Nia S. Amira
[email protected]
Seni dan budaya adalah suatu kesatÂuan yang tidak bisa dipisahkan dan memiliki ikatan yang sangat dekat satu dengan lainnya. Manusia meÂmiliki nilai-nilai (karya-karya) dan Tuhan yang akan menuntun untuk membuatnya menjadi sempurna sebagai maha karya karena manusia ingin meraih pencapaian tertinggi dalam pekerjaan mereka.
Marco Cassani lahir di Milain, Italia pada tahun 1981. Perupa yang muda ini menampatkan pendidikannya di Brera Academy of Art, Milan. Saat ini Marco bekerja dan tinggal di Italia dan IndoneÂsia, negara asal istri tercintanya.
Cassani adalah seorang yang dinÂamins dan artis perupa yang jujur dalam eksotisme, jika ini dapat dipakai sebagai bahan bagi mereka yang tidak mudah unÂtuk menginterpretasikan apa yang ada di benaknya saat ia mempertujukkan foto-foto bugilnya bersama beberapa peremÂpuan Asia yang berpakaian cukup rapi dalam beberapa adegan gambarnya.
Saat itu di Vivi Yip Art, Jakarta ketika Marco datang untuk melakukan pamÂeran selama tanggal 1 hingga 9 Juli 2010. Setelah membuat video live streaming pada 2 Desember 2012, Marco mengaÂdakan pameran seni rupa dengan judul “Menghancurkan kepala†pada 16 DesemÂber 2012 di platform3, Bandung.
Indonesia memberi Marco ide yang melimpah untuk mengeksplorasi dan sejak awal dia selalu ingin mengangkat orang dan perilaku mereka untuk dijadiÂkan objek karyanya. Dalam projek Chance yang diadakan di Bandung, sejumlah 200 patung ditotal of 200 kepalanya sendiri ditawarkan untuk dihancurkan oleh semua tamu undangan yang mana kinÂerja itu direkam menggunakan kamera pengintai (CCTV) sepanjang waktu dan disiarkan secara langsung lewat internet. Penghancuran juga mengimplikasikan penghancuran kesakralan seniman dan karya seni yang telah (dianggap) memiliki posisi yang tinggi.
“Seperti Cerberus, hewan penjaga gerÂbang neraka dalam mitologi Yunani, apa yang dilakukan Marco Cassani terdiri dari tiga kepala: perannya sebagai artis, perÂannya sebagai karyawan Lucie Fontaine – mengenai program unik ia mengembangÂkan karyanya Kayu di cabang Bali – dan yang terakhir, posisinya sebagai pendiri dan CEO dari VAPRICO (Value Prism CorÂporation), sebuah proyek seni yang disÂelenggarakan seperti sebuah usaha yang bertujuan untuk menyoroti kekhasan manusia, mengumpulkan mereka dalam bentuk banyak intelektual.
Omni-tasking, skizofrenia dan penuh kontradiksi, posisi ini membawa seguÂdang kemungkinan: Mempertanyakan tidak hanya pemahaman apa arti menÂjadi seorang seniman hari ini, hal itu juga memicu wacana yang lebih besar tentang kurangnya perbedaan antara tenaga kerja serta rekreasi (produksi budaya yang palÂing mendasar) sementara mencapai hal yang paling paradoks dan oleh karena itu kontemporer hanya melalui posisi yang sama dengan yang dilakukan oleh Cassani.
Kedutaan Besar Italia dan Institut KeÂbudayaan Italia Jakarta dengan bangga mempersembahkan bincang-bincang dengan Artis perupa Marco Cassani dan Astrid Honold dari OFCA Internasional sebagai moderator. Marco Cassani berbicara tentang praktek seninÂya, terutama tentang pameran tunggalnya yang berjudul Indisciplinato di OFCA InÂternasional dari tanggal 26 Mei hingga 24 Juni, 2016 di kantor baru OFCA InternasiÂonal di Gedung Sarang,Yogyakarta.
“Disampaikan melalui serangkaian tidakan yang sangat hati-hati diatur, terÂmasuk pemotretan yang menggemakan studio Brancusi atau menggunakan “produksi seni†dari desa “manusia gilaâ€, Indisciplinato mengungkapkan kemungÂkinan mempertanyakan sekali lagi keÂadaan seni, tapi kali ini dalam konteks jauh dari zona kenyamanan konseptual seni.
Dengan kata lain, ini penting untuk menekankan fakta bahwa Marco Cassani telah mengembangkan keradikalan dan konseptual tubuh bekerja dalam konteks Indonesia, sebuah negara yang dinamis dan memiliki semangat seni yang masih berakar pada pemahaman serta konvensi tentang apa artinya itu (atau maksudnya) untuk menjadi seorang seniÂman pada saat ini. “
Bagi Halaman