DALAM konsep Pakuan Pajajaran, setiap insan potensial sebagai pemimpin. TerÂutama karena di dalam diri manusia, sudah sediakan akal dan pikiran, nurani, perasaan, dan raga. Kesemua itu bila dikelola dengan sebaik-baiknya dalam suatu harmoni, akan membuat manusia itu berkualitas dan layak menjadi pemimpin.
Bang Sem Haesy
DIIBARATKAN, manusia itu lakÂsana emas. Harus digosok supaÂya terlihat cerlangnya. Proses menggosok itulah yang disebut tekad untuk memelihara hasrat menjadi maju. Antara lain dengan memperluas cakrawala berpikir melalui proses pembelajaran seÂcara khas di kawasan perdikan. Juga proses pematangan mental spiritual di kawasan kawikuan.
Dengan demikian ilmu penÂgetahuan yang diperoleh unÂtuk mengasah keterampilan dan pengendalian diri secara spiritual akan membekali setiap insan dengan komÂpetensi mereka. Begitulah Sang Darma Pitutur memÂberi isyarat. Ya.., manusia itu memang ibarat jambangan, sangat bergantung kepada isinya, berupa air jernih yang tampak dasarnya, transparan, sebagai lambang ilmu penÂgetahuan yang memberi waÂwasan luas dan jernih bagi setiap manusia untuk mengeÂtahui misteri jagad kehidupan yang teramat luas. Karenanya, manusia harus mempunyai hasrat memperluas pengetaÂhuannya itu.
Ini warah sang darma pituÂtur, sugan ura(ng) tanpa hedap mreo-peksah samutatah. PaeÂsan teh ta susuriyem, jambanÂgan eusi ning bayu ma hening, tah desana tah nora buksah.
Manusia yang sudah meÂlalui proses pembelajaran diri, khususnya melakukan pemaÂtangan mental spiritualnya, mengasah dan mengisi jiwanya dengan kebaikan, ia akan tumÂbuh sebagai emas yang cerÂlang. Emas yang memberikan nilai lebih dan menunjukkan kualitas serta kapasitas diri yang memang prima. Emas itu harus berulang digosok, antara lain dengan cara menambah terus proses pembelajaran diri yang bermuara pada kualitas.
Sang Darma Pitutur menÂgamsalkan semua itu dalam bahasa yang seperti ini : KalinÂgana ta, sri ma ngaranya omas. Kitu na omas, lamun hamo dila(n)ja pelek rupana, lamun kalanja ma cenang, rampes ja kaopeksa.
Bila kita pelajari dengan seksama, apa yang diisyaratÂkan di atas memotivasi kita unÂtuk tak pernah henti melakuÂkan proses pembelajaran. Kini di dunia modern berbagai cara bisa dilakukan, antara lain meÂlalui proses manpower plan, perencanaan sumberdaya maÂnusia yang jelas. Termasuk di dalam program pendidikan dan pelatihan yang harus terus menerus dilakukan, sebagai bagian dari proses kaderisasi.
Seorang insan, sebagai pemimpin, mesti melakukanÂnya, mulai dari lingkungan sosial terkecilnya bernama keÂluarga. Bila di dalam keluarga telah dilakukan proses perenÂcanaan sumberdaya insani, maka setiap keluarga dapat memberi kontribusi ketika masyarakat, negara (pemerinÂtah), dan bangsa memerlukanÂnya. Dalam konteks itu, dalam konteks kekinian, program wajib belajar, jangan berhenti hanya sekadar ‘mewajibkan’ anak bersekolah. MelainÂkan, bagaimana menciptakan kondisi dan lingkungan bagi siapa saja gemar belajar secara tanpa henti.