BOGOR, TODAY — Desakan sejumlah LemÂbaga Sosial Masyarakat (LSM) untuk mengusut kasus mark up anggaÂran pengadaan laÂhan relokasi PedÂagang Kaki Lima (PKL) di Jambu Dua, Tanah SarÂeal, Kota Bogor, mulai disikapi peneliti hukum di Kota Bogor. Ada yang menilai Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bogor lamban dan ada juga yang meminta maÂsyarakat bersabar.
Peneliti dan Dekan Fakultas HuÂkum, Universitas PakÂuan Bogor, Mihradi mengatakan, lambatnya peÂnyidikan kaÂsus mark up Jambu Dua masih wajar. Sebab, kasus ini tidak mudah dibongkar tunÂtas lantaran melibatkan sejumlah pejabat tinggi di Kota Bogor.
“Penyelidikan yang dilakukan oleh jaksa meÂmang agak lamÂban, tetapi maÂsyarakat harus bersabar, karena tidak mudah unÂtuk melengkapi berkas perkara yang saat ini masih dalam proses kajian Kejari maupun Kejati,’’ kata Mihradi kepaÂda BOGOR TODAY, Minggu (3/4/2016). Menurut dia, semuanya harus sesuai Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) maupun Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), dimana pada setiap unsur pasal perlu ditetapkan dua alat bukti untuk memÂperkuat alat bukti pada kasus ini.
Mihradi juga mengatakan, selain empat orang yang sudah ditetapkan menjadi tersangka, patut diduga ada ‘permainan’ dari sejumlah ‘oknum’ di Pemkot Bogor maupun di Dewan PerÂwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota BoÂgor. “Saya tetap positif thinking terkait dengan penyelidikan yang dilakukan pihak Kejari maupun Kejati. Memang patut diduga ada oknum lain yang terliÂbat, tetapi semua kita serahkan kepada Kejari maupun Kejati yang menangani kasus ini,†ujarnya.
Ia juga menambahkam, kasus ini memang layak menjadi sorotan publik melihat Pendapatan Asli DaeÂrah (PAD) Kota Bogor yang terbilang minim namun lahir Peraturan Daerah (Perda) yang mengeluarkan porsi angÂgaran yang besar untuk pembelian laÂhan relokasi PKL. “Harganya memang tidak masuk akal, dari luas tanah 7302 meter dihargai Rp 43,1 miliar,†katanya.
Selain itu, Mihradi juga berÂpendapat, perlu dikaji ulang mengenai status tanah yang menjadi objek tindak pidana tersebut. “Objek tanahnya juga harus dilihat, apakah statusnya SertiÂfikat Hak Milik (SHM), Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atau malah taÂnah tersebut benar-benar milik Pemkot Bogor. Tidak lucu apabila status tanah tersebut milik Pemkot tetapi dibeli lagi oleh Pemkot. Kita lihat saja kinerja KeÂjari maupun Kejati apakah bisa menanÂgani kasus ini atau akan menyerahkan kasus ini kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),†terangnya.
Terpisah, Kepala Seksi Intel Kejari Kota Bogor, Andhie Fajar Arianto menÂgatakan, Kejari Kota Bogor berkomitÂmen untuk memecahkan persoalan ‘Jambu Dua’ ini. “Masih belum ada yang baru, kita sedang memfokuskan pada keterangan ahli yang tidak bisa saya sebutkan namanya,†singkatnya, memÂbalas pesan singkat BOGOR TODAY, keÂmarin sore.
Sekedar informasi, sebundel bukti perkara sudah masuk ke KPK dan KeÂjagung, akan tetapi kedua lembaga maÂsih mengkaji detil persoalan kasusnya. “Kami tentunya bergerak atas temuan yang jelas, berapa kerugian negaranya, berapa angka ketidakwajarannya. KoorÂdinasi dengan BPK dan BPKP sudah kami lakukan. Kami tunggu hasilnya,†kata Ketua Komisioner KPK, Agus RaÂhardjo, ketika dikonfirmasi.
(Abdul Kadir |Yuska Apitya)