TIDAK bisa merumÂput, banyak pemain yang memilih tuÂrun di Liga Antar Kampung (Tarkam). Namun turnamen yang kadang statusÂnya tidak jelas itu jusÂtru membahayakan pemain, apalagi bila sampai didera cedera.
Oleh : Adilla Prasetyo Wibowo
Salah satunya dialami oleh Zulham Zamrun yang menjadi korban turnamen ala tarkam di IndoneÂsia. Pemain yang gabung Persib di Piala Presiden ini mengalami cedera saat memperkuat Persipare di Habibie Cup di Parepare, Sulawesi Selatan. Cedera luÂtutnya memang parah, ligamennya sobek.
Berbagai turnamen harus dilakoni pemain. Padahal turnamen statusnya kadang tak jelas. Klub yang mengonÂtrak pun biasanya hanya menawarkan kontrak seadanya. Hitungannya sekali main dibayar berapa.
Bagi pemain sepak bola saat ini, dilansir Tribun Jabar, memang tidak ada pilihan selain mengikuti ajang tarkam. Tak ada pertandingan bagi para pemain berati tidak ada pemasukan. Berarti sumber keuangan buat keluarga terÂtutup sama sekali.
Kompetisi (Liga Super Indonesia) resmi terhenti gara-gara pembekuan PSSI oleh pemerintah, kemudian buntutnya Komite Eksekutif FIFA pada 30 Mei 2015 memÂbekukan PSSI dari keanggotaan FIFA. Pembekuan itu otomatis membuat sepak bola Indonesia merana. Praktis berhenti dari semua kegiatan bikinan FIFA.
Berdasarkan pertemuan Komite Eksekutif FIFA pada 25 September 2015, organisasi sepak bola sedunia ini mengirim utusannya ke Indonesia. Delegasi FIFA dan AFC ke Indonesia dipimpin oleh Tuan Kohzo Tashima (anggota Komite Eksekutif FIFA) dan termasuk di antaÂranya HRH Pangeran Abdullah (anggota Komite Eksekutif FIFA) dan Tuan Mariano Araneta (anggota Komite EkseÂkutif AFC).
FIFA pun telah bertandang ke semua stake holder sepak bola di negeri ini. Hasil dari pertemuan itu FIFA mengeluarkan pernyataan resminya bahwa sepak bola Indonesia butuh direformasi demi memenuhi potensinÂya. FIFA juga telah membentuk tim ad hoc demi sepak bola Indonesia yang kacau ini. Hasilnya masih harus diÂtunggu.
Secercah itu kembali ketika gelaran Piala Presiden memberikan warna. Pengelolaan yang berbeda dari biÂasanya, membuat turnamen ini menjadi pelipur lara buat pecinta sepak bola di Indonesia. Banyak yang bilang gelaran ini relatif bersih dari campur tangan kotor yang hanya berniat mendompleng saja untuk mencari keunÂtungan.
Terus terang turnamen yang digelar Mahaka Sports ini menimbulkan antusias berlebih. Entah kenapa. BuÂkan juga karena juaranya Persib. Padahal Piala Presiden hanyalan sebuah turnamen. Sekarang, Mahaka Sports bersama TNI menggelar Piala Jenderal Sudirman. PenyÂelenggaraannya belum separuh jalan.
Tapi, tetap pecinta sepak bola sepertinya masih anÂtusias menyaksikan pertandingan demi pertandingan. Siapa pun juaranya nanti, turnamen ini akan memberiÂkan warna lain buat sepak bola Indonesia.
Namun apapun hasilnya Piala Presiden dan Piala Jenderal Sudirman, sepak bola Indonesia tetap butuh kompetisi yang jelas. Kompetisi teratur. Kompetisi bersih yang memberikan hiburan buat masyarakat sepak bola.
Lewat kompetisilah kehidupan para pemain, pelatih, dan ofisial lebih terjamin pendapatannya karena manaÂjamen takkan ragu untuk mengontrak mereka semusim penuh. Kompetisi adalah jantungnya sepak bola. Tanpa kompetisi, sepak bola tidak akan hidup, apapun yang terÂjadi.