blok-mahakamPEMERINTAH tengah fokus mempermudah perizinan dalam berinvestasi di berbagai sektor, tak terkecuali di sektor migas. Izin investasi di sektor migas yang dahulu panjang dan rumit kini dipangkas untuk menarik investor menanamkan modalnya.

Oleh : Yuska Apitya
[email protected]

Izin investasi migas yang saat ini telah melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di BKPM ini di­targetkan dapat dipangkas hingga menjadi 20 perizinan saja di akhir 2016. “Untuk perizinan sudah kita hibahkan ke BKPM dan akhir tahun ini, izin kita ting­gal 20 maksimal,” kata Menteri ESDM Sudirman Said di Kementerian ESDM, Jakarta Pusat, Senin (20/6/2016).

Kemudahan perizinan investasi di sektor migas juga akan diikuti dengan pemangkasan izin investasi di sektor lainnya, seperti mineral. Perizinan investasi melalui online juga diharapkan dapat diterapkan pada sektor mineral yang jarang disoroti.

“Tentu di mineral juga akan mengi­kuti pola seperti baru bara dan yang lainnya akan dilakukan update lewaton­line. Jadi untuk izin akan diajukan le­wat online,»”kata dia.

Pihaknya juga berharap agar ke­percayaan investor untuk menanam­ kan modalnya di sektor migas dan pertambangan Indonesia semakin meningkat. Dengan begitu ber­bagai pembangunan infrastruk­tur dan pengelolaan migas dalam negeri dapat meningkat. “Saya berharap trust investor makin baik. Aturan lintas sektoral tidak bisa cepat karena bukan kontrol ESDM. Trust investor makin baik dan itu ditunjukkan dengan feed­back yang kita terima,” kata Sudirman.

Sejak dilantik menjadi Menteri ESDM tahun 2014 lalu, Sudirman Said dihadapkan dengan kondisi kementerian yang terkesan kurang baik. Kesan korupsi yang sempat melekat di lembaga negara tersebut perlahan diperbaiki di bawah pimp­inan Sudirman Said.

Berbagai rotasi dan mutasi juga telah dilakukan untuk memperbaiki manajemen di lingkungan Kemen­terian ESDM. Dalam waktu dekat ini, Sudirman Said akan melantik 445 pejabat eselon III dan IV karena dianggap sebagai penggerak utama sistem birokrasi.

“Dalam waktu dekat 445 orang fokus di Eselon III dan IV. 2016 fokus eselon I dan II ditata, sekarang pada Eselon III dan IV karena sebagai penggerak utama dari birokrasi,” ungkap Sudirman.

Selain itu, penyerapan angga­ran di Kementerian ESDM juga ma­suk dalam kategori baik dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Capaian ini diklaim berasal dari serapan angga­ran Kementerian ESDM yang cukup baik. “Kita berada di level 3 ses­uatu yang boleh di share bagaima­na memfungsikan internal audit penuh. Ke depan level 4 sebelum 2019 bisa di level 5,” kata Sudirman.

Pejabat di lingkungan Kemente­rian ESDM yang telah menyerahkan Pelaporan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) juga hampir seluruhnya selesai. Dari 933 pejabat eselon I sampai dengan IV, 899 diantaranya sudah menyerah­kannya dan diharapkan dalam be­berapa hari ke depan seluruhnya selesai. «Hari ini dari seluruh pega­wai yang diwajibkan melapor, 933 pejabat Eselon I, II, III dan penge­lola keuangan juga hari ini sudah 899 atau 96% sudah menyerahkan LHKPN. Satu atau 2 hari sudah bisa selesai tinggal beberapa orang saja sekitar 34 orang,» kata Sudirman.

BACA JUGA :  Menu Makan Malam dengan Nasi Goreng Jamur yang Lezat dan Bikin Nagih

Dirinya juga menyebutkan bah­wa pengelolaan Kementerian ESDM di tahun 2016 ini lebih baik diband­ingkan tahun-tahun sebelumnya. “Tahun 2016 lebih baik daripada tahun yang lalu berkat dukungan tim di Kementerian ESDM,” imbuh Sudirman.

SKK Migas Pesimistis

Sementara itu, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Migas (SKM Migas) pesimistis target produksi minyak sebesar 820 ribu barel per hari bisa tercapai menyu­sul keinginan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memangkas pengem­balian biaya operasi (cost recovery).

Zikrullah, Wakil Kepala SKK Mi­gas menilai, pemangkasan cost re­covery akan mempersulit revisi pro­gram kerja dan anggaran atau Work Program and Budget (WP&B). Pasal­nya, target produksi (lifting) masing-masing Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) sudah disesuaikan dengan cost recovery yang diaju­kan.

Untuk itu, ia mengatakan, in­stansinya sedang mencari cara agar lifting bisa memenuhi target dengan cost recovery yang minim. “Sekarang kami melihat, kesuli­tannya ada di cost recovery demi mencapai produksi seperti angka yang dimau. Masalah ini apakah akan dibayar ke KKKS di peri­ode berikutnya, ini yang sedang kami diskusikan dalam menyusun WP&B,” ujar Zikrullah, kemarin.

Ia melanjutkan, pada awalnya SKK Migas mengajukan angga­ran cost recovery sebesar US$11,9 miliar demi mendapatkan lifting 820 ribu barel per hari. Namun, jika cost recoveryjadi dipangkas sebesar US$4 miliar sesuai keingi­nan Badan Anggaran DPR, Zikrullah pesimistis target lifting tercapai.

Maka dari itu, ia sangat menyay­angkan sikap DPR yang tak mem­beri waktu bagi SKK Migas untuk menghitung penghematan cost re­covery yang optimal. Setelah ini, jelasnya, SKK Migas akan menghi­tung elastisitas cost recovery, yaitu seberapa besar lifting minyak akan berkurang jika cost recovery di­pangkas sebesar US$1 miliar. “Tapi karena ini merupakan keputusan Banggar ya tentu saja akan kami hormati. Dari sisi hulu nanti kami lihat seperti apa implementasinya,” jelasnya.

Selain itu, ia juga takut pengu­rangan cost recovery membuat KKKS tidak mendapatkan insentif untuk melakukan eksplorasi. Pasal­nya, KKKS pasti enggan melakukan belanja modal yang sama sekali tidak menghasilkan produksi di saat pemerintah belum tentu akan mengganti belanja modal tersebut.

“Jadi ya nanti cost recovery-nya akan dikeluarkan demi work­over dan well service, intinya akti­vitas migas yang memang terlihat di depan mata,» jelas Zikrullah.

BACA JUGA :  Menu Makan Siang dengan Sop Buntut Sapi yang Empuk Dijamin Menggugah Selera

Sementara itu, Vice President Public and Government Affairs, Exx­onMobil Indonesia, Erwin Maryoto menuturkan, masalah cost recov­ery dan produksi akan diserahkan kembali sesuai revisi WP&B yang kini sedang disusun. “Nanti kan ada semuanya ada di dalam WP&B. Kami sebagai KKKS, akan mengacu di situ saja,” jelas Erwin tanpa mem­beritahu bocoran revisi WP&B yang diajukan oleh perusahaannya.

Sebagai informasi, dalam pem­bahasan RAPBNP 2016, Banggar DPR dan Pemerintah sepakat cost recovery disunat menjadi US$8 mil­iar dari pagu sebelumnya US$11 mili­ar di APBN 2016. Pemangkasan cost recovery dilakukan demi menjaga defisit fiskal terjaga di bawah 3 pers­en dari PDB. Hal itu juga dilakukan untuk mengantisipasi jika peneri­maan pajak sebesar Rp165 triliun dari kebijakan pengampunan pajak tidak tercapai.

“Supaya defisit anggaran tidak melebihi 3 persen maka kami ber­sepakat menetapkan cost recov­ery US$8 miliar,” ujar Ketua Bang­gar DPR, Kahar Muzakar, pekan lalu. Pada tahun lalu, realisasi lift­ing minyak tercatat 777,56 ribu barel per hari dari target 825 ribu barel per hari dengan realisasi cost recovery mencapai US$13,9 miliar. Rincian cost recovery tersebut 50 persen dialokasikan untuk biaya produksi, 22 persen untuk biaya eksplorasi dan pengembangan la­pangan produksi, dan 13,7 persen untuk biaya depresiasi.

Kementerian ESDM juga me­nyatakan akan menambahkan refer­ensi Brent dan WTI di dalam formu­lasi ICP dari referensi sebelumnya yang hanya berisikan RIM dan Platts dengan proporsi masing-masing 50 persen. Rencananya, formulasi ini akan dilakukan pada bulan depan, dan bisa memberikan harga yang baik bagi minyak Indonesia.

“Tujuannya agar lebih realistis harganya, apalagi dengan kondisi sekarang. Kalau jaman dulu me­mang tidak salah acuannya karena jaman dulu kondisinya masih baik. Kalau yang sekarang, kami lihat lagi kondisinya, mana yang pas,» ujar Direktur Jenderal Migas Kement­erian ESDM, I Gusti Nyoman Wirat­maja, akhir pekan kemarin.

Sebagai informasi, pemerintah mulai menghitung potensi kenai­kan PNBP migas dengan berubahn­ya asumsi ICP dan lifting minyak. Dalam pembahasan RAPBNP 2016, Pemerintah dan DPR menyepak­ati asumsi ICP sebesar US$40 per barel, naik dari ususlan awal US$35 per barel dan sedikut turun dari tar­get US$50 per barel di APBN 2016. Sementara target lifting minyak di­naikkan dari 810 ribu barel per hari (bph) menjadi 820 ribu bph.

Apabila pada asumsi sebelum­nya PNBP migas ditargetkan me­nyumbang Rp57,04 triliun, maka dengan asumsi yang baru diharap­kan menyumbang Rp110,47 triliun ke kas negara.(*)

 

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================