BADAN Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) telah melakukan koordinasi dengan Bareskrim Polri terkait peredaran vaksin palsu di Jabodetabek. Ada 12 jenis vaksin yang dipalsukan.
RISHAD NOVIANSYAH|YUSKA APITYA
[email protected]
Ada 12, ini sumbernya dari freelance yang bawa vaksin palsu entah dari mana. Kemudian dijual dengan harga lebih murah,†kata Plt Kepala BPOM Tengku Bahdar Johan Hamid dalam rapat kerja Komisi IX dengan Kemenkes di GeÂdung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (27/6/2016).
Seluruh vaksin yang dipalsukan tersebut merupakan vaksin-vaksin yang diproduksi oleh tiga perusahaan obat ternama. Bahdar menunjukkan ke-12 vaksin palsu yang merupakan hasil koordinasi dengan Bareskrim.
Sementara itu, beredarnya vaksin palsu di wilayah Jabodetabek dipasÂtikan tidak akan menghentikan proÂgram imunisasi di Kabupaten Bogor. Meski belum ada temuan, Dinas KesÂehatan Kabupaten Bogor memastikan tidak ada RSUD maupun Puskesmas di Bumi Tegar Beriman yang mengguÂnakan vaksin impor.
Kepala Dinas Kesehatan KabuÂpaten Bogor, dr Camalia Wilayat Sumaryana menjelaskan, vaksin yang dipalsukan itu justru biasa digunakan oleh rumah sakit-rumah sakit swasta yang dibanderol dengan harga mulai Rp 700 ribu hingga Rp 1 juta.
Menurut Camalia, asumsi maÂsyarakat menggunakan vaksin yang lebih mahal karena tidak memiliki dampak pada anak, seperti panas, rewel dan sebagainya. Namun, menuÂrutnya tidak semua vaksin mahal merupakan produk palsu.
“Asumsinya begitu. Karena di rumah sakit pemerintah, kita pakai vaksin yang memang disediakan oleh Kementerian Kesehatan. Merknya Biofarma dan itu memiliki dampak panas pada anak. Jadi kalau orang tua mau anaknya tidak rewel setelah divaksin, jadi memilih di rumah sakit swasta yang harganya lebih mahal. Padahal, yang palsu itu cuma air ditÂambah antibiotik saja tidak membanÂgun imun tubuh pada anak,†tegas Camalia, Senin (27/6/2016).
Memang, kata dia, untuk membeÂdakan vaksin palsu atau asli, memerÂlukan uji laboratorium. Tapi, CamaÂlia memastikan semua vaksin yang terdapat di RSUD serta Puskesmas terjamin keasliannya karena didistriÂbusikan langsung oleh perusahaan nasional PT Biofarma Bandung.
“Kami di dinas, selau melakukan survei vaksin ke Puskesmas serta rumah sakit yang mengambil vaksin dari kami. Saat ini, PT Biofarma berÂsama Kemenkes RI dan BPOM sedang berkoordinasi soal peredaran vaksin palsu ini,†tegasnya.
Selain distribusi yang terjamin, Camalia mengungkapkan pemerinÂtah daerah selalu memberikan vakÂsin imunisasi dasar secara gratis ke rumah sakit tanpa dipungut biaya, asalkan memenuhi syarat yang kami berikan.
“Misalnya, memiliki petugas penÂgelola vaksin yang bersedia untuk dilatih, memiliki tempat penyimpaÂnan vaksin khusus yang tak boleh diÂcampur makanan dan obat serta meÂnyampaikan laporan rutin imunisasi sesuai format yang ditentukan untuk pengambilan vaksin di bulan berikutÂnya,†tukasnya.
Sementara Kepala Bidang PenceÂgahan, Pemberantasan Penyakit dan Lingkungan (P2PKL) pada Dinas KeÂsehatan Kabupaten Bogor, dr KusÂnadi menjelaskan, selain uji lab untuk mengetahui vaksin palsu atau asli, manyoritas vaksin produksi Biofarma dilengkapi dengan VVM (Vaksin Vial Monitor). “Itu merupakan alat panÂtau paparan suhu panas yang sangat sensitif. Biasanya berupa kotak putih kecil di botol vaksin. Kalau warnanya berubah menghitam, maka vaksin itu tak layak digunakan dan harus dibuang,†katanya.
Kusnadi menambahkan, bayi atau anak yang diberi vaksin palsu, biasanÂya mengalami alergi. “Macam-macam alerginya. Seperti kulit memerah. Tapi, kalau vaksin yang disediakan pemerintah, efek yang ditimbulkan biasanya panas. Tapi itu memang peÂnyalit yang diberikan ke tubuh anak agar mampu membentuk sistem imun tubuhnya,†pungkasnya.
Sementara itu, Direktur PengaÂwasan Produksi Produk Terapetik, Badan Pengawas Obat dan Makanan Togi Junice Hutadjulu mengatakan pihaknya melakukan pengecekan vaksin palsu yang tersebar di seluruh Indonesia. “Kami sudah minta 32 BaÂlai BPOM di Indonesia telusuri vaksin palsu ini,†katanya, kemarin.
Menurut Toni, sampai saat ini, ia menemukan tujuh lokasi tempat terduga palsu. “Kami menemukan dugaan vaksin palsu di empat lokasi baru,†katanya. Sebelumnya sudah ditemukan peredaran vaksin palsu di Banten, DKI Jakarta, dan Bekasi.
Toni mengatakan BPOM bekerja sama dengan tiga produsen vaksin yang produknya dipalsukan oleh pelaku, yakni Sanofi Pasteur, GlaxoSÂmithKline (GSK) dan Biofarma. “Nanti perusahaan itu verifikasi vaksin palsu itu,†kata Togi.
Kemarin, Togi dan tim menjelasÂkan kepada Komisi Kesehatan DPR terkait dengan vaksin palsu itu. Ia pun akan menjelaskan tentang hasil penyÂelidikannya, serta menyebut daerah baru tempat ditemukannya vaksin palsu.
Sebelumnya, ada lima vaksin yang dipalsukan, yaitu Tubercullin, PeÂdiacel, Tripacel, Harfix, dan Biosef. Kasus ini ditemukan di DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat. Menteri KeÂsehatan mengecam tindakan pemalÂsuan vaksin itu.
Peredaran vaksin palsu ternyata sudah berlangsung 13 tahun dan menÂcakup berbagai wilayah di Indonesia. Komisi IX DPR yang membidangi keÂsehatan pun menaruh curiga. “Saya curiga ada mafia bermain dari pemÂbuat, pemasok sampai user. Ini rapi dan tidak terbongkar dari 2003. Saya tidak yakin paramedis tidak bisa memÂbedakan vaksin asli dan palsu karena harganya beda sekali,†kata anggota Komisi X Irma Suryani, kemarin.
Hal itu disampaikan dalam rapat kerja dengan Menkes Nila Moeloek, Plt Kepala BPOM Tengku Bahdar JoÂhan Hamid, Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr Aman Bhakti PuÂlungan, serta perwakilan dari BioÂfarma. Rapat khusus membahas vakÂsin palsu ini berlangsung di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (27/6/2016). “Dari sini (harga) saja, RS dan paramedis harusnya tahu kalau ini palsu. Tapi mengapa bisa sekian lama tidak diketahui,†ujarnya heran.
Sementara itu, anggota F-PAN Saleh Daulay mengaku tidak puas dengan penjelasan Kemenkes lewat Twitter soal vaksin palsu ini. MenuÂrutnya, pemerintah menganggap ini bukan hal besar. “Vaksin palsu ini disebut hanya 1 persen. Ini menyeÂpelekan masalah. Kalau ada 1 persen yang meninggal karena vaksin ini, ini pelanggaran,†ujar Saleh.
Penjelasan-penjelasan Kemenkes lewat media dianggap belum memuasÂkan. Saleh juga meminta agar pemerinÂtah bertanggung jawab. “Vaksin palsu ini bentuk kelalaian dari pemerintah. Tidak hanya melanggar UU kesehatan tapi juga konstitusi,†ucapnya. (*)
Bagi Halaman