JAKARTA, TODAY—Pemerintah tengah mempertimbangkan untuk menandatangani FCTC (Frammework Convention of Tobacco Control). Sebelum itu, Presiden Joko Widodo ( Jokowi) memberi arahan terkait kebiÂjakan pengendalian tembakau.
“Prinsipnya pemerintah akan kaji lebih lanjut pada prinsip FCTC, pada prinsipnya Presiden memberikan araÂhan ada empat,†ujar Seskab PramoÂno Anung usai ratas di Kantor PresÂiden Kompleks Istana Kepresidenan,
Jl Veteran, Jakarta Pusat, Selasa (14/6/2016).
Arahan pertama adalah memerintahkan kepada semua menteri terkait untuk menekan impor tembakau. Selanjutnya, Jokowi ingin agar cukai tembakau impor dinaikkan. “KeÂtiga adalah menaikkan cukai rokok, kemudian yang keempat adalah mempersempit ruang gerak perokok,†imbuh Pramono.
Alasan pemerintah ingin mengendaÂlikan tembakau adalah ingin melindungi generasi muda. Untuk itu pemerintah bermaksud membatasi ruang gerak peroÂkok di ruang terbuka. “Kita ingin persiapÂkan generasi muda ke depan yang lebih sehat lebih kompetitif maka tempat temÂpat merokok akan ada pembatasan seÂhingga ruang bagi perokok di ruang publik akan semakin terbatas,†tutur Pramono.
Terpisah, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak YoÂhana Yambise ingin agar penjualan rokok tidak bebas seperti saat ini. Dia ingin pedÂagang rokok benar-benar tegas tak menÂjual rokok kepada anak di bawah umur.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menÂginginkan agar impor tembakau lebih dulu dikurangi. Kebijakan yang ditempuh adalah kenaikan cukai impor tembakau.
“Kenapa ini dilakukan semata-mata kita ingin mempersiapkan generasi bangÂsa ke depan yang lebih sehat dan komÂpetitif,†ujar Sekretaris Kabinet Pramono Anung menyampaikan hasil rapat di IstaÂna Negara, Jakarta, Selasa (14/6/2016).
Selanjutkan kenaikan cukai untuk temÂbakau dalam negeri. Pemerintah juga ingin agar ruang bagi para perokok dipersempit. Terutama pada tempat-tempat yang meruÂpakan ruang publik. “Tempat-tempat untuk merokok pada prinsipnya pemerintah akan melakukan pembatasan hingga dengan demikian ruang bagi para perokok di ruang publik akan semakin terbatas,†jelasnya.
Menko Perekonomian Darmin NasuÂtion menambahkan, impor tembakau sudah berlangsung sejak lama. Namun perlu dihitung kembali sebelum kebijakan dikeluarkan. “Karena sebenarnya dari dulu kita juga impor, maka itu dipelajari dulu berapa banyak kita impor, kemudian membuat aturannya bisa benar,†terang Darmin pada kesempatan yang sama.
Terkait dengan konvensi pengendalÂian tembakau atau Framework ConvenÂtion on Tobacco Control (FCTC) yang diÂrancang oleh World Health Organization (WHO), masih perlu ada kajian lebih lanÂjut di tubuh pemerintahan.
Menyikapi permintaan Presiden Jokowi tersebut, Menteri Perindustrian (Menperin) Saleh Husin mengaku dilemaÂtis. Menurutnya, penerimaan negara dari tembakau bisa dinilai cukup besar. NaÂmun, baru-baru ini Presiden Jokowi meÂminta untuk mengendalikan tembakau.
Saleh mengungkapkan, dari sektor perindustrian sejatinya mendukung kepuÂtusan Presiden Jokowi yang ingin menÂgendalikan tembakau. Setidaknya ada empat arahan dari orang nomor satu di Indonesia soal pengendalian tembakau.
Arahan pertama adalah Presiden Jokowi meminta untuk menekan impor tembakau, kedua menaikkan cukai temÂbakau impor, ketiga menaikan cukai roÂkok, dan keempat mempersempit ruang bagi para perokok. “Saya sih tergantung dengan keputusan dari kementerian-kementerian yang lain juga, sebab untuk ambil keputusan ini kan tidak hanya dari sisi Kemenperin, tapi ada dari Kemenkes, Kemenaker, dan lain-lain, dan kami akan ikuti keputusannya,†kata Saleh di KomÂplek Istana, Jakarta, Selasa (14/6/2016).
Saleh mengungkapkan, sumbangsih industri tembakau selama ini dari sektor cukainya saja mencapai sekitar Rp39 trilÂiun, dari sektor PPn dan PPh jika ditotal mencapai sekitar Rp180 triliun. “Itu kan cukup besar, kira-kira dari total peneriÂmaan negara sumbangan rokok itu ya 11 persen lah, itu kan bukan angka kecil. Nanti ada enggak yang bisa menggantiÂkan itu,†tandasnya.
(Yuska Apitya Aji)
Bagi Halaman