Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Indonesia menilai DPRD Kota Bogor lamban dalam melaksanakan amanah rakyatnya. Jika merunut kalender tahunan, DPRD Kota Bogor pada November 2015, membahas Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (RAPBD) Kota Bogor tahun anggaran 2016, yang sedang dalam status siaga satu. Mengapa disebut demikian?
Oleh : RIZKY DEWANTARA
[email protected]
Amanat Pasal 394, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, disebutkan, InforÂmasi pembangunan Daerah dan informasi keuangan, Daerah sebÂagaimana dimaksud dalam Pasal 391 ayat (1) wajib diumumkan kepada masyaraÂkat. Kedua, selain diumumkan kepada masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), informasi keuangan DaeÂrah wajib disampaikan kepala daerah kepada Menteri dan menteri yang menyÂelenggarakan urusan pemerintahan biÂdang keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketiga, Kepala daerah yang tidak mengumumkan informasi pembanguÂnan Daerah dan informasi keuangan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tidak menyampaikan inÂformasi keuangan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis oleh Menteri untuk gubernur dan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat untuk bupati/wali kota. Dan yang terakhir, Dalam hal sanksi teguran terÂtulis 2 (dua) kali berturut-turut tetap tidak dilaksanakan, kepala daerah dikeÂnai sanksi berupa mengikuti program pembinaan khusus pendalaman bidang pemerintahan yang dilaksanakan oleh Kementerian.
Berdasarkan penulusuran Bogor ToÂday, pembahasan RAPBD 2016 sampai saat ini belum terselesaikan hasil akhÂirnya. Pembahasan anggaran ini lamban ditangani oleh DPRD Kota Bogor, tahun anggaran 2016 mencatakan defisit menÂcapai Rp 800 miliar. Pemangkasan beÂberapa program di sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) jadi solusi agar defisit tidak terlalu gendut.
Direktur Kopel Indonesia, SyamsuÂdin Alimsyah, mengatakan, dapat dikÂetahui oleh masyarakat bahwa RAPBD 2016 masih alot dibahas di gedung deÂwan. Ia menegaskan, RAPD ini jangan sampai terbengkalai dan harus sgera dipercepat, dibahas dan ditetapkan. “Jika berbicara secara institusi maka tanggungjawab atas permasalahan lamÂbanya pembahasan RAPBD 2016, ada diunsur pimpinan,†tegasnya, saat diÂhubungi BOGOR TODAY, kemarin.
Syamsudin juga membeberkan, RAPBD sudah harus ada persetujuan bersama eksekutif paling lambat 30 NoÂvember 2015. “Jika terlambat seperti ini, maka sanksi administrasi Walikota dan anggota DPRD harus ditegakan. Tidak boleh terima gaji selama 6 bulan, antara lain gaji pokok, tunjangan jabatan, dan tunjangan lain-lain selama enam bulan†ungkapnya.
Syamsudin kembali menegaskan, Pemkot Bogor bisa tetap belanja sebeÂlum ada persetujuan DPRD Kota Bogor dan hal tersebut merupakan belanja ruÂtin pegawai, kantor dan bencana ulang. Ia menambahkan, diluar itu tidak boÂleh, karena akan melanggar aturan.
“Kepala daerah memang dibenarÂkan menerbitkan peraturan Walikota tentang APBD tahun 2016 tanpa perÂsetujuan DPRD. Namun jumlahnya haÂrus mengikuti APBD tahun sebelumnya yang disetujui dalam bentuk perda,†jelasnya. (*)