Untitled-16BOGOR TODAY – Tak hanya Sentul City yang ingin membangun kawasan Sillicon Valley. Cyber Park Indonesia dengan Fi­ber Optik Powertel juga menyusun kon­sep serupa yakni membangun kawasan fiber optik yang diklaim sebagai yang ter­besar, bukan hanya di Indonesia, tapi juga di dunia. Jaringan fiber optik ini diklaim bisa menyaingi kapasitas Kebutuhan Infra­struktur Internet di Sillicon Valley.

 Kawasan hunian cyberatau cyber home tersebut diberi namaTamansari Cyber. Per­tama, dan satu-satunya hunian berkonsep Real cyber home di Indonesia. Dibangun di atas luas tanah sekitar 13 hektar, Tamansari Cyberberlokasi di Kelurahan Mulyaharja, Kota Bogor.

CEO Cyber Park Indonesia, Dedi Yudiant berjanji kepada Presiden Jokowi, properti dengan konsep teknologi sudah hadir di Bo­gor. Dengan begitu orang nomor satu itu ti­dak perlu jauh-jauh ke Sillicon Valley melihat jaringan internet tercepat. “Jadi, Presiden ti­dak perlu jauh-jauh naik pesawat ke Sillicon Valley lagi buat lihat Google fiber 1 Gbps. Su­dah ada di Bogor, yang bahkan dekat dengan Istana Bogor,” ujar Dedi, Selasa (3/5/2016). “Kita punya jutaan siswa SMK. Ini justru akan menjawab target 1000 startup yang digaungkan pemerintah, karena target itu membutuhkan SDM yang tersebar di 514 kabupaten atau kota bila ingin skala eko­nominya se-Indonesia,» ujar Dedi.

Sejak awal menjabat, Presiden RI Joko Widodo atau Jokowi memang sudah men­dorong pendidikan vokasi (kejuruan) untuk dikedepankan, termasuk menyatakan bakal lebih dibutuhkannya siswa lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK) ketimbang seko­lah umum atau perguruan tinggi. Dorongan itu seirama dengan visi ekonomi digital yang dipaparkan Presiden sendiri ketika berkunjung ke Silicon Valley, bulan Februari 2016 lalu.

Presiden dalam kunjungannya itu mengangkat konsep ekonomi sebagai topik utama. Nilai potensi ekonomi digital Indo­nesia pada 2020 akan mencapai 130 miliar dollar AS atau setara sekitar Rp 169 triliun dengan kurs Rp 13.000 per dollar AS. Jika konsep itu berjalan dengan baik, nilai itu akan tercapai. «Tapi, dengan apa mau men­capai target tersebut? Ekonomi digital kan bukan hanya e-commerce, dan Palapa Ring yang pada 2019 pun belum tentu selesai dan bisa digunakan secara stabil. Indonesia hanya tersisa 3,5 tahun untuk mencapai tar­get 2020 itu, bagaimana kita mau menge­jarnya?,” ujar Dedi.

BACA JUGA :  DARI PREMAN TERMINAL, SEKDES HINGGA ANGGOTA DPRD PROVINSI JABAR

Untuk itu, dengan dukungan fiber optik Powertel, Cyber Park Indonesia memban­gun kawasan fiber optik terbesar di Indo­nesia. Kawasan hunian cyber atau cyber home tersebut diberi nama Tamansari Cyber.

Didukung SDM dari jutaan siswa SMK, kawasan TIK tersebut akan sangat berdaya guna untuk mewujudkan tujuan ekonomi digital. Berdasarkan data Kementerian Pen­didikan RI, ada 4,4 juta siswa SMK yang bisa menjadi generasi siap pakai. Tenaga siswa lulusan SMK itulah yang sebenarnya dibu­tuhkan mewujudkan visi ekonomi digital itu secara cepat.

“Kenapa SMK, karena kita memang perlu tenaga siap pakai sebanyak mungkin. Kita butuh secara massif tenaga operator, admin, atau developer web. Nah, yang bisa kerja cepat dengan biaya tidak mahal itu SMK,»ujarnya.

Silicon Valley

Target 1000 start up tanpa menyiap­kan SDM dan infrastrukturnya, termasuk kawasan inkubasi, akan sulit terwujud. Apalagi, target waktu ekonomi digital ting­gal 3 tahun lagi. «Bukan tak mungkin, pada 2020 nanti anak-anak Indonesia hanya akan jadi buruh digital dan makin konsumtif ter­hadap produk asing. Indikatornya mudah saja. Kita bisa lihat dari semua media sosial Indonesia selalu menjadi lima besar seb­agai pengguna, apakah kita bangga dengan itu?,” ujar Dedi yang juga Ketua Komite Pe­nyelarasan Teknologi Informasi dan Komu­nikasi (KPTIK).

“Sementara itu, wirausaha kita masih di bawah satu persen, apalagi wirausaha digital masih hitungan jari. Pengangguran muda membesar, arah ekonomi digital kita pun belum ada dan peta SDM-nya semen­tara masih dari serbuan asing yang terus membengkak. Ini kenyataan,” tambahnya.

BACA JUGA :  Wajib Tahu, Ini Dia 12 Khasiat Bunga Pepaya untuk Kesehatan

Dedi mengingatkan, bahwa program pendidikan nasional masih mengacu pada sistem Amerika dan Inggris yang minimal 4-5 tahun untuk menyelesaikan kuliah. Dengan semakin mengkhawatirkannya in­vasi digital asing yang semakin membesar, dia berharap dukungan vokasi perlu segera dioptimalkan. «Karena kurikulum SMK be­lum seutuhnya sesuai kebutuhan industri digital. Pun, percuma bicara kehebatan soft­ware ini dan itu kalau semua dimiliki oleh asing, mulai dari operating system, search engine, layanan email, apps store, mes­senger, socmed dan platform dasar lainnya, semuanya buatan versi luar,» ujar Dedi.

Dibangun di atas luas tanah sekitar 13 hektar, di Tamansari Cyber ini Dedi meny­iapkan program teaching and coaching se­cara online. Beberapa mentor akan terjun langsung mengajarkan TIK kepada siswa SMK sebagai SDM utamanya dalam mendu­kung digitalisasi seluruh desa di Indonesia.

Untuk mendukung upaya itu, Dedi membangun fasilitas akses internet kapa­sitas besar di setiap unit rumah Tamansari Cyber. Setiap rumah terpasang internet dengan kekuatan riil 100 Mbps dengan up­load dan download sama (simetris) dengan Opsi IP publik bila ingin menghidupkan server sendiri dari rumah. Bahkan, saat ini sudah progres menuju 1 Gbps setiap rumah dan sedang di-upgrade menuju 10 Gbps.

Dia berharap Presiden Jokowi bisa meli­hat langsung konsep tersebut dan mencoba fasilitas internet sebagai «blusukan online” gaya baru ke-78 ribu desa se-Indonesia yang didukung oleh siswa-siswi SMK se-Indone­sia. Semua bisa dilakukan secara online.

“Jadi, Presiden tidak perlu jauh-jauh naik pesawat ke Sillicon Valley lagi buat lihat Google fiber 1 Gbps. Itu sudah ada di Bogor, yang bahkan dekat dengan Istana Bogor,” tandasnya.

(Abdul Kadir Basalamah|Yuska Apitya)

============================================================
============================================================
============================================================