Akan seperti apa kondisi ekonomi Indonesia tahun 2016? Jawabannya akan sangat bergantung pada kondisi ekonomi Amerika Serikat dan China. Jika ekonomi dua negara adidaya itu membaik, maka ekonomi Indonesia pun akan jauh lenih baik.
Oleh : Alfian Mujani
[email protected]
 Menurut survei terbaru yang dilakukan Business Rountable dan PwC, sebagian beÂsar dari para pebisnis atau CEO di Amerika Serikat (AS) meyakini bahwa di 2016 perekonomian AS masih belum membaik.
Melihat hal itu, kebanyakan dari mereka tidak akan agresif memasang target dalam menjalankan bisnisnya. Itu bukan berita baik bagi perekonomian dunia.
Ketika para pemimpin bisnis optimistis tentang masa depan, mereka akan lebih banyak berÂinvestasi dan mempekerjakan lebih banyak orang dan mengembangkan produk-produk baru. Hal ini akan mendorong pertumbuÂhan ekonomi ke depan.
Tapi sekarang kondisinya tidak demikian. Diperkirakan untuk inÂvestasi bisnis 2016 masih akan redÂup. Ini adalah kondisi terburuk sejak 2009 ketika AS masih dalam resesi besar.
“Terjadi penurunan tajam dalam investasi, ini mengkhawatirkan,†kata Randall Stephenson, CEO AT&T (T,Tech30) dan Ketua Business Rountable seperti dilansir CNN.com, Sabtu (5/12/2015).
Stephenson menyalahkan perÂlambatan yang terjadi pada ekonomi global. Para pebisnis ini kecewa terhÂadap para pengambil kebijakan yang tidak melakukan reformasi pajak perusahaan. “Jika kita ingin melihat ekonomi AS bertumbuh, WashingÂton perlu mengadopsi pendekatan yang lebih cerdas untuk regulasi,†ujarnya.
Menurut Stephenson, pajak yang diterapkan saat ini tidak kompetitif bagi dunia usaha sehingga mereka cenderung ‘melarikan diri’ dari AS untuk mencari pajak yang lebih renÂdah seperti di Eropa atau di tempat lain.
Misalnya, perusahaan besar yang bergerak di bidang obat-obatan asal AS Pfizer (PFE) baru saja menguÂmumkan kesepakatan untuk memÂbeli perusahaan raksasa asal Irlandia yang berbasis di Allergan.
Mereka berencana untuk meminÂdahkan kantor pusat mereka di luar negeri dan mencari pajak yang lebih rendah.
Perlambatan ekonomi global ini merupakan masalah besar.PesiÂmisme juga terlihat dari para eksekuÂtif. Dalam survei terbaru disebutkan bahwa lebih dari 200 eksekutif dari perusahaan swasta meyakini bahwa ekonomi global saat ini tengah terpuÂruk.
Devaluasi yuan oleh China pada bulan Agustus lalu memicu pasar saham global jatuh, ini membebani para pebisnis di AS.
Hanya seperempat dari para ekseÂkutif yang disurvei oleh PwC berenÂcana untuk menanamkan investasi baru, angka ini turun 36% dibanding kuartal sebelumnya.
Hanya lebih dari setengah dari perusahaan yang disurvei, berenÂcana untuk melakukan perekruÂtan karyawan, ini juga merupakan penurunan dari tahun sebelumÂnya.
Tapi, kondisi demikian tidak seperti krisis di 2007 atau 2008. Tidak ada situasi yang mengerikan seperti saat itu. Business Rountable memprediksi ekonomi AS akan tumbuh 2,4% tahun depan, hampir sama dengan tahun ini alias stagÂnan.
(intennadya)