Sekretaris-Jenderal-Mahkamah-Agung-(MA)-NurhadiDARI Sekretaris Jenderal (Sekjen) Mahkamah Agung (MA) kini berubah menjadi buronan. Itulah kisah Nurhadi, menghilang sudah 30 hari dan mangkir dari panggilan pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi.

Nurhadi buron bersama sopir pribadinya, Royani, hingga kini belum terlacak oleh Komisi Pemberantasan Ko­rupsi (KPK). Bagi warga Bo­gor yang mengetahui keberadaan kedua buronan ini diminta melapor ke KPK.

Menghilangnya Nurhadi terkait kasus suap panitera Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Kasus ini menyeret nama Nurhadi dan sopirnya, Royani sebagai pi­hak yang mendapat aliran suap.

Hakim Agung Gayus Lumbuun men­gatakan, buronnya Nurhadi membuat posisi Sekjen MA kosong. Akibatnya, proses administrasi di lembaga peradi­lan tertinggi negara tersebut terhambat. “Dia sudah 30 hari tidak berada di kantor. Hal itu menghambat proses administrasi di Mahkamah Agung,” ujarnya, Minggu (22/5/2016).

Gayus memaparkan, beberapa keg­iatan yang terhambat di antaranya kegiatan di bidang sumber daya manusia (SDM),

anggaran APBN, dan aset. Walau­pun ada staf, kata dia, hal itu tak banyak membantu sebab ada be­berapa kewenangan yang harus ditangani Nurhadi sendiri.

Merujuk pada pada pasal 7 ayat 4 jo pasal 10 angka 9 huruf a, b, c PP No. 53/2010 Tentang Pegawai Negeri Sipil (PNS), Gayus mengatakan seorang pegawai neg­eri yang tidak masuk selama 31-35 hari bisa diturunkan pangkatnya. Jika tidak masuk 36-40 hari, PNS itu dipindahkan dalam rangka penurunan jabatan dan tidak ma­suk 41-45 hari diberhentikan dari jabatannya. Sedangkan lebih dari 45 hari, PNS diberhentikan tidak hormat.

Secara terpisah, Juru Bicara Mahkamah Agung (MA) Suhadi berkomentar banyak soal sekjen­nya tersebut. Dia mengakui Nurha­di memang disebut-sebut terlibat dalam kasus suap. Namun, soal absennya Nurhadi selama 30 hari terakhir, Suhadi mengaku tidak memiliki informasi secara detail.

Dia hanya mengatakan MA menghormati proses hukum yang berlangsung dan tidak akan mencampuri proses penyidikan di KPK. MA pun menyerahkan semua proses terhadap Nurhadi kepada KPK.

Dia juga mengaku tak tahu lo­kasi persembunyian pegawai MA, Royani, yang menjadi saksi kunci. Royani diduga sengaja disembun­yikan untuk menutup-nutupi ka­sus yang diduga menyeret Sekjen MA tersebut. KPK berencana men­girimkan surat ke MA untuk meng­hadirkan orang dekat Nurhadi itu.

Suhadi mempersilakan KPK untuk mencari saksi tersebut. Namun, dia menolak permintaan menghadirkan saksi ke KPK. Ala­sannya, institusi MA tidak me­miliki perangkat untuk mencari keberadaan saksi yang dimaksud. “Kan KPK memiliki penyelidik dan penyidik, silakan mereka yang mencarinya. Kami tidak akan menghalanginya, cari di mana lokasi persembunyiannya,” kata dia.

BACA JUGA :  Lokasi SIM Keliling Kabupaten Bogor, Rabu 1 Mei 2024

Kabar tentang disembunyikan­nya Royani itu muncul setelah dalam dua kali pemanggilan, orang dekat Nurhadi itu tidak memenuhi panggilan penyidik. Dia diduga memegang banyak in­formasi soal kasus suap itu di MA.

Nurhadi juga sudah dua kali mangkir dari panggilan penyidik KPK. Sedianya Nurhadi (NHD) akan diperiksa terkait kasus dugaan suap penanganan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus).

Pelaksana harian (Plh) Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati mengatakan, pekan kemarin, Nurhadi hanya mengirim stafnya untuk memberikan keterangan bahwa yang bersangkutan berha­langan hadir dan meminta penjad­walan ulang pemeriksaan. “NHD, stafnya datang membawa surat penjadwalan periksa,” kata Yuyuk saat dikonfirmasi, kemarin.

Hingga kini, Nurhadi telah dicegah pihak Imigrasi untuk pergi ke luar negeri. Pencegahan tersebut diajukan KPK karena Nurhadi dianggap memiliki infor­masi penting terkait kasus ini.

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan panitera PN Jakpus, Edy Nasution, dan pihak swasta, Doddy Ariyanto Supeno, sebagai tersangka. Keduanya ditangkap usai melakukan transaksi suap di sebuah hotel di Jakarta Pusat, be­berapa waktu lalu.

Nama Royani muncul dalam jadwal pemanggilan saksi-saksi un­tuk diperiksa dalam perkara suap panitera di Pengadilan Negeri Jakar­ta Pusat. Ia disebut-sebut sebagai pegawai Mahkamah Agung. Dua kali dipanggil, Royani tak hadir. Ia diduga diperintah oleh Nurhadi.

Sejauh ini, KPK telah menga­mankan uang sekitar Rp1,7 miliar usai menggeledah kediaman Sek­retaris Jenderal Mahkamah Agung Nurhadi. Penggeledahan terkait dengan kasus dugaan suap pen­gajuan Peninjauan Kembali di PN Jakarta Pusat. “Penyidik KPK me­nyita uang dalam bentuk pecahan rupiah dan dalam bentuk mata uang asing di rumah NHD yang totalnya Rp1,7 miliar,” ujar Yuyuk.

Yuyuk memaparkan, seluruh uang tersebut terdiri dari uang pecahan USD37.603, SinD85.800, Yen170 ribu, SAR7.501 (Arab Sau­di), £1.335, dan Rp354.300 ribu.

Yuyuk enggan menjelaskan soal motif di balik keberadaan uang tersebut. Ia mengaku sam­pai saat ini penyidik KPK tengan menelisuri asal uang tersebut dan memeriksa sejumlah saksi terkait kasus suap tersebut.

Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, indikasi keterlibatan Nurhadi ditemukan usai penyidik melakukan pemeriksaan terha­dap dua tersangka yang ditangkap dalam operasi tangkap tangan, yaitu Pansek PN Jakpus Edy Nasu­tion dan kalangan swasta berinisi­al DAS. “Indikasi kuat berdasarkan keterangan yang sudah dimintai kepada yang ditangkap kemarin (Edy dan DAS),” ujar Agus.

BACA JUGA :  Bahas Koalisi Jelang Pilkada 2024, PKB Jadi Parpol Pertama Yang Disambangi Golkar

Nurhadi sempat menantang KPK untuk membuktikan apa­bila terdapat dugaan keterkaitan dalam kasus suap penundaan sali­nan putusan kasasi.

KPK juga menyebutkan, Sek­retaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi tak memperbarui laporan harta kekayaannya ke lembaga Laporan Harta Kekayaan Peny­elenggara Negara (LHKPN) sejak diminta pada tahun 2015 lalu. “Ada surat yang dikirimkan ke Nurhadi pada Juni 2015, dan belum dire­spons sampai sekarang,” ujar Agus.

Agus menegaskan, setiap peja­bat negara harus melaporkan har­ta kekayaannya setiap dua tahun sekali. Khusus Nurhadi, pelapo­ran sendiri dilaporkan pada 2012 lalu. “Kalau melihat laporannya 4 tahun yang lalu, ya belum masuk ke LHKPN yang bersangkutan,” jelasnya.

Berdasarkan data dari KPK, Nurhadi memiliki kekayaan den­gan total nilai Rp33.417.646.000. Dilansir dari laman resmi KPK, acch.kpk.go.id, Nurhadi ter­catat melaporkan harta kekayaan­nya itu kepada KPK pada 7 Novem­ber 2012.

Dalam laman tersebut, tercatat sumber kekayaan Nurhadi yang paling besar adalah dari harta bergerak, yakni senilai Rp15,280 miliar. Nurhadi juga diketahui memiliki aset giro setara kas yang cukup besar juga, yakni mencapai Rp10.775.000.000.

Beberapa aset milik Nurhadi antara lain 4 unit mobil mewah. Berikut daftar mobil Nurhadi, satu unit mobil Toyota Camry tahun 2010 senilai Rp600 juta, satu unit mobil Mini Cooper tahun senilai 2010 Rp700 juta, satu unit mobil Lexus tahun 2010 senilai Rp1,9 miliar, dan satu unit mobil Jaguar tahun 2004 senilai Rp805 juta.

Harta bergerak Nurhadi juga disumbang logam mulia sejak 1996 senilai Rp500 juta dan batu mulia sejak 1998 Rp8,625 miliar, barang-barang seni dan antik sejak 1997 Rp1 miliar, dan lainnya sejak 1999 Rp 1,150 miliar.

Tak hanya itu, Nurhadi juga memiliki aset tanah dan bangunan senilai Rp 7.362.646.000. Dia me­miliki 18 bidang tanah bangunan di beberapa tempat.

Sebelumnya, kontroversi dan perdebatan seputar souvenir iPod muncul saat Nurhadi menggelar hajatan pernikahan anaknya, Sab­tu 15 Maret 2014. Putri Nurhari, Rizki Aulia Rahmi menikah den­gan Rizki Wibowo dalam sebuah pesta mewah di Hotel Mulia, Senayan.

Bahkan, 2.500 undangan yang hadir masing-masing mendapat iPod Shuffle. Harga iPod ini per unit sekitar Rp700 ribu. Anggota Komisi Yudisial (KY) yang hadir dalam acara itu langsung melapor­kan souvenir mereka ke KPK.

Namun, hakim agung sempat menolak menyerahkan karena dibeli dengan harga Rp500 ribu. Artinya, tidak melanggar aturan soal batas minimal penerimaan suvenir.(*)

 

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================