BOGOR, TODAYÂ – PerhimÂpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Barat mendesak moratorium perizÂinan hotel baru direalisasikan yang diikuti dengan pembuaÂtan kajian perhotelan secara komprehensif sebagai masterÂplan pengembangan industri.
Ketua PHRI Jawa Barat, HerÂman Muchtar menilai, moraÂtorium perhotelan merupakÂan salah satu langkah realistis yang bisa diambil untuk menyÂelamatkan para pebisnis hotel saat ini. “Saya rasa sudah saaÂtnya kita duduk bersama, meÂrundingkan hal ini,†kata dia saat diskusi di kantor PHRI Bogor, Jalan Padjajaran, KaÂmis (4/2/2016). Menurutnya, industri perhotelan di Jabar, sudah mengarah pada persainÂgan yang kurang sehat dengan adanya fenomena perang tarif. Selain itu, perÂtumbuhan hotel-hotel baru semakin memperketat persaingan industri, sehingga tingkat hunian kamar hotel di Jabar terus turun setiap tahunnya. “Misalnya pada akhir tahun yang biÂasanya ramai, justru banyak yang sepi. Januari saja paling rata-rata hanya 30 persen,†ungkapnya.
Pihaknya berpendapat jumlah hotel di Jabar saat ini sudah terlalu banyak, seperti di Kota Bogor sudah ada sekiÂtar 67 unit dan di Kota Bandung saja sudah mencapai 470 hotel. Pengusaha hotel juga masih mengeluhkan dampak larangan bagi PNS menggelar rapat di luar kantor untuk pemangkasan anggaÂran. “Padahal, selama ini kegiatan sepÂerti rapat PNS menjadi salah satu peÂnyeimbang okupansi hotel Jawa Barat yang semakin sepi,†kata dia.
Berdasarkan data BPS, Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel di Jawa Barat pada Desember 2015 hanya 47,6 persen naik tipis dari November 45,59 persen. Sumbangan terbesar datang dari hotel berbintang mencapai 55,65 persen,†sambungnya.
Sementara itu, Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Kota Bogor, Erick Irawan Suganda, menilai moratorium izin hotel di Bogor sebagai langkah tepat yang harus direalisasikan saat ini. “Kami harus mulai mengkaji apakah pertumbuhan jumlah hotel ini sesuai dengan pertumbuhan jumlah wisatawan yang masuk ke Bogor atau tidak. Kalau ada overload, terus terang ada ancaman ketidaksehatan bisnis kedepannya,†katanya,
Di samping itu, dia menyarankan agar pengusaha dan pengelola hotel untuk mengoptimalkan okupansi denÂgan dengan memanfaatkan jasa online travel agent. Hal itu, diyakini sangat membantu para pengusaha hotel di Jawa Barat dalam meningkatkan kemÂbali tingkat hunian kamarnya di tengah persaingan yang ketat.
Jawa Barat dinilai memiliki potensi besar untuk meningkatkan kunjungan wisatawan karena daerahnya cocok unÂtuk liburan maupun kegiatan MICE. “ApaÂlagi ke depan potensinya bisa lebih besar lagi dengan adanya kereta cepat Jakarta-Bandung, karena waktu tempuh semakin semakin singkat dan minat berkunjung ke Bandung bisa meningkat,†kata Erik.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kota Bogor, Daud Nedo Darenoh, mengakui jika banyak hotel di Kota Bogor yang mengalami pailit. Ia juga mengimbau agar hotel-hotel di Bogor meningkatÂkan fasilitas MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition) untuk menyiasati kekosongan okupansi pada weekdays. “Kan bisa dikerjasamakan dengan BUMN atau kementerian yang membutuhkan fasilitas MICE,†ujarnya.
Daud menilai, perhotelan diharapÂkan dapat meningkatkan fasilitas MICE di antaranya dengan memperbesar ballroom dan ruang-ruang rapat. “TerÂus terang pendapatan pajak dari hotel tahun kemarin menurun. Padahal, tarÂget pajak kami naikkan,†kata dia.
Terpisah, Ketua PHRI Kota Bogor, Adhy Satrianto, mengakui, jika iklim bisnis perhotelan di Bogor kini sedang redup. “Tak seramai dulu. Tahun keÂmarin memang tahun berat bagi kami,†kata General Manager Hotel Ririn BoÂgor itu, kemarin petang.
Adhy juga sejutu dengan moratoÂrium izin hotel. “Hotel di Bogor sudah terlalu banyak dan padat. Bisa dilihat, di Jalan Padjajaran saja ada berapa unit. Jaraknya pun tidak terlalu jauh,†tandasnya.
Ketua PHRI Kabupaten Bogor, Agus Candra Bayu pun setuju jika moratoÂrium itu diberlakukan. Bumi Tegar Beriman sudah memiliki hotel sangat banyak khususnya di selatan. “Sudah seharusnya dilakukan. Soalnya, sekaÂrang sudah sangat banyak. Bukan apa-apa, nanti malah menciptakan iklim bisnis tidak sehat,†katanya.
Ia menambahkan, boleh saja tidak sampai moratorium. Asalkan hotel-hotel baru memiliki inovasi baru juga untuk membuka mata pengusaha hoÂtel lainnya juga punya ide segar. “HoÂtel baru sah-sah saja. Asalkan merek punya nilai jual yang jauh lebih menÂarik. Selama ini kan hanya begitu-beÂgitu saja,†tukasnya.
(Abdul Khadir Basalamah|Yuska Apitya)