BOGOR, TODAYÂ – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak (KPPA) RI menyusun kebijakan dan implementasi UU Perlindungan Anak dan Perempuan yang telah diamanatkan dalam UU Nomor 35 Tahun 2014.
Penyusunan kebijakan tersebut dilakukan lewat seminar dan diskusi hasil kajian perlindungan anak denÂgan sejumlah Satuan Kerja PerangÂkat Daerah (SKPD) diseluruh kota/ kabupaten Indonesia.
Deputi Perlindungan Anak KPPA RI, Pribudiarta Nur Sitepu menÂgatakan, sesuai UUD 1945 Pasal 28 B ayat 2 yang menyebutkan setiap anak berhak atas kelangsungan hidÂup tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari keÂkerasan dan diskriminasi.
“Untuk menyusun kebijakan tersebut, kami harus melakukan serangkaian kajian konprehensif di sejumlah daerah untuk mendapat gambaran mengenai fakta dan peÂnyebab kekerasan terhadap anak dan perempuan. Jadi kami bisa menarik kesimpulan dan kita bisa membuat kebijakan dengan optiÂmal,†ujarnya.
Sementara itu, Wakil Dekan AkaÂdemis FEMA IPB, Titik Sumarti meÂnuturkan, pihaknya telah melakuÂkan kajian kajian relasi orang tua dan anak dalam upaya peningkatan ketahanan keluarga melalui studi kasus di Biak Numfo Papua.
Kekerasan yang terjadi di dalam kelurga merupakan bukti nyata rapuhnya ketahanan keluarga. KareÂna anggota keluarga yang seharusnya mendapatkan perlindungan dalam keluarga justru menjadi korban.
“Hasil kajian menunjukan, strategi pencegahan kekerasan terÂhadap anak terhadap anak berbasis keluarga dan masyarakat meruÂpakan stategi yang bisa diterapkan untuk mencegah kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan,†tandasnya
Hal itu, kata dia, dapat dilakukan melalui, pengembangan hubungan setara orang tua anak dalam keluÂarga, melalui gerakan pendisiplinan tanpa kekerasan dalam keluarga, dan pengembangan kolektifitas dan solidaritas warga masyarat di setiap wilayah.
Kabid Kesejahteraan PerlindunÂgan Anak BPPKB Kabupaten Bogor, Yanti Gunayanti mengungkapkan, potret masalah sosial dan kekerasan terhadap anak dapat dicegah denÂgan membuat kebijakan mengenai perlindungan anak dan perempuan dengan optimal.
Ini tidak bisa dilakukan oleh pemerintah saja, akan tetapi haÂrus dilakukan bersama-sama untuk membangun kesepahaman dalam memberantas kasus-kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan.
“Dalam membuat kebijakan ini, tidak bisa dilakukan dengan kaÂjian saja. Akan tetapi diperlukan pemetaan berdasarkan kondisi dan wilayahnya. Sehingga kebijakan tersebut nantinya dapat diterapÂkan diseluruh daerah di Indonesia, karena antara daerah satu dan lainÂnya tentu memiliki perbedaan yang signifikan,†imbuhnya.
(Rishad/*)