- menutupi defisit anggaran apabila realÂisasi pendapatan lebih kecil daripada realÂisasi belanja;
- mendanai pelaksanaan kegiatan lanjuÂtan atas beban belanja langsung;
- mendanai kewajiban lainnya yang samÂpai dengan akhir tahun anggaran belum disÂelesaikan
Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo, menilai perlu adanya pendefinisian ulang soal pengertian defisit dalam APBD. Kata dia, selama ini Pemda kerap menggunakan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) sebagai pendapatan daerah. Padahal SiLPA merupakan dana sisa yang hanya boleh diÂgunakan dalam konteks pembiayaan.
Selain itu, sesuai UU no 33 tahun 2004, tentang perimbangan keuangan pemerinÂtah pusat dan daerah, SiLPA hanya dapat diÂgunakan bila defisit APBN dan APBD mencaÂpai 3 persen. “Oleh karena itu daerah pasti defisit kalau mereka pakai SiLPA untuk menÂdorong pertumbuhan ekonominya. Maka kita perlu meredefinisikan defisit 3 persen itu apa? Apakah yang termasuk pengguÂnaan SiLPA atau defisit yang dibiayai utang. Karena dari catatan kami 90 persen daerah pembiayaan defisit pakai SiLPA,†kata Pak Mo, sapaan akrabnya.
Mardiasmo juga menambahkan, selaÂma ini Pemda cenderung mengklaim alokasi dana dari pemerintah pusat sangat minim. Padahal, tingginya SiLPA menunjukkan bahÂwa Pemda belum piawai mmengatur keuanÂgannya. Oleh karena itu, dia berharap PemÂda tidak lagi diberikan SiLPA kecuali bila ada dana sisa karena efisiensi program, bukan karena programnya mangkrak atau macet.
(Rishad Noviansyah|Yuska Apitya)