Untitled-7Peluang bisnis bisa datang dari mana saja bahkan dari sampah sekali pun. Sampah yang selama ini dianggap sebagai barang tidak bernilai dapat dimanfaatkan den­gan baik oleh Hijrah Purnama Pu­tra dan tiga temannya untuk dija­dikan berbagai kreasi.

Hijrah Purnama Putra beserta tiga temannya memulai usaha Bu­tik Daur Ulang sejak mereka duduk di bangku kuliah tahun 2008 lalu. Kegelisahan akan sampah mem­buat Hijrah dan teman-temannya mencoba untuk mengumpulkan sampah untuk dikreasikan men­jadi barang layak pakai. “Awal mulai karena prihatin saja lim­bah sampah meningkat di sekitar Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta tahun 2008 waktu ku­liah. Banyak sampah plastik yang dibuang begitu saja dari kantin dan angkringan. Jadi, ya waktu itu tahun 2008 sampai 2009, baru ngumpulin sampah saja di garasi rumah, belum tau mau dibuat apa,” jelas Hijrah kepada detikfi­nance, Minggu (13/03/2016).

Keseriusan Hijrah dan teman-temannya dalam mengolah bis­nis sampah dimulai pada tahun 2010. Pada waktu itu, Hijrah dan kawan-kawan memilah sampah secara lebih spesifik dengan mem­fokuskan pada sampah makanan dan minuman dengan lapisan alu­munium foil.

­

Produk pertama yang dipasarkan Hijrah dan kawan-kawan dari olahan sampah adalah map, dan mendapat respon yang cukup baik dari ma­syarakat. Map pesanan tersebut digunakan pelanggan untuk keper­luan seminar dengan total pesanan mencapai 250 lembar. “Pertama ada yangmesen produk kita, ya berupa map saja waktu itu buat seminar, mereka pesan 250,” ujar Hijrah.

BACA JUGA :  Wajib Coba! Menu Makan Siang dengan Semur Daging Istimewa yang Lezat dan Nikmat

Untuk mendapatkan pasokan sam­pah plastik, Hijrah dan kawan-kawan mendapat pasokan dari bank sampah yang juga dikelolanya. Dirinya men­gaku, hingga saat ini sudah ada seban­yak 205 bank sampah yang mengirim­kan sampah plastik untuk keperluan usaha Butik Daur Ulang ini.

Sistem bank sampah ini member­dayakan kelompok masyarakat seki­tar untuk mengumpulkan sampah plastik yang kemudian dapat ditukar dengan uang per 3 bulan.

“Sekarang sudah ada 205 bank sampah yang anggotanya terdiri ibu rumah tangga yang terkumpul dalam satu RT atau RW, ibu-ibu arisan, juga ibu-ibu PKK. Tiap kelompok bank sampah itu ada 6 sampai 8 orang, ada juga yang sampai 60 orang per kelompok. Jadi, nanti anggota dari 205 bank sampah itu ngasih sampah plastik ke kita, nanti kita tukar uang setiap 3 bulan,” jelas Hijrah.

Hingga saat ini, Hijrah dan tiga rekannya memiliki 14 orang karyawan yang turut membantu­nya dalam persediaan bahan baku, produksi, dan marketing.

“Kita menarik orang untuk beker­ja, dari bahan baku, produksi (jahit dan pola), dan marketing,” papar Hijrah.

Mulai tahun 2012 lalu, Butik Daur Ulang sudah memiliki toko sendiri di daerah Condongcatur, Sleman, Yog­yakarta. Dengan dibukanya toko in,i diharapkan masyarakat dapat meli­hat dan membeli produk daur ulang sampah plastik.

Saat ini, terdapat 90 jenis produk daur ulang sampah plastik mulai dari bross, gantungan kunci, tas ransel dan yang lainnya.

“Tahun 2012 kita buka toko di Condongcatur, Sleman biar ma­syarakat bisa lihat dan beli langsung produk yang kita buat. Sejauh ini, su­dah ada 90 jenis produk seperti bros, gantungan kunci, tas ransel, hingga miniatur,” jelas Hijrah.

BACA JUGA :  Wajib Cobain Ini! Resep Nasi Goreng Cumi ala Thai yang Gurih dan Sedap Bikin Nagih

Produk daur ulang milik Hijrah dan kawan-kawan paling laku di Yogyakarta dengan pembeli terban­yaknya adalah mahasiswa.

“Paling banyak mahasiswa Yogya­karta, jadi kita suplai tas laptop sam­pai tempat pensil,” ujar Hijrah.

Butik Daur Ulang menggunakan konsep wirausaha sosial sehingga efeknya dapat langsung dirasakan masyarakat. Keuntungan dari usaha daur ulang ini juga dilakukan untuk mengedukasi masyarakat terkait pengolahan sampah plastik.

“Konsepnya wirausaha sosial efeknya diharapkan untuk masyara­kat. Profitnya untuk masyarakat, edukasi ke sekolah untuk memperke­nalkan cara mengolah sampah plas­tik,” jelas Hijrah.

Omzet dari usaha daur ulang plastik bisa mencapai lebih dari Rp 25 juta yang kemudian dibagi untuk biaya operasional, gaji, dan edukasi daur ulang sampah ke masyarakat.

“Kalau omzet yang penting kita bisa buat bayar gaji karyawan kita saja sesuai UMR Sleman, Yogyakarta, sama nutupin biaya operasional kita, total­nya kurang lebih Rp 20 sampai Rp 25 juta. Sisa omzetnya ya buat edukasi masyarakat saja kita kan konsepnya wirausaha sosial,” tutur Hijrah.

Untuk target ke depannya, Butik Daur Ulang ingin membuka cabang baru dan juga memperbaiki sistem pendataan untuk bank sampah. “Target tahun ini mau buka cabang 1 lagi di Yogyakarta, juga bisa buat ap­likasi database untuk bank sampah,” tutup Hijrah.

(Yuska Apitya/dtkf )

============================================================
============================================================
============================================================