sebesar 5,7 persen di APBNP 2015. “Ya kami sih berharap 5 persen, tapi ya kemungkinan di 4,9 persen juga bisa,” katanya.

Sebelumnya, pemerintah melalui Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro secara tak formal merevisi turun target pertumbuhan ekonomi tahun ini menjadi 5,2 persen.

Sekalipun direvisi, Darmin Nasution mengaku pesimistis target baru tersebut dapat tercapai. “Kelihatannya kalau 5,2 persen susah (tercapai tahun ini),” katanya.

BACA JUGA :  Resep Membuat Sambal Teri Cabe Hijau, Sederhana Tapi Bikin Ketagihan

Ada banyak alasan, lanjut Darmin, yang melatarbelakangi pesimismenya. Pertama, pertama ekonomi dunia belum pulih sehingga harga komoditas masih akan turun hingga akhir tahun.  “Akibatnya volume ekspornya juga turun. Memang kemudian transaksi berjalan kelihatan membaik, tapi karena impornya turun agak cepat,” tuturnya.

Kedua, percepatan belanja pemerintah belum terjadi sampai akhir September sehingga akumulasi semua faktor itu membuat tidak cukup tenaga untuk mendongkrak perekonomian nasional.  “Sehingga pertumbuhannya masih sedikit lebih baik, bukan lebih jelek loh. Sedikit lebih baik dari kuartal sebelumnya, tapi tidak cukup baik untuk menyerap tambahan angkatan kerja. Akibatnya ya tingkat penganggurannya juga naik,” tuturnya.

Mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) itu meramalkan motor pertumbuhan ekonomi pad akhir tahun ini kemungkinan akan bertumpu pada aktivitas belanja pemerintah serta Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi langsung. “Jangan lupa sampai September investasinya rendah loh pertambahannya, cuma 4 koma berapa gitu, saya lupa. Sedangkan kita berharap setelah deregulasi ini, setelah kepercayaan mulai muncul dia akan bisa lebih baik,” tuturnya.

Pengampunan Pajak

Solusi ditawarkan Kemenkeu dengan menjanjikan pengurangan sanksi denda administrasi sebesar 50 persen bagi wajib pajak yang melunasi seluruh kekurangan pajaknya tanpa mengajukan upaya perpajakan.

Fasilitas ini berlaku efektif per 2 November 2015, seperti tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 197/PMK.03/2015 tentang Pengurangan Sanksi Admninistrasi Atas Surat Ketetapan Pajak (SKP), Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (SKP PBB), dan/atau Surat Tagihan Pajak (STP) yang Diterbitkan Berdasarkan Hasil Pemeriksaan, Verifikasi, atau Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan.

Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro menjelaskan wajib pajak harus melunasi seluruh pajak terutangnya, termasuk pajak bumi dan bangunan (PBB) untuk bisa mengajukan permohonan pengurangan sanksi administrasi dari Direktur Jenderal Pajak.

Selain itu, lanjutnya, hanya wajib pajak yang tidak keberatan dan mengajukan upaya hukum perpajakan atas surat ketetapan kurang bayar pajak, yang berhak memperoleh fasilitas ini.  “Jumlah sanksi administrasi yang dikurangkan adalah sebesar 50 persen dari jumlah sanksi administrasi,” jelasnya seperti dikutip dari salinan PMK.

Menurutnya, jika dalam waktu enam bulan Direktur Jenderal Pajak tidak merespons, maka dianggap permohonan dikabulkan.

============================================================
============================================================
============================================================