MANADO, TODAY — PT PerÂtamina (Persero) bulan depan akan meluncurkan produk BaÂhan Bakar Minyak (BBM) dari jenis solar, yaitu Dexlite. Ini merupakan BBM non subsidi, sama seperti Pertalite yang sudah lebih dulu diluncurÂkan. “Saya harapkan April suÂdah keluar,” ungkap Direktur Pemasaran Pertamina Ahmad Bambang di Manado, Sulawesi Utara, Minggu (27/3/2016).
Harga yang ditawarkan kepada masyarakat sebagai konsumen tenÂtunya lebih mahal. Bambang memÂperkiÂrakan sekitar Rp 7.000 per liter. “Harganya sekitar Rp 7.000 per liter,” sebutnya.
Bambang menjelaskan, keÂhadiran Dexlite tentunya unÂtuk memfasilitasi masyarakat yang membutuhkan solar dengan kualitas lebih baik. Namun dengan harga yang juga terjangkau. “Buat Fortuner itu kalau pakai solar itu ngeden lah. Apalagi solar itu campur fame. Kalau ini cetane number bisa 51, sulfur contains 1.000-1.200,” terang Bambang.
Bambang menyebutkan, Jawa dijadikan area penjualan tahap pertama. Kemudian bila menarik bagi masyarakat, maka akan dilanjutkan pada tugas-tugas berikutnya. “Penjualannya Jawa dulu. Kalau ini teroboÂsan itu mengubah pola industri otomotif dan akan banyak kendaraan menggunakan solar,” pungkasnya.
Khusus Mobil Mewah
Selain Dexlite, PT Pertamina (Persero) juga akan meluncurkan produk baru untuk BBM non subsidi, yakni Pertamax Turbo. Produk ini memiliki RON 98 dan ditujukan untuk mobil dengan kapasitas mesin tinggi, seperti Lambhorgini, Porsche, Ferrari dan lainnya. “Saya harap tahun ini Pertamax Turbo,” ungkap Bambang.
Menurutnya, masyarakat dengan segÂmentasi tertentu, yaitu pengguna sportcar sangat membutuhkan Pertamax Turbo. DiÂkarenakan kendaraan tersebut tidak cocok dengan kualitas Pertamax Plus. Sementara Pertamax Racing harganya terlalu mahal. “Kalau Pertamax Racing itu kan Rp 50.000-an per liter, paling mahal. Nah, ini saya bisa jual sekitar Rp 10.000-an,” imbuhnya.
Seiring dengan hal tersebut, Pertamax Plus juga akan dihapus. Sedangkan untuk Pertamax Racing cukup dijual dengan menggunakan kaÂleng. “Nanti kalau masuk sini, Pertamax Plus hilang dan Pertamax Racing cukup pakai kaÂleng. Jadi saya main langsung antara RON 92 dan 98. Karena grade BBM itu, begitu mesin gunakan RON 92 antara RON 94-96 itu mirip-mirip saja kualitasnya,” terang Bambang.
Pertamax Turbo untuk sekarang tengah melalui proses uji pasar di Eropa. Dimulai sejak pertengahan Maret 2016 sampai denÂgan tiga bulan ke depan. Bambang menilai, sejauh ini cukup diminati oleh masyarakat Eropa. “Saya lagi tes pasar di Eropa dulu ya, karena sportcar itu banyak di sana,” ujarnya.
Harga yang diberlakukan adalah USD 1 per liter, dengan USD 0,2 per liter untuk pemÂbayaran pajak yang berlaku. Pola distribusi meÂlalui mekanisme kerja sama dengan beberapa merk mobil dan dipasok menggunakan drum. Target untuk penjualan saat uji pasar ini adalah Rp 15.000 liter. “Saya kirim pakai drum dulu buat tes pasar. Bukan SPBU,” kata Bambang.
30% Pindah Konsumsi
Pertalite ternyata berhasil menggeser konsumsi BBM jenis Premium. Tahun ini, ditargetkan peralihan pasar konsumsi PreÂmium ke Pertalite mencapai 30% secara naÂsional. “Saya tantang para GM tiap regional, karena target 30% konsumsi Premium pinÂdah ke Pertalite,” kata Bambang.
Saat ini, sudah ada sekitar 2.500 unit Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang menyediakan produk pertalite. Di mana tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia dengan peluncuran terakhir di kaÂwasan Sulawesi Utara dan Tengah.
Pertalite juga bisa disalurkan melalui Agen Premium Minyak dan Solar (APMS), khususnya untuk daerah-daerah yang sulit dijangkau. Bambang menuturkan, sejak perÂtalite diluncurkan beberapa bulan lalu, pasar premium yang berhasil diambil sudah menÂcapai 15%. “Perpindahan lebih cepat di timur Indonesia, karena tanpa pemaksaan orang sadar. Soalnya saya sudah keliling. Tapi kalau barat, itu ada paksaan untuk mau naikin konÂsumsi misalnya kawasan Pondok Indah itu nggak ada jualan premium,” paparnya.
Dalam waktu dekat, Pertamina juga akan meluncurkan pertalite dalam kemasan kaleng. Sehingga pola distribusi kepada masyarakat menÂjadi semakin mudah. “Buat penyebaran yang lebih jauh lagi. Nanti kita kalengin saja. Orang itu yang penting gampang memperoleh. Harga timÂbul itu karena barangnya nggak ada. Kalau masih normal itu nggak mahal,” pungkasnya.
SPBU Mini
Saat ini, PT Pertamina juga mempersiapÂkan akan mendirikan SPBU berukuran kecil pada berbagai wilayah. SPBU ini akan mengaÂtasi persoalan kelangkaan BBM dan tingginya harga yang berlaku. “Kita tambah lagi, nanti akan luncurkan SPBU kecil,” ujar Bambang.
Bambang menjelaskan, masih banyak wilayah di Indonesia yang belum memiliki SPBU karena dinilai tidak ekonomis. SementaÂra kebutuhan BBM sangat tinggi. Kebanyakan yang muncul adalah penjual eceran atau yang seringkali ditemui adalah Pertamini.
“Misalnya saja kalau konsumen ke SPBU kan jauh, akhirnya beli ke pengecer. Nah, peluang itu yang diambil oleh pengecer dan Pertamini,” imbuhnya.
Pada wilayah tertentu, khususnya puÂlau-pulau terpencil seringkali ini menjadi masalah. Pertamina hanya mampu mengenÂdalikan harga sampai dengan Agen Premium dan Minyak Solar (APMS). Setelah rantai tersebut berlanjut ke penjualan eceran, harga bisa menjadi tidak terkendali. “Kalau terjadi kelangkaan, harganya kan bisa saja jauh melonjak,” sebutnya.
(Yuska Apitya Aji)