WASHINGTON TODAY– Amerika Serikat, India, dan Jepang akan menggelar latihan angkatan laut gabungan di Laut Filipina dekat Laut China Selatan pada tahun ini. Pengumuman ini merupakan tin­dak lanjut dari kesepakatan antara AS dan India pada tahun lalu untuk memperluas latihan gabungan ang­katan laut mereka di Teluk Benggala dengan mengikutsertakan Jepang. Kesepakatan ini terca­pai sebagai bentuk respons ter­hadap meningkatnya pengaruh China di kawasan.

Pengumuman ini disampaikan tak berapa lama setelah AS menentang militeri­sasi China di Laut China Selatan. China membangun Kepu­lauan Spratly di perairan Laut China Selatan yang disengketakan pula oleh Filipina, Brunei Darussalam, Malaysia, Taiwan, dan Vietnam. Belakangan, China dik­abarkan mulai menempatkan kekuatan militer di Kepulauan Spratly, bahkan sempat mengha­lau nelayan Filipina untuk masuk wilayah itu. Sementara itu, AS terus melakukan patroli kapal di dekat daerah tersebut atas dasar kebebasan berlayar di perairan internasional.

Dalam konferensi pers di India, Kepala Komando Pasifik AL AS, Harry B. Harris, kembali menegaskan bahwa kebebasan berlayar merupak­an hak semua negara. “Sementara beberapa negara ingin menganiaya negara yang lebih kecil melalui intim­idasi dan paksaan, saya mengagumi contoh India yang melakukan res­olusi dalam menangani sengketa den­gan negara tetangga di Laut India,” ujar Harris seperti dikutip Reuters. Sementara itu, ketika di­mintai tanggapan mengenai latihan gabungan ini, juru bicara Kement­erian Luar Negeri China, Hong Lei, hanya berkata, “Kami berharap kerja sama negara-negara terkait akan membawa kemajuan terhadap ke­amanan dan perdamaian kawasan dan tidak merugikan kepentingan pi­hak ketiga.”

Sementara itu, pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong Un memerintahkan agar senjata nuklir disiagakan. Kim Jong Un meminta agar senjata nuklir Korut siap digu­nakan kapan saja sebagai antisipasi. Dalam pernyataannya sep­erti dikutip kantor berita Korut, Ko­rean Central News Agency (KCNA) dan dilansir AFP, Jumat (4/3/2016), Kim Jong Un menyatakan hulu ledak nuklir harus dalam posisi ‘stand­by’. “Standby untuk ditembakkan kapan saja,” ucap Kim Jong Un.

Lebih lanjut, Kim Jong Un memperingatkan bahwa situasi di Se­menanjung Korea semakin berbahaya sehingga Korut perlu meningkatkan strategi militernya, salah satunya dengan mempersiapkan serangan pencegahan. Retorika semacam ini sering disampaikan pemimpin Ko­rut saat ketegangan memanas. Korut selama ini diketahui memiliki sejumlah hulu ledak nuk­lir. Namun para pakar meragukan kemampuan senjata nuklir Korut. Menurut KCNA, pernyataan Kim Jong Un ini disampaikan ketika dia memantau uji coba peluncur roket baru yang diklaim berkaliber tinggi, pada Kamis (3/3) waktu setempat.

Pada hari yang sama, Kementerian Pertahanan Korea Selatan menyebut Korut telah meluncurkan enam roket yang mengudara sejauh 100-150 kilo­meter ke laut timur atau Laut Jepang. Peluncuran enam ro­ket itu dilakukan selang beberapa jam setelah Dewan Keamanan PBB menjatuhkan sanksi baru un­tuk Korut. Sanksi baru ini sebagai tanggapan atas uji coba nuklir dan peluncuran roket jarak jauh yang dilakukan Korut awal tahun ini. Dalam pernyataannya, Kim Jong Un menyebut resolusi PBB seper­ti bandit, yang didorong oleh Amerika Serikat dan sekutunya Korsel. “(Ko­rut) Menunggu perintah untuk mem­binasakan musuh dengan gelombang kemarahan mereka,” sebutnya sep­erti dikutip KCNA.

(Yuska Apitya/net)

============================================================
============================================================
============================================================