Sempat merugi miliarÂan rupiah, Nani KurÂniasari tak menyerah untuk terus melakuÂkan usaha. Berbagai cara dilakukan untuk kembali bangkit meski dililit utang hampir Rp 2 miliar. Apa usaÂhanya?
Kisahnya berawal saat usaha katering miliknya yang sudah dirintisnya sejak 2003-2010 silam. Usaha katÂering ini akhirnya rugi dan meninggalkan utang.
Penderitaan Nani tak berhenti sampai di situ, saat usahanya rugi dan terlilit utang ia justru harus berÂpisah dengan suaminya. Dia sangat merasa terpuruk.
“Sebetulnya karena waktu itu kondisi lagi drop bisnis katering dari 2003- 2010 bangkrut akhirnya saya rugi Rp 1,5 miliar. Bodohnya saya pinjam uang lagi sekiÂtar total Rp 500 juta untuk menutup utang tadi, malah jadi tambah utangnya, jadi malah harus menutup utang sekitar Rp 2 miliar. Lalu lagi ada masalah begitu ditÂambah kehidupan keluarga pisah sama suami,†ujar Nani Kurniasari, kemarin.
Setelah itu, ia bahkan sempat tidak memiliki peÂkerjaan dari tahun 2010- 2013, sehingga menganÂdalkan pendapatan dari bantuan keluarganya, dan mulai bangkit di awal tahun lalu dengan membuat selai. “Di 2010 sampai 2013 semÂpat vakum jadi saya menÂgandalkan sedapatnya dari pemberian keluarga. KemuÂdian 2014 mulai jualan lagi hijab tapi bangkitnya sejak tahun lalu sempat ikutan life coach untuk self healing. Nah dari situ ada tugas yang harus menghasilkan karya. Saya kan suka masak dan tidak mau ribet kalau katering kan ribet peralatannya banÂyak. Nah kalau selai ini mudah dan bisa dikerjain sendiri,†lanjut Nani.
Wanita yang pernah kuliah di juÂrusan kelautan ini mengatakan, prosÂes percobaan pembuatan selainya tiÂdak mudah dari 4 sampel selai yang dibuatnya hanya 1 yang layak dijual. Saat ini selai yang dijualnya hanya 1 varian saja yaitu rasa karamel. “KaÂlau sekarang jual 1 rasa yaitu selai karamel saja. Dulu itu waktu perÂtama kali percobaan bikin 4 dari 4 yang lolos cuma 1 sisanya pahit akhÂirnya coach saya bilang fokus untuk kerjain satu walaupun hasilnya kecil tapi harus ditekuni. Waktu yang bikin 4 itu emang bikinnya buru-buru samÂbil marah dan nggak fokus, makanya sekarang saya jual masih satu rasa aja mau fokus di satu dulu,†kata Nani.
Modal awal yang dibutuhkan unÂtuk usaha selainya ini sebesar Rp 200 ribu untuk bahan baku dan juga unÂtuk kemasan toples. Selainya ini diÂjual dengan harga Rp 40 ribu/toples, 1 jarnya berisi 120 mg. Ia mengaku omzet dari penjualan selai move on miliknya ini mencapai Rp 4 juta per hari. “Modal itu waktu awal Rp 200 ribu untuk bahan baku dan jar. SeÂhari bisa produksi sampai 300 jar. Alhamdulillah akhir-akhir minggu ini target jual 100 jar per hari bisa kekejar omzet sekarang Rp 4 juta per hari. Sebelumnya Rp 4-5 juta itu palÂing sebulanan bikin 10 jar aja semingÂgu nggak habis-habis,†tuturnya.
Wanita yang memiliki 4 anak ini mengatakan, ia mengerjakan usaha selainya ini dibantu oleh kedua orang temannya. Saat ini ia memasarkan selai buatannya melalui teman-teÂmannya dan juga melalui online sepÂerti Facebook, Instagram, dan Twitter.
Ke depan ia berharap bisa memÂbuat rumah selai yang bisa dimanÂfaatkan untuk menjual selai dan produk-produk lainnya, serta bisa memasarkan produknya sampai ke luar negeri. “Sekarang untuk 1 reÂsep itu buatnya 10 jam, bikinnya di rumah dibantu sama teman ada 2 orang. Pemasaran barang sih masih mouth to mouth dan online di InstaÂgram, Facebook, dan Twitter masih belum dipikirin untuk sampai beÂsar tapi ke depan pengennya bikin rumah selai move on nanti disitu ada selai atau ada produk-produk lain dari teman-teman yang mungkin lagi move on juga masih ngumpulin modÂal sih karena kan besar,†ujarnya.
“Kemasan juga dipercantik jadi kaÂlau orang mau kasih gift nggak malu-maluin begitu. Kalau pengiriman palÂing jauh ke Papua kalau ke luar negeri paling lewat teman ada yang titip seÂlai move on pas teman lagi ke sana minta bawain ada yang ke Kanada, UK tapi belum pengiriman masih lewat teman saja,†ujarnya.
(Yuska Apitya/ dtkf)