BANK Indonesia (BI) terus meningkatkan instrumen yang diberikan demi memperdalam pasar keuangan di Indonesia yang saat ini dikenal masih sangat dangkal jika dibandingkan negara-negara Asean lainnya.
Oleh : Winda Herviana
[email protected]
Salah satu yang baru dan terus disosialisaÂsikan adalah fasilitas lindung nilai (hedging) syariah. Fasilitas ini tertuang dalam Peraturan Bank IndoÂnesia Nomor 18/2/PBI/2016 tentang Transaksi Lindung Nilai Berdasarkan Prinsip Syariah dan Surat Edaran (SE) Ekstern No 18/11/DEKS tangÂgal 12 Mei 2016 tentang RelÂevansi PBI Hedging Syariah dengan Kondisi Terkini.
Sosialisasi sendiri dilakuÂkan di Kantor Pusat Bank InÂdonesia dan dihadiri dari perÂwakilan industri perbankan, biro travel haji dan umroh, OJK, Direktur Kementerian Agama, Dewan Syariah NasiÂonal dari Majelis Ulama IndoÂnesia (MUI). Hadir dari Bank Indonesia adalah Deputi GuÂbernur Bank Indonesia, HenÂdar.
“Transaksi hedging syaÂriah ini dapat menjadi stimuÂlus perkembangan industri keuangan syariah Indonesia,†kata Hendar di Gedung Bank Indonesia, Jumat (17/6/2016).
Sebagai negara yang memiliki jumlah penduduk mayoritas Muslim, menurut Hendar sudah sewajarnya keuangan syariah ini unÂtuk ditingkatkan. Pangsa pasar keuangan syariah InÂdonesia saat ini masih kalah dibandingkan Malaysia.
Untuk itu, menurut HenÂdar, dengan adanya hedging syariah ini diharapkan akan mendukung pendalaman pasar keuangan syariah InÂdonesia sehingga mendorong penerbitan sukuk valas di masa mendatang.
“Pada akhirnya, pembiÂayaan syariah juga diharapÂkan dapat meningkat khuÂsusnya pada sector-sektor produktif maupun proyek infrastruktur yang sedang digalakkan pemerintah,†paÂpar dia.
Ia menuturkan, hedging syariah ini memiliki keuniÂkan sendiri. Menurut HenÂdar, karakteristik yang unik ini perlu dipahami secara mendalam oleh seluruh piÂhak untuk mengukur seberÂapa besar manfaat dan risiko sebelum memasuki transakÂsi hedging syariah.
Keunikan itu di antaranÂya, pertama, transaksi lindÂung nilai syariah tidak boleh dilakukan untuk tujuan yang bersifat spekulatif sehingga wajib underlying.
Kedua, transaksi lindung nilai syariah ini hanya boleh dilakukan apabila terdapat kebutuhan nyata untuk mengurangi risiko nilai tuÂkar di masa mendatang terÂhadap mata uang asing yang tidak dapat dihindarkan.
Ketiga, akad yang diguÂnakan adalah muwa’adah. Artinya transaksi lindung nilai syariah akan didahuÂlui oleh forward agreement atau rangkaian forward agreement untuk melakukan transaksi spot dalam jumlah tertentu di masa yang akan datang dengan nilai tukar atau perhitungan nilai tukar yang disepakati pada saat saÂling berjanji. (net)
Bagi Halaman