Foto : net
Foto : net

Kabar duka datang dari Nahdlatul Ulama (NU). Wakil Ketua Pen­gurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Slamet Effendy Yusuf, mening­gal dunia di Hotel Ibis Braga, Bandung, pada Rabu (2/12/2015) malam. Slamet diketahui memi­liki riwayat sakit jantung.

(Yuska Apitya Aji)

SAAT itu Slamet sedang mengikuti rangkaian keg­iatan bersama dengan Lembaga Pengkajian MPR di Hotel Ibis Braga, Band­ung, sejak Selasa (1/12/2015) malam.

Ketua PBNU Sultan Fatoni mengata­kan, ia mendapatkan kabar meninggalnya Slamet pada pukul 02.00 dinihari. “Men­inggalnya pukul 11 malam, tapi kami baru dapat kabar sekitar pukul 02.00 dinihari,” katanya, Kamis (3/12/2015).

Jenazah disemayamkan di rumah duka di Citra Grand Blok H No. 4 Castil Garden Cibubur, Bogor. Selanjutnya, akan dimakamkan di Purwokerto, Jawa Tengah.

Slamet Effendy Yusuf lahir di Purwok­erto, Jawa Tengah, pada 12 Januari 1948. Ia adalah putra pertama dari 4 bersaudara pasangan KH Yusuf Azhari dan Hj. Umi Kulsum. Slamet Effendy Yusuf merupakan anggota Dewan Juri perwakilan dari Pen­gurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).

Slamet pernah menjabat Ketua MPR-RI periode 1988-1993 dan anggota DPR-RI periode 1992-2009 dari Partai Golkar. Ia pernah menjabat sebagai ketua DPP. Ia juga sempat menjabat Ketua PBNU peri­ode 2010-2015 dan Ketua MUI pada peri­ode 2009-2014.

Mencurigakan

Public Relation Hotel Ibis Styles Bandung Dian Permatasari mengatakan, manajemen hotel akan memeriksa re­kaman kamera CCTV di kamar tempat meninggalnya Slamet Effendy Yusuf. Wakil Ketua Umum PB NU ini mening­gal di Hotel Ibis, Bandung, pada Rabu, 2 Desember 2015 sekitar pukul 23 malam. “Betul, tapi kami belum bisa menjelaskan penyebab detailnya. Kami akan cek di sis­tem CCTV dan pihak terkait,” kata Dian, Kamis (3/12/2015).

BACA JUGA :  Truk Pasir Tak Kuat Nanjak Terguling hingga Nyungsep ke Pekarangan di Klaten

Dian menjelaskan, Slamet Effendy Yusuf masuk ke Hotel Ibis Style sejak 30 November 2015 bersama rombongan kegiatan Lembaga Pengkajian Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). “Check in sejak 3 hari lalu. Tadi malam jenazah sudah diantarkan langsung ke pihak kelu­arga di Cibubur,” akunya.

Dian menambahkan, kegiatan MPR yang dihadiri oleh almarhum Slamet Ef­fendy Yusuf pun sudah selesai. “Grup juga sudah check out semua,” katanya.

Sosok Pancasilais

Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi, mengenang Slamet sebagai sosok yang meneduhkan. Sebelum meninggal, Slamet sempat membesarkan hati Dedi. “Saya diminta sabar terhadap mereka yang belum paham (ajaran Islam),” kata Dedi, Kamis (3/12/2015).

Menurut Dedi, dia sering berhubun­gan dengan mantan Wakil Ketua MPR/ DPR tersebut ketika keduanya masih aktif menjadi pengurus Golkar. “Saya sebagai Ketua DPD Partai Golkar Purwakarta, be­liau pengurus teras di DPP Partai Golkar pusat,” kata Dedi.

Sementara, Ketua Umum Partai Golon­gan Karya, Aburizal Bakrie, menyebut Slamet Effendy Yusuf sebagai seorang Pan­casilais sejati. Wakil Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini dinilai Ical— panggilan Aburizal Bakrie—sebagai sese­orang yang sangat memahami wawasan ke­bangsaan sehingga ia berkali-kali ikut andil dalam amandemen batang tubuh Undang-undang 1945. “Dia itu (Slamet Effendy Yu­suf) sangat ngelotok kalau ngomongin soal Undang-undang,” ujar Ical di rumah duka di Citra Grand Blok H No. 4, Castle Garden, Cibubur, Bogor, Kamis (3/12/2015).

Lebih jauh, menurut Ical, sebagai mantan kader partai yang dipimpinnya, Slamet juga sangat loyal dan berkomit­men terhadap garis perjuangan partai. “Beliau pernah menjadi bagian dari kami, dan dedikasinya juga sangat besar untuk kami,” tuturnya.

BACA JUGA :  Jadi Korban KDRT di Tangan Suami, IRT di Sumenep Tewas

Riwayat Sakit Jantung

Menantu almarhum Slamet Effendy Yusuf, Anggun, mengatakan jauh sebe­lum meninggal, mertuanya berpesan agar cucunya dididik di pesantren. “Be­liau berwasiat agar cucu-cucunya dipe­santrenkan,” kata Anggun di rumah duka, Kamis (3/12/2015).

Tidak hanya itu, istri dari Syarif Hiday­atullah Zaki, anak kedua Slamet, itu men­gatakan, sebelum meninggal almarhum juga berpesan agar dikebumikan di kom­pleks pondok pesantren milik keluargan­ya di Purwokerto. “Beliau ingin dikubur­kan di pesantren biar banyak didoain dan diziarahin sama santri,” ucapnya.

Anggun juga mengatakan, mertuanya meninggal akibat serangan jantung. Ia menuturkan Slamet sudah lama punya penyakit jantung. “Bapak sakit jantung sudah dari dulu, bahkan sudah dipasang ring jantung,” katanya.

Anggun menceritakan, sebelum tu­tup usia, Slamet sempat berbincang-bin­cang bersama teman-temannya sehabis agenda pengkajian di Bandung. Namun, karena lelah, Slamet mengatakan kepada sopirnya bahwa dia hendak istirahat. “Su­dah masuk kamar dan kunci pintu. Setelah ditunggu cukup lama oleh sopirnya, cuma enggak turun-turun, akhirnya sopir meny­usul ke atas, tapi pintunya dikunci. Kemu­dian sopir turun ke bawah bilang ke rese­psionis hotel untuk minta kunci, dan pas dibuka almarhum dalam keadaan seperti tertidur, sudah meninggal,” tuturnya.

Tidak hanya itu, Anggun menuturkan, Slamet juga memiliki riwayat penyakit asma. Bahkan, dua hari sebelum berang­kat ke Bandung, dia meminta diobati ter­lebih dulu. “Sebelum ke Bandung, kakak li­hat Bapak sempat pegang dada,” ucapnya.

Meski begitu, ia menuturkan, Slamet tetap berkukuh pergi ke Bandung. “Bapak selalu bilang, ini kan sudah menjadi kewa­jiban,” tandasnya.

Bagi Halaman

======================================
======================================
======================================