JAKARTA, TODAYÂ – Mantan peseÂpakbola, Supriyono, mengkritik para pemain yang malah terbelah di masa pembekuan PSSI. Dia meminta mereÂka untuk bersatu dan turut menentuÂkan masa depan sepakbola Indonesia.
Sebagai tokoh utama, para peÂmain merasakan langsung reaksi PSSI setelah dibekukan pemerintah. PSSI menghentikan kompetisi. MerÂeka pun tak kehilangan ladang mata pencaharian.
Sebagian pemain memilih unÂtuk beristirahat dari sepakbola dan membuka usaha lain yang tak berkaiÂtan dengan sepakbola demi asap daÂpur tetap mengepul. Sebagian lain bertahan untuk tetap bermain sepakÂbola. Pilihannya bergabung dengan klub-klub di tanah air yang mengikuÂti turnamen nasional atau bahkan anÂtarkampung. Sebagian lain, memilih bermain di liga negara lain.
Supriyono berharap para pemain bisa mengambil pelajaran dari situasi itu. Tapi, tak berhenti di sana, para pemain diminta bisa segera menÂgambil sikap ke arah yang positif dengan pembekuan tersebut.
“Saya heran saat mereka sempat ramai mau boikot turnamen, tapi malah tetap main. Itu tragis dan meÂnyedihkan. Mereka sudah menunÂjukkan diri mereka tidak mempunyai prinsip. Mungkin pada perjalannnya setelah deklarasi, mereka berpikir lumayan dapur bisa ngepul (dengan ikut turnamen) tapi tidka dengan kehilangan prinsip,” kata Supriyono dalam perbincangan degan detikÂSport, Rabu (6/4/2016).
Sudah terlalu lama situasi ini berÂlarut-larut dan para pemain inilah yang merupakan tokoh utamanya, lakonnya. Kalau bukan sekarang kaÂpan lagi mereka menentukan sikap. Kalau pemain tidak punya prinsip dan sikap maka akan sulit untuk membuat perubahan. Pemain jangan mau jadi sapi perah lagi. Ini momen yang tepat untuk perubahan.
“Intinya ayo bareng-bareng, para pemain–yang masih aktif dan yang sudah mantan–mencari pola yang sama mau dibawa ke mana sepakÂbola kita ini? Kalau ujung-ujungnya federasi yang jadi lembaga tertinggi di negara ini tidak bisa memberikan tempat bagi orang tua yang sudah mendukung anak-anak mereka menÂjadi pemain bola, sudah semestinya ada aksi dari para pemain. Tegakah mereka melihat adik-adik mereka seperti itu?” tutur mantan pemain yang pernah bergabung dalam tim nasional Primavera tersebut.
Supriyono juga menyampaikan harapan agar Kemenpora dan pihak-pihak yang terkait bisa segera mencÂari solusi terbaik untuk sepakbola InÂdonesia. “Saya berharap yang duduk di situ jangan abu-abu, harus punya sikap. Saya berharap bisa segera digÂulirkan liga lagi karena sudah terlalu lama (tak ada liga),†ucap Supriyono.
Apalagi 2018 nanti kata dia menÂjadi tuan rumah Asian Games, masa sih tim tidak tampil? Bahkan sebuah negara yang menjadi juara akan menjadi tidak ada artinya kalau tidak tampil di Asian Games.
“AFC juga memberikan batas waktu untuk keikutsertaan kita dalam Piala AFF sampai 5 Agustus. Apakah orang-orang itu mendengar batas waktu-batas waktu kita di ajang internasional?” pungkasnya. Pemain Rindu Kompetisi
Para pesepakbola memang menÂginginkan reformasi PSSI. Tapi, di sisi lain mereka lebih merindukan kompetisi.
Pemain-pemain lokal membuka pintu lebar-lebar terhadap inisiatif kementerian pemuda dan olahraga untuk mereformasi PSSI. Mereka mengaku muak dengan pengaturan skor, gaji yang ditunggak oleh klub, dan persoalan organisasi yang mau tak mau harus ditanggung seperti keÂtika ada dualisme klub.
Tapi, dalam perkembangannya menpora malah tak kunjung mengÂgulirkan kompetisi seperti yang diÂjanjikan. Pemain pun mulai memÂpertanyakan keseriusan pemerintah untuk memperbaiki internal PSSI.
“Kondisi sepakbola masih sangat mengkhawatirkan karena kami cuma bisa main di turnamen-turnamen yang tidak jelas masa depannya. DitÂambah lagi status Ketua Umum PSSI (La Nyalla Mattalitti) yang menjadi tersangka,” ungkap gelandang Persib Bandung, Atep, kepada detiksport.
Pemain kelahiran Cianjur terseÂbut sejatinya sangat menginginkan adanya reformasi di kepengurusan PSSI. Dia memimpikan sepakbola Indonesia bisa transparan dan berÂsih. “Dengan transparan dan berÂsih, maka klub-klub tidak akan lagi menunggak pemain dan menelantarÂkan pemain. Kami ingin sepakbola Indonesia lebih baik,” tutur dia.
Senada, Bayu Gatra, gelandang muda Sriwijaya FC, menilai saat ini adalah momen untuk memperbaiki sepakbola tanah air. Tapi tidak bisa hanya keinginan satu pihak, tapi semua elemen dari sepakbola itu sendiri.
Bahkan, Bayu menyeut jika menÂpora sudha tak sanggup mencari solusi sudah saatnya Presiden RI Joko Widodo turun tangan. Itu agar kondiÂsi seperti ini tidak berlarut-larut.
“Harapan utama pasti, PSSI sankÂsinya dicabut, ada kompetisi resmi, pemain bisa bermain di timnas. Itu harapan kami. Kami berharap ada titik temu solusi terbaik. Mungkin Presiden Jokowi harus bisa lebih teÂgas,” ucap Bayu.
Semua pemain pasti ingin ada perbaikan sepakbola. Karena sepakÂbola yang ada sudah ketinggalan sanÂgat auh dari negara-negara lain,” tutur pemain asal Jember, Jawa Timur itu.
“Sudah hampir satu tahun pemÂbekuan PSSI, sudah saatnya semua mengambil hikmahnya dengan sama-sama belajar memperbaiki sepakbola tanah air, saling bersinergi dan duduk bersama,”timpal MuhamÂmad Taufiq, gelandang Persib.
(Imam/net)