BOGOR, TODAYÂ – Mandeknya penetapan wakil Bupati Bogor, dinilai sejumlah pihak adanya konflik diantara gabungan dua parÂtai politk dalam Koalisi Kerahmatan, seÂhingga belum menggelar pertemua untuk pengisian kursi F 2.
Hal itu diungkapkan Dekan Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Djuanda, Rita Rahmawati, jika perseteruan dalam Koalisi Kerahmatan yang melibatkan GolÂkar dan PPP telah mempengaruhi peta politik di Bumi Tegar Beriman.
“Dua partai ini kan sebagai peÂmilik kursi terbesar di DPRD, keduÂanya juga punya hak menjagokan setiap kadernya untuk disandingkan dengan Bupati Nurhayanti hingga taÂhun 2018 mendatang,†tegas Rita, Jumat (20/11/2015).
Isu gender pun, kata Rita, makin memperkeruh konstelasi politik di Kabupaten Bogor, lanÂtaran beberapa anggota koalisi dan sebagian masyarakat menginginkan kursi F 2 diisi oleh laki-laki.
Bahkan, Rita menÂgaku saat melakukan survei dikalangan PNS pada tahun 2008, calon pimpinan perempuan itu belum bisa diterima masyarakat.
“Isu gender tidak bisa dipungÂkiri masih melekat pada masyarakat. Contohnya dalam ritual keagaaman, Bupati berkelamin perempuan tidak bisa duduk di depan dan mungkin, karena itu para politisi agak berat mencalonkan Ade Munawaoh YanÂwar dan lebih memilih wakil bupati laki-laki,†tegasnya.
Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bogor, Iwan Setiawan menambahÂkan, konflik yang mendera dua partai anggota koalisi menyebabÂkan pengisian jabatan wakil buÂpati seperti tersandera.
“Dari awal, Gerinda dan parÂtai selain Golkar dan PPP, setelah revisi tata tertib DPRD disahkan gubernur berharap, proses atau tahapan pemilihan segera dilakÂsanakan, tapi masalahnya sampai sekarang belum ada pertemuan lagi,†ungkapnya.
(Rishad Noviansyah)