mandala-multifinanceLESUNYA penyaluran kredit industri pembiayaan yang diakibatkan masihlemahnya daya beli masyarakat menyebabkan sejumlah perusahaanpembiay­aan cenderung berhati-hati dalam menyalurkan kredit.

Oleh : Latifa Fitria
[email protected]

Sikap selektif yang di­lakukan sejumlah pe­rusahaan pembiayaan (multifinance) dilakukan sebagai langkah antisipasi untuk menekan peningkatan nonper­forming finance (NPF).

Berdasarkan ikhtisar data keuangan lembaga pembiayaan yang dirilis Otoritas Jasa Keuan­gan (OJK) menunjukkan adanya peningkatan NPF pada kuartal pertama tahun ini jika diband­ingkan rata-rata NPF pada akhir tahun lalu.

Data OJK menunjukkan bah­wa per Desember 2015 rata-rata NPF multifinance sebesar 1,45 persen. Adapun, pada Maret 2016 angkanya telah meningkat men­jadi 1,56 persen. Kendati demiki­an, jika dibandingkan Februari 2016, angka NPF sedikit mengal­ami penurunan. Pada Februari 2016 tercatat NPF multifinance mencapai 1,57 persen.

Corporate Secretary PT Mandala Multifinance Mahrus menyatakan masih le­mahnya daya beli ma­syarakat dan kondisi makro ekonomi yang dinilai be­lum kon­d u s i f me­nyebabkan perusahaan cend­erung selektif dalam menerima pengajuan kredit dari konsumen.

Dia menuturkan, NPF Manda­la Finance pada kuartal pertama tahun ini sebesar 1,3 persen atau naik tipis jika dibandingkan NPF perseroan pada akhir tahun lalu yaitu 1,29 persen. Menurutnya, meski pertumbuhan NPF cen­derung stagnan, tetapi langkah antisipasi terhadap peningkatan kredit macet tetap dilakukan.

“Kondisi ekonomi seperti ini kalau dipaksa meningkatkan jumlah pembiayaan, efeknya NPF nantinya dikhawatirkan bisa naik. Oleh sebab itu, kami tetap selek­tif, konsumen yang layak akan kami biayai,” kata Mahrus.

Dia menyebutkan, sampai dengan kuartal I/2016 realisasi pembiayaan Mandala Finance mengalami penurunan sebesar 28 persen jika dibandingkan re­alisasi pem­biayaan pada kuartal I/2015 yaitu dari Rp1,1 trili­un menjadi Rp792 miliar.

BACA JUGA :  Polisi Ungkap Angka Kecelakaan Tahun Ini Menurun 18 Persen

Sementara itu, sepanjang tahun 2016, Mandala Finance menargetkan bisa membuku­kan pembiayaan sebesar Rp5,1 triliun atau tumbuh sebesar 13% dibandingkan realisasi pada ta­hun lalu. Sepanjang 2015, total pembiyaan yang disalurkan men­capai Rp4,5 triliun atau turun 10 persen dibandingkan realisasi pada 2014.

Setali tiga uang dengan Man­dala Finance, PT Adira Dinamika Multifinance (Adira Finance) juga cenderung berhati-hati dalam menyalurkan pembiayaan. Pres­iden Direktur Adira Finance Willy S. Dharma menyatakan pihaknya lebih selektif dalam memilih kon­sumen yang dibiayai untuk me­waspadi kenaikan NPF.

Dia menyebutkan, pada kuartal I/2016, NPF perseroan mengalami kenaikan jika diband­ingkan dengan NPF pada kuar­tal IV/2015 yaitu dari 1,7 persen menjadi 1,8 persen. Sementara, pada periode yang sama tahun lalu, NPF Adira Finance tercatat sebesar 1,6 persen.

“Strategi mencegah kredit macet yang kami terapkan ialah lebih selektif dan meningkatkan pembiayaan kepada segmen kendaraan bekas,” ucapnya.

Sementara itu, berdasarkan ikhtisar data keuangan yang di­publikasi OJK per Maret 2016 menunjukkan piutang pembi­ayaan multifinance mencapai Rp364,4 triliun atau mengalami penurunan sebesar 1,46 persen jika dibandingkan realisasi pada periode yang sama tahun lalu yaitu Rp369,8 triliun.

Dari total piutang pembiay­aan sebesar Rp364,4 triliun, kon­tribusi pembiayaan dari lini bisnis sewa guna usaha berkontribusi sebesar 28,3 persen. Kemudian, kontribusi dari lini bisnis anjak piutang tercatat 3,12 persen, kartu kredit 0,27 pers­en, dan pem­biayaan konsumen sebesar 68,5 persen.

BACA JUGA :  Simak Ini, Makanan Vegetarian yang Bisa Jadi Pengganti Asupan Ikan

Dalam laporan tersebut menunjukkan bahwa faktor penurunan piutang pembiayaan pada kuartal pertama tahun ini lebih disebabkan kepada penyal­uran pembiayaan pada lini bisnis sewa guna usaha yang mengalami penurunan sebesar 9,71 persen yaitu dari Rp114,2 triliun pada kuartal I/2015 menjadi Rp103,1 triliun pada kuartal I/2016.

Adapun, pembiayaan pada lini bisnis lainnya justru men­galami pertumbuhan. Pembiay­aan pada segmen anjak piutang mencatatkan pertumbuhan sebe­sar 21,1 persen dari Rp9,4 triliun menjadi Rp11,39 triliun.

Kemudian, pembiayaan katru kredit bertumbuh sebesar 220 persen, sedangkan pembiayaan konsumen bertumbuh tipis yaitu 1,48 persen dari Rp246,14 triliun menjadi Rp249,78 triliun.

Ketua Umum Asosiasi Peru­sahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno me­nyatakan pembiayaan sewa guna usaha memang belum menunjuk­kan pemulihan, lantaran kinerja sektor pertambangan cenderung terus menurun.

“Kinerja sektor pertambangan yang selama ini menjadi tulang punggung pembiayaan sewa guna usaha cenderung terus menurun. Sehingga, berdampak kepada realisasi penyaluran kredit multi­finance,” kata Suwandi. Kendati demikian, dia mengaku optimistis industri pembiayaan bisa men­catatkan kinerja yang lebih baik pada kuartal berikutnya. Pasal­nya, meski piutang pembiayaan pada kuartal I/2016 menurun jika dibandingkan kuartal I/2015.

Akan tetapi, piutang pembi­ayaan per Maret 2016 mengalami pertumbuhan tipis sebesar 0,07 persen jika dibandingkan piutang pembiayaan pada Februari 2016 yaitu dari Rp364,1 triliun menjadi Rp364,4 triliun. (NET)

============================================================
============================================================
============================================================