Untitled-6MASIH ingat kasus suap alih fungsi lahan yang menyeret mantan Bupati Bogor, Rachmat Yasin (RY)? Kasus ini ternyata belum tuntas. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mengusut dugaan suap vonis ringan terhadap terdakwa penyuap yang juga Bos Sentul City, Cahyadi Kumala alias Swie Teng.

YUSKA APITYA AJI
[email protected]

Ihwal kasus ini bermula dari janggalnya putu­san Mahkamah Agung (MA) yang mengabul­kan permohonan PK Swie Teng dengan men­gurangi hukuman dari 5 tahun menjadi 2,5 tahun penjara. Sebelumnya, terpidana kasus suap tukar menukar lahan di Kabupaten Bogor itu dihukum 5 tahun penjara.

“Soal dugaan suapnya belum. Kalau soal putu­sannya ya kami harus tetap hormati apa yang jadi putusan MA. Kami memang tengah konsen mem­bersihkan MA, sabar satu-satu pasti kami tuntas­

kan,” kata Pelaksana Harian (Plh) Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati Iskak, Senin (13/6/2016).

Yuyuk mengakui, KPK me­nyayangkan putusan tersebut karena tidak mencerminkan rasa kedailan masyarakat. Namun Yuyuk belum menjawab terkait kapan KPK bakal menyelusuri dugaan suap tersebut.

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan, masih ada upaya hukum yang bisa ditem­puh KPK terkait putusan ringan terhadap Swie Teng. “Yang ada hanya upaya hukum luar biasa, peninjauan kembali, tapi syarat­nya berat, harus ada novum baru. Yang dalam konteks ini agak susah,” ujarnya, kemarin.

BACA JUGA :  Dipercaya Bisa Bikin Panjang Umur dengan 5 Gerakan Olahraga Ini

Sedangkan untuk sikap KPK, Laode mengaku belum men­gambil keputusan karena ha­rus mengkajinya terlebih dahulu. “Saya akan tanyakan dulu sama tim hukum,” kata Laode.

Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Supriyadi W Eddyono menilai, putusan MA memotong hukuman Swie Teng menjadi lebih rendah, mungkin saja benar. Mungkin Swie Teng berhasil meyakinkan MA soal novumnya, atau mung­kin memang terjadi kekhilafan hakim di tingkat sebelumnya. Hanya saja putusan tersebut lebih diteliti lagi apakah sudah memenuhi kerangka hukum atau tidak. “Putusan ini perlu dicek ricek juga dengan teliti apakah sudah sesuai kerangka hukum PK atau tidak,” ujar Supriyadi.

Menurut Supriyadi, sebagai upaya hukum luar biasa maka PK tidak boleh sembarang diberikan karena ada syarat-syarat yang ketat. Semakin banyak putusan PK yang dikabulkan MA sebet­ulnya menunjukkan ada banyak putusan yang keliru, khilaf atau salah. Sehingga perlu diteliti leb­ih mendalam lagi terkait putusan MA tersebut.

Supriyadi menyarankan, KPK perlu melakukan penelusuran terhadap putusan MA tersebut apakah ada unsur suap atau ti­dak. Apalagi putusan tersebut separuh dari vonis hakim diting­kat pengadilan Tipikor. “Disadap dulu aja, bukti mungkin belum ada untuk menyusuri dugaan suap itu,” ujar Supriyadi.

BACA JUGA :  Taktik Jitu dan Profesionalisme Ala Shin Tae-yong

Libatkan Timur Manurung

Seperti diketahui MA men­gorting hukuman Swie Teng menjadi 2,5 tahun separuh dari vonis 5 tahun yang diputuskan Pengadilan Tipikor Jakarta. Pu­tusan hukuman ringan itu ber­dasarkan putusan Nomor 1 PK/Pid.Sus/2016 diketok oleh majelis yang terdiri, Agung Syarifuddin sebagai ketua, serta Andi Sam­san Nganro dan Syamsul Rakan Chaniago masing-masing sebagai hakim anggota.

Kasus yang menjerat Swie Teng ini juga sempat menyeret nama Timur Manurung. Pada 13 Januari 2015 atau saat kasus ini masuk penyidikan di KPK, Timur yang saat itu menjabat Ketua Ka­mar Pengawasan MA sempat di­periksa penyidik. Ternyata, Swie Teng pernah bertemu dengan Timur Manurung saat kasus itu bergulir.

Perkara dugaan rasuah itu mencuat setelah penyidik KPK menangkap tangan pihak swasta sekaligus kurir suap, FX Yohan Yap dan Rachmat Yasin yang saat itu menjabat Bupati Bogor. Penyi­dik kemudian menangkap Swie Teng selaku Komisaris Utama PT Bukit Jonggol Asri (PT BJA) dan bos Sentul City. Pemberian suap itu terkait izin pembebasan lahan proyek Sentul City seluas 2.754,85 hektar. Saat kasus itu dalam proses penyidikan, Swie Teng pernah memerintahkan anak buahnya untuk menghilan­gkan bukti terkait proyek terse­but.(*)

 

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================