Untitled-3JAKARTA, TODAY– Komisi Pem­berantasan Korupsi (KPK) kem­bali memeriksa bos PT Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma alias Aguan terkait kasus dugaan suap reklamasi teluk Jakarta. Se­lain Aguan, KPK juga memanggil Manajer Operasional PT Astra In­ternational Tbk Biyouzmal.

Ini merupakan pemanggilan pertama untuk Biyouzmal. Ia akan dimintai keterangan untuk tersangka M Sanusi. Selain Aguan dan Biyouzmal, KPK juga me­manggil Divisi Legal PT Wahana Auto Ekamarga bernama Musa untuk menjadi saksi Sanusi.

Sanusi menjadi satu-satunya tersangka di kasus ini yang ber­kasnya belum naik ke tahap peny­idikan. Dua tersangka lain, yakni Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Tbk (APL) Aries­man Widjaja dan anak buahnya, Trinanda Prihantoro, telah ber­status menjadi terdakwa.

Ariesman didakwa menyuap Sanusi Rp 2,5 miliar agar Sanusi membantu mempercepat pemba­hasan dan pengesahan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Ka­wasan Strategis Pantai Utara Jakar­ta serta mengakomodir pasal-pasal

sesuai keinginan Ariesman. Aries­man memberikan uang suap tersebut melalui perantara Trinanda. Aries­man dan Trinanda didakwa melang­gar Pasal 5 ayat (1) huruf a dan Pasal 13 UU RI Nomor 31 tahun 1999 ten­tang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana Diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pe­rubahan atas UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Pemeriksaan terhadap Aguan dilakukan selama dua jam. Aguan yang mengenakan batik berwarna ungu, keluar dari Gedung KPK, Jl. HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin (27/6/2016) sekitar pukul 11.30 WIB. Pada pemeriksaan sebelum-sebelum­nya Aguan diperiksa sedikitnya tujuh jam oleh KPK.

Aguan dimintai keterangan seb­agai saksi untuk tersangka Anggota DPRD DKI Jakarta M Sanusi. Ia menu­tup mulut rapat-rapat saat diberon­dong pertanyaan oleh wartawan.

Ia hanya melempar senyum mulai dari keluar lobi KPK hingga masuk ke dalam mobilnya. Pemeriksaan hari ini merupakan pemeriksaan keempat Aguan terkait kasus dugaan suap rap­erda reklamasi yang kala itu dibahas oleh DPRD DKI Jakarta.

BACA JUGA :  Kalap Makan Daging saat Lebaran, Coba 5 Makanan Ini yang Bisa Menurunkan Darah Tinggi

KPK menetapkan tiga tersangka dalam kasus ini. Di antara tiga ter­sangka lain, hanya Sanusi yang pen­anganannya belum naik ke tahap penuntutan.

KPK juga tengah mendalami dugaan keterlibatan Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Mohamad Taufik dalam kasus dugaan suap pemba­hasan raperda reklamasi Teluk Jakar­ta. M Taufik yang juga menjabat ketua Badan Legislasi Daerah (Balegda) itu disebut-sebut terlibat aktif dalam pembahasan raperda reklamasi yang berujung suap kepada Ketua Komisi D DPRD DKI Mohammad Sanusi.

Hal tersebut sebagaimana ter­ungkap dalam fakta sidang dakwaan Presiden Direktur Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja selaku pem­beri suap kepada Sanusi.

“Kami masih mendalami keter­libatan yang bersangkutan,” kata Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati, di gedung KPK, Jakarta, Senin (27/6/2016).

Menurut dia, jika memang dite­mukan fakta terkait keterlibatan Taufik dalam kasus suap yang sudah menjerat adiknya, M Sanusi, itu tidak menutup kemungkinan bakal kembali memeriksanya. Apalagi kata Yuyuk, yang bersangkutan juga diketahui telah beberapa kali diperiksa penyidik KPK. “Kalau M Taufik sudah beberapa kali dipanggil, kalau memang ditemu­kan fakta lebih lanjut akan dipanggil, tapi belum tahu kapan,” ujarnya.

Adapun nama Taufik disebut dalam surat dakwaan Ariesman, di mana ia disebut hadir dalam per­temuan pengusaha pengembang reklamasi yang difasilitasi oleh Bos Agung Sedayu Group Sugianto Kusu­ma alias Aguan pada pertengahan De­sember 2015 lalu di Taman Golf Timur II, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara.

Anggota dewan yang hadir selain Taufik antara lain Mohamad Sanusi selaku anggota Balega DPRD DKI, Pra­setyo Edy Marsudi selaku Ketua DPRD DKI, Mohamad Sangaji selaku anggota Balegda DPRD DKI dan Selamat Nur­din selaku Ketua Fraksi PKS DPRD DKI.

Selain pertemuan, Taufik juga disebut-sebut berupaya membantu adiknya, Sanusi dalam mengubah pas­al tambahan kontribusi yang tertuang dalam draf Rancangan Perda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strat­egis Pantai Utara Jakarta (RTRKSP) sebagaimana permintaan Ariesman.

BACA JUGA :  Ini Daftar 16 Atlet Indonesia di Olimpiade Paris 2024

Lalu dalam pembahasan bersama Raperda RTRKSP antara Pemprov DKI dan Balegda DPRD DKI pada 15 Feb­ruari 2016, Taufik pun ikut. Dalam forum yang dihadiri Bestari Barus, Yuliadi, Tuty Kusumawati, dan Saeful­lah, Sanusi meminta agar tambahan kontribusi sebesar 15 persen dari nilai NJOP tidak dicantumkan dalam raper­da karena dinilai dapat memberatkan para pengembang reklamasi.

Selang sehari pembahasan beri­kutnya, beberapa anggota Balegda DPRD DKI tetap menghendaki tamba­han kontribusi sebesar 15 persen dari nilai NJOP total lahan yang dapat di­jual dihilangkan dari Raperda RTRK­SP dan mengusulkan supaya diatur dalam pergub.

Dalam dakwaan Ariesman juga disebut, Sanusi sempat menghubungi kakaknya, Taufik, lewat telepon dan melaporkan keberatan Ariesman soal tambahan kontribusi 15 persen itu. Sanusi kemudian mengubah rumu­san penjelasan Pasal 110 ayat 5 yang semula “cukup jelas” menjadi “tam­bahan kontribusi adalah kontribusi yang dapat diambil di awal dengan mengkonversi dari kontribusi (yang 5 persen), yang akan diatur dengan perjanjian kerja sama antara Guber­nur dan pengembang”.

Sanusi kemudian menyerahkan memo berisi tulisan penjelasan pasal tersebut kepada Heru Wiyanto selaku kepala Bagian Perundang-undangan Setwan DPRD DKI Jakarta. Tulisan tersebut kemudian dimasukkan dalam tabel masukan raperda, dan diserahkan kepada Gubernur DKI Ja­karta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

Namun, Ahok yang membaca ta­bel masukan tersebut menyatakan menolak dan menuliskan disposisi ke­pada Taufik dengan catatan yang ber­tuliskan, “Gila, kalau seperti ini bisa pidana korupsi,” bantahnya.

Taufik kemudian meminta Kepala Subbagian Raperda Setwan Provinsi DKI Jakarta untuk mengubah penjela­san terkait tambahan kontribusi yang semula tercantum dalam Pasal 110 ayat 5 huruf c berbunyi “cukup jelas”, men­jadi ketentuan Pasal 111 ayat 5 huruf c dengan penjelasan “yang dimaksud dengan kewajiban tambahan kontri­busi adalah kewajiban yang disepakati dalam perjanjian kerja sama antara Pemda dan pemegang izin reklamasi dalam rangka penataan kembali da­ratan Jakarta, terkait dengan pelaksa­naan konversi kewajiban konstruksi”.

(Yuska Apitya Aji/ed:Mina)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================