BALAI Besar Pengawas Obat dan Makanan Bandung menemukan sejumlah vaksin mencurigakan di lima rumah sakit dan klinik di Bogor. Vaksin mencurigakan tersebut telah diamankan untuk dipastikan keasliannya dan ditelusuri penyalurnya.
YUSKA APITYA AJI ISWANTO
[email protected]
Kepala BBPOM Bandung, AbÂdul Rahim, mengatakan, empat jenis vaksin disita untuk kepentingan penyÂelidikan. Vaksin tersebut dibeli pihak rumah sakit dan klinik melalui distributor tidak resmi.
“Masing-masing jenis vaksin itu jumlahnya bervariasi, tapi totalnya ada sekitar 65 buah,†ujar Abdul dalam jumÂpa pers, Minggu (26/6/2016).
Abdul mengaku pihaknya memang belum bisa memastikan vaksin terseÂbut palsu atau tidak. Menurut dia perlu pengecekan di laboratorium untuk meÂmastikan vaksin itu palsu atau tidak. “Kami amankan sampai nanti bisa memÂbuktikan itu dari mana. Karena waktu kami periksa mereka belinya dari CV. Padahal, kalau vaksinya itu disÂtributornya PT,†kata Abdul.
Alasan lima rumah sakit dan klinik membeli vaksin tidak melalui distributor resmi, Abdul juga belum bisa memastikanÂnya. Ia menduga pasokan vaksin kosong atau harga yang ditawarkan lebih murah menjadi alasan kelima rumah sakit dan klinik membeli melalui distributor tidak resmi.
Pemerintah sudah menghitung seluÂruh kebutuhan vaksin di Jawa Barat. Ia menilai pasokan vaksin dari penyalur resmi cukup. Dinkes Jabar menerima vakÂsin dari penyalur resmi berdasarkan permintaan. “Ketika rumah sakit swasta mau, bisa diberikan secara gratis dengan pencatatan yang baik dan pelaporan yang benar,†sambung Abdul.
Data yang dihimpun BOGOR TODAY, vaksin palsu ternyata sudah beredar sejak tahun 2003 alias 13 tahun lalu. Saat ini KeÂmenkes sedang mendata kira-kira rumah sakit atau fasilitas kesehatan mana saja yang memakai produk itu.
“Vaksin itu sebenarnya sejak 2003 sudah ada yang ditangkap, sekarang seÂdang didata rumah sakit yang pakai,†kata Menkes Nila Moeloek usai menghadiri acaÂra Hari Anti Narkoba Internasional di Jl. Cengkeh, Tamansari, Jakarta Barat, MinÂggu (26/6/2016).
Selain di Jakarta dan sekitarnya, apakÂah ada peredaran vaksin palsu di tempat lain? “Saya belum tahu, tapi sedang diÂdata. Tapi coba tanya ke Bareskrim saja,†jawabnya.
Bareskrim Polri menangkap 10 orang terkait bisnis vaksin palsu. Tersangka diÂcokok mulai 16 Juni 2016 di Tangsel, JakarÂta, dan Bekasi. Mereka berperan sebagai produsen, kurir, penjual atau distributor dan ada juga sebagai pencetak label ampul vaksin. Selain mereka, ditangkap juga tiga orang di Subang yang diduga mengedarÂkan vaksin palsu.
Vaksin palsu itu menggunakan botol bekas vaksin yang kemudian diisi dengan antibiotik Gentacimin yang dioplos denÂgan cairan infus, lalu diberi label. Cairan lainnya yang dipakai sebagai oplosan adalah cairan infus dengan vaksin tetanus.
Diduga peredaran vaksin palsu terjadi di rumah sakit kecil atau klinik-klinik. Kemenkes mengimbau orangtua yang khawatir anaknya disuntik vaksin palsu untuk melapor.
Nila F Moeloek juga mengimbau ibu yang bayinya disuntik vaksin palsu untuk mengulang pemberian vaksin. Bahkan, pemberian vaksin ulang gratis. “Kami memberikan gratis (vaksin) baik yang ulang atau yang normal. Ini program pemerintah,†ujar Nila.
Terbongkarnya vaksin palsu ini diungÂkap oleh Direktur Tipid Eksus Bareskrim Polri Brigjen Agung Setya yang rilis pada Kamis (23/6/2016). Menurutnya, pelaku membuat vaksin palsu sejak 2003. Cara membuatnya yakni dengan mencampur cairan infus dengan vaksin tetanus dan hasilnya vaksin untuk hepatitis, BCG, dan campak.
Pelaku menjual vaksin palsu dengan harga lebih murah Rp 200 ribu-Rp 400 ribu dibanding vaksin asli. Pelaku yang berjumlah 12 orang itu dikenakan UU KeÂsehatan maupun UU Perlindungan KonÂsumen dengan ancaman maksimal 15 taÂhun penjara.
Kapolri Jenderal Badrodin Haiti meÂnyebut peredaran vaksin palsu ini sudah sampai ke Yogyakarta. “Sekarang masih dalam pengembangan, kalau tidak salah keÂmarin ke Yogya juga ada. Tapi, saya belum tahu hasilnya apa,†kata Badrodin di TaÂmansari, Jakarta Barat, Minggu (26/6/2016).
Badrodin mengakui, jaringan pembuat dan pengedar vaksin palsu sudah lama beroperasi. Oleh karena itu, Kapolri berÂjanji akan mengungkap semua jaringan pembuat vaksin palsu. “Tapi yang jelas semua kita ungkap. Karena ini praktik suÂdah lama berlangsung,†jelasnya.
“Tindakan pemalsuan vaksin ini telah berlangsung selama lebih 10 tahun. Kita tentu merasa kecolongan, mengapa baru sekarang bisa terungkap. Pengawasan obat atau vaksin yang beredar di masyaraÂkat perlu semakin diperketat karena yang dipertaruhkan adalah kesehatan, bahkan nyawa dari warga negara kita,†kata angÂgota Komisi IX DPR RI, dr. Verna InkiriÂwang, dalam siaran pers kepada detikcom, Minggu (26/6/2016).
Vaksin sejatinya untuk meningkatkan daya tahan tubuh seseorang terhadap kuÂman tertentu sehingga bisa terhindar dari penyakit akibat kuman tersebut. Apabila vaksin yang diberikan adalah palsu, artinya imunisasi yang diberikan selama ini sia-sia dan tidak membuat anak menjadi kebal.
Hal ini tentu menjadi masalah besar di negara ini karena berdasarkan data Global Burden of Disease (2010) dan Health SecÂtor Review (2014), penyakit menular di Indonesia masih terus meningkat, seperti ISPA, Pneumonia, Hepatitis, dll.
“Salah satu masalah kesehatan di InÂdonesia adalah beban ganda yang terjadi pada masyarakat dengan adanya penÂingkatan penyakit tidak menular saat peÂnyakit menular masih tinggi. Imunisasi diharapkan bisa menjadi solusi untuk menekan angka penyakit menular yang tinggi ini. Namun, semua hanya menjadi mimpi belaka bila yang digunakan adalah vaksin palsu,†terang Verna.
Verna menyarankan beberapa hal yang harus dilakukan saat ini. Pertama, kasus pemalsuan vaksin ini harus segera dituntaskan dengan menangkap semua oknum yang terlibat agar tidak lagi mereÂsahkan masyarakat. Kedua, pemerintah harus memastikan bahwa tidak ada lagi vaksin palsu yang beredar di masyarakat. Ketiga, fasilitas pelayanan kesehatan diÂimbau untuk berhati-hati dalam membeli vaksin, jangan tergiur dengan harga muÂrah, tetapi keasliannya diragukan.
“Keempat, masyarakat hendaknya proaktif melaporkan kepada tenaga keÂsehatan atau institusi kesehatan apabila menemukan kejanggalan terkait pengguÂnaan suatu vaksin. Kelima, pemerintah mesti memperkuat fungsi pengawasanÂnya terhadap obat-obatan ataupun vaksin yang beredar di masyarakat. Diharapkan dengan melakukan semua ini, ke depan tidak ada lagi kasus vaksin palsu yang diteÂmukan di masyarakat,†tegasnya.
Kadinkes Kota Bogor, dr. Rubaeah, mengaku, pihaknya telah mendapatkan surat edaran mengenai filterisasi ganda vaksin masuk ke setiap klinik dan rumah sakit. “Kami akan kroscek satu per satu klinik dan rumah sakit di Bogor. Jika ada temuan, ya kami tindak lanjuti. Koordinasi kami lakukan dengan Polri dan BPOM,†kata dia, kemarin.(*/ed:Mina)
Bagi Halaman