BADAN Pusat Statistik (BPS) merilis Indeks Harga Konsumen(IHK) atau inflasi bulan Maret 2016 sebesar 0,19 persen (month on month/ mom). Presentase inflasi ini turun drastis dibanding Januaridan Februari. Apasaja penyebabnya?
Oleh : Yuska Apitya
[email protected]
Adapun inflasi pada tahun kalender adalah sebesar 0,62 persen, inflasi taÂhun ke tahun (year on year/yoy) 4,45 persen, dan komponen inti sebesar 0,21 persen. Sementara itu, inflasi kompoÂnen inti yoy tercatat sebesar 3,5 persen.
Kepala BPS Suryamin menuturkan, dari 82 kota IHK, tercatat inflasi pada 58 kota dan deflasi di 24 kota. Inflasi tertinggi terdapat di daerah Bukittinggi sebeÂsar 1,18 persen dan terendah di daerah Tangerang, Malang, Yogyakarta, dan Singkawang sebesar 0,02 persen. SeÂdangkan deflasi terendah terdapat di daerah Singkawang sebesar 1,22 persÂen.
Andil inflasi yang tertinggi terÂdapat pada kelompok bahan makanÂan sebesar 0,69 persen dan sandang sebesar 0,55 persen. Sedangkan makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau terjadi inflasi sebesar 0,35 persen.
“Inflasi ini disebabkan karena bahan makanan, makanan jadi, dan rokok yang memberikan andil yang cukup tinggi. Ini juga karena pemerÂintah menaikkan harga rokok,†ujar Suryamin dalam konferensi pers di gedung BPS, Jakarta, Jumat (1/4/2016).
Untuk diketahui, inflasi ini lebih rendah apabila dibandingkan preÂdiksi Bank Indonesia (BI). SebelumÂnya, BI memprediksikan inflasi pada Maret 2016 mencapai 0,28 persen (mtm).
Namun, andil terhadap inflasi ini sesuai dengan prediksi Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution yang menyatakan bahwa harga bahan kebutuhan poÂkok masih menjadi penyebab dari terjadinya inflasi
“(Kenaikan harga) sudah tidak terlalu (tinggi), tapi ada sedikit, tapi itu tidak nasional sifatnya. Meskinya (inflasi) tidak (besar),†kata Darmin saat ditemui di kantornya, Jakarta, Kamis lalu.
Dengan begitu, inflasi kali ini adalah untuk yang kedua kalinya terjadi sepanjang tahun 2016. BeriÂkut adalah data IHK sepanjang tahun 2016:
- Januari
Inflasi: 0,51 persen
Inflasi tahun kalender: 0,51 persen
Inflasi tahun ke tahun (yoy): 4,14 persen
Inflasi komponen inti: 0,29 persen
Inflasi komponen inti yoy:
3,62 persen
- Februari
Inflasi: – 0,09 persen (deflasi 0,09 persen)
Inflasi tahun kalender: 0,41 persen
Inflasi tahun ke tahun (yoy):
4,42 persen
Inflasi komponen inti: 0,31 persen
Inflasi komponen inti yoy:
3,59 persen
- Maret
Inflasi: 0,19 persen
Inflasi tahun kalender: 0,62 persen
Inflasi tahun ke tahun (yoy):
4,45 persen
Inflasi komponen inti: 0,21 persen
Inflasi komponen inti yoy:
3,5 persen.
Sementara, berdasarkan data BPS, IHPB umum non-migas menÂgalami kenaikan sebesar 2,02 persen secara month to month menjadi 150,50. Kenaikan tertinggi terjadi pada sektor pertanian, yaitu sebesar 11,16 persen. Sedangkan sektor inÂdustri dan sektor pertambangan naik masing-masing sebesar 0,68 persen dan 0,33 persen.
Menariknya, apabila kita lihat kelompok barang ekspor non-migas dan kelompok barang impor non miÂgas, ini mengalami penurunan masÂing-masing sebesar 0,29 persen dan 2,99 persen. “Penurunan ini diseÂbabkan oleh penurunan harga komoÂditas aspal sebesar 0,97 persen, genÂteng dan atap lainnya sebesar 0,51 persen, batu hias dan batu bangunan 0,33 persen, semen 0,27 persen dan kerikil hingga sirtu alam sebesar 0,20 persen,†kata Suryamin.
Pada sektor domestik, IHPB sekÂtor pertanian tercatat mengalami kenaikan tertinggi, yaitu sebesar 11,16 persen dari 316,03 pada bulan lalu menjadi 351,3. Sedangkan sektor pertambangan dan penggalian naik sebesar 0,33 persen menjadi 118,89. Untuk sektor industri, juga tercatat mengalami kenaikan sebesar 0,68 persen menjadi 131,74.
Namun, pada perdagangan interÂnasional IHPB tercatat mengalami penurunan. Sektor impor non-miÂgas tercatat mengalami penurunan sebesar 0,29 persen menjadi 132,83. Sedangkan ekspor non-migas terjadi penurunan sebesar 0,91 persen menÂjadi 137,12.
“Bahan makanan 0,69%. KomÂponen ikan segar, daging, telur dan kacang-kacangan mengalami deflasi. Tapi untuk ikan yang diawetkan, sayuran, buah-buahan, bumbu-bumÂbuan, dan lemak dan minyak hewan nabati mengalami inflasi. Makanya bisa mendorong inflasi ke 0,69%,†kata Suryamin.
Selain itu, kata Suryamin, makanÂan jadi, minuman, rokok dan temÂbakau juga mengalami inflasi 0,36%. “Rokok sudah memberikan inflasi yang cukup tinggi, ini karena meÂnaikkan harga lewat cukai,†ujarnya. “Ini merupakan akibat dari penuÂrunan harga pertamax,†ujarnya. Komponen lain yang mengalami inÂflasi:
Sandang 0,55%
Kesehatan inflasi 0,30%
Pendidikan, rekreasi, olahraga inflasi 0,03%
Sementara komponen yang menÂgalami deflasi:
Perumahan air listrik gas dan baÂhan bakar deflasi 0,07% (karena tarif listrik turun)
Transportasi, komunikasi dan jasa keuangan deflasi 0,22%
BI: Harus Tetap Waspada
Menanggapi presentase ini, Deputi Gubernur Senior Bank IndoÂnesia (BI), Mirza Adityaswara menÂgatakan, angka tersebut masih beÂrada di bawah hasil survey bulanan yang dilakukan BI. Kendati begitu, pihaknya masih tetap mewaspadai pergerakan laju inflasi. “Kita perlu waspadai angka (inflasi) mom ini, karena volatile food kenaikannya biasanya memang lebih disebabkan karena volatile food, bisa karena cabe bisa karena bawang, itu kan masalah distribusi, kredibility, produksi,†kata dia di Gedung BI, JaÂkarta, Jumat (1/4/2016).
Apalagi, lanjutnya, beberÂapa bulan ke depan sudah memaÂsuki bulan puasa. Sehingga pihaknya akan terus mewaspadai laju inflasi terutama yang disebabkan harga pangan. “Jadi memang ke depan apalagi kita mau masuki bulan puaÂsa, bulan juni nanti panen kita sudah lewat masa panen padi itu juga perlu kita waspadai inflasi bahan pangan,†tukasnya.
Mirza mengatakan, inflasi menÂjadi salah satu faktor utama suku bunga. Sejatinya, suku bunga dana pasti akan lebih besar dari inflasi. Sehingga bila menginginkan suku bunga yang rendah, inflasi juga haÂrus rendah. “Akan lebih baik kalau kita bisa menjaga inflasi di bawah 4,5 persen, salah satu faktor yang menentukan suku bunga dana itu adalah inflasi jadi kalau mau suku bunga dana turun inflasinya harus turun,†kata dia.
Begitu pula dengan suku bunga kredit. Mirza bilang, bunga kredit akan turun seiring dengan penuÂrunan suku bunga dana. Selain inÂflasi, faktor lain yang mempengaruhi suku bunga kredit adalah ketersediÂaan likuiditas.
Mirza menerangkan, dengan inflasi Maret yang mencapai 0,19 persen (mom) maka inflasi tahun ke tahun mencapai 4,45 persen. UnÂtuk itu, pemerintah sebaiknya menÂjaga inflasi agar tidak melebihi 4,5 persen. “Inflasi maret ada kenaikan dari bulan Februari, angkanya sudah mendekati 4,5 persen, sudah 4,45 persen akan baik kalau sampai akhÂir tahun bisa kita jaga di bawah 4,5 persen,†cetusnya. (*)
Bagi Halaman