JAKARTA, Today – Pergerakan doÂlar Amerika Serikat semakin agresif hingga melesat menembus level Rp 13.200. Berdasarkan data perdaganÂgan Reuters, Selasa (15/3/2016), USD pada Selasa sore bergerak ke level Rp 13.228. Angka ini sudah naik tinggi dari posisi pagi hari yang dibuka di Rp 13.041.
Sejak pembukaan Selasa pagi, USD sudah meningkat dibandingkan posisi sore kemarin di Rp 13.055.Kemudian pada siang hari, mata uang Paman Sam tersebut terus bergerak naik. Hingga pukul 14.44 WIB, dolar AS berhasil menembus level baru di Rp 13.130.
Dolar AS terkerek ke posisi tertingÂginya di Rp 13.228 menguat pada sore hari. Hingga pukul 18.03 WIB, USD bertengger di posisi Rp 13.227. SepanÂjang hari ini, USD sudah menguat 187 poin (1,43 persen) ke Rp 13.228.
Penguatan USD ini bersamaan dengan pemangkasan proyeksi perÂtumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini oleh Bank Dunia menjadi 5,1 persÂen. Turun 0,2 persen dari proyeksi sebelumnya. Untuk 2017, Bank Dunia memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah 5,3 persen. Pada akhir tahun lalu, Bank Dunia memÂperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2016 bisa mencapai 5,3 persen.
Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia, Rodrigo A. Chaves, mengatakan ada dua alasan utama Bank Dunia menurunkan proyeksi perÂtumbuhan ekonomi Indonesia itu. PerÂtama, kondisi ekonomi luar negeri yang ternyata lebih lemah dibandingkan perkiraan semula.
Kedua, lemahnya pertumbuÂhan penerimaan negara sehingga bakal menghambat kemamÂpuan pemerintah untuk menggenjot belanja seÂcara signifikan dibandÂingkan tahun lalu.
Rodrigo pun menÂgatakan kehadiran investasi swasta diperlukan untuk perbaikan ekonomi. Investasi pemerintah pusat sepanjang 2015 bertambah sebesar 42 persen, tapi pertumÂbuhan investasi sekÂtor swasta masih leÂmah. Belanja konsumen yang tumbuh ternyata tidak secepat beberapa tahun sebelumnya.
Volume ekspor dan impor juga turun dengan pendapatan ekspor berkurang 14,4 persen dari tahun 2014. Pendapatan minyak dan gas tuÂrut merosot 42 persen year-on-year, pendapatan batu bara berkurang 26,5 persen dan pendapatan minyak sawit turun 19,3 persen.
Melemahnya harga komoditas itu merupakan pertanda pentingnya diÂversifikasi ekonomi menuju sektor manufaktur dan jasa, termasuk pariÂwisata. “Indonesia menikmati perÂtumbuhan ekonomi tinggi dibandingÂkan dengan negara-negara eksportir komoditas lainnya yang terdampak pelambatan ekonomi global. Tapi, pertumbuhan ekonomi di bawah 6 persen masih kurang untuk menyerap tenaga kerja yang jumlahnÂya mencapai 3 juta setiap tahunnya,†sambung Rodrigo.
(Winda/NET)